Oleh: Dian Nur Hakiki (Komunitas Tinta Pelopor)
wacana-edukasi.com, OPINI– Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan 2023 (16 Days of Activism against Gender-Based Violence 2023) akan di peringati selama kurang lebih 16 Hari. Peringatan tersebut akan berlangsung mulai 25 November sampai 10 Desember 2023 (tirto.id,23/11/2023).
Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP) tersebut dilaksanakan setiap tahun yang sudah dimulai sejak 1991, dengan tujuan mencegah serta menghapuskan kekerasan yang terjadi terhadap perempuan. Alasan dipilihnya tanggal HAKTP karena kedua tanggal tersebut memiliki keterikatan yakni dimana tanggal 10 Desember diperingati sebagai hari Hak Asasi Manusia (HAM) dengan maksud bahwa kekerasan terhadap perempuan termasuk tindakan yang melanggar Hak Asasi Manusia.
Beberapa kegiatan yang dilakukan dalam kampanye tersebut Antara lain adalah: memakai kaos atau atribut warna ungu yang dimaksudkan sebagai simbol perjuangan dalam melawan kekerasan terhadap perempuan, kemudian mengedukasi diri terkait HAKTP, ikut serta dalam Event kampanye HAKTP, menyebarkan informasi terkait pelaksanaan HAKTP, berdonasi, serta beberapa kegiatan lainnya.
Namun sayangnya kendati kegiatan Kampanye tersebut dilakukan rutin setiap tahunnya, pada kenyataannya kekerasan terhadap perempuan masih terus terjadi dan justru mengalami peningkatan di setiap tahun. Kasus demi kasus terkait kekerasan terhadap perempuan seolah menjadi hal yang familiar berlalu-lalang dalam pemberitaan.
Hal tersebut menunjukkan bahwa kampanye yang digaungkan pada kenyataannya tidak memberikan dampak yang berarti terhadap pengentasan kekerasan terhadap perempuan, dan menunjukkan bahwa Kampanye tersebut tak lebih dari hanya sekedar perayaan seremonial semata karena tidak ada langkah secara nyata yang menjadi solusi dari masalah kekerasan yang menimpa perempuan di seluruh dunia.
Hal tersebut dipengaruhi oleh cara pandang dalam sistem Kapitalisme terhadap perempuan sehingga berimbas pada penyelesaian masalah atau solusi yang diberitakan. Dalam sistem Kapitalisme perempuan ditargetkan sebagai komoditi yang sangat berpotensi. Dari akar masalah tersebut kemudian munculah berbagai macam masalah yang melibatkan perempuan dan sangat mudah menjadi sasaran kekerasan.
Dalam sistem Kapitalisme, materi menjadi sesuatu yang mau tidak mau menjadi hal yang amat penting sebagai bahan bakar berjalannya penghidupan sehari-hari. Dimulai dari biaya hidup seperti keperluan makan, tempat tinggal, pakaian, kemudian pembiayaan pendidikan hingga kesehatan yang semuanya adalah hal yang mau tidak mau harus dipenuhi. Sedang beberapa tidak bisa didapat dengan biaya yang murah. Hal tersebut mendorong pemenuhan ekonomi yang lebih dan lebih lagi.
Hal tersebut juga mendorong setiap orang berusaha sebisa mungkin untuk memenuhi kebutuhan diri mereka masing-masing, dan keluarga. Dalam hal ini laki-laki berperan sebagai pemberi nafkah utama bagi keluarga menjadi objek utama yang diandalkan untuk memenuhi semua kebutuhan tersebut. Namun karena tuntutan yang semakin besar tak jarang perempuan ikut andil dalam pemenuhan kebutuhan rumah tangga.
Sementara di Era kapitalisme saat ini lapangan pekerjaan yang tersedia lebih banyak diperuntukkan untuk kaum hawa. Dengan dalih bahwa tenaga perempuan lebih teliti, rajin dan dapat diandalkan. Sehingga tak sedikit perempuan pada akhirnya keluar dari Marwah nya untuk sekedar membantu perekonomian keluarga.
Padahal perempuan dan laki-laki tentu beda secara kodratnya ketika Allah menciptakan mereka dengan desain sesuai tujuan penciptaan mereka masing-masing. Perempuan yang memang memiliki fisik tak sekuat laki-laki pada akhirnya harus keluar rumah dengan banyak bahaya yang bisa saja terjadi pada mereka. Memungkinkan kekerasan sangat mudah terjadi karena mereka dipandang sebagai objek yang lemah. Belum lagi permasalahan keluar yang mengintai mereka karena perubahan peran dalam rumah tangga. Dimana kebanyakan kasus KDRT yang dialami oleh perempuan disebabkan karena pihak laki-laki sebagai kepala rumah tangga merasa tidak terima atau tidak dihargai karena kedudukannya sebagai kepala rumah tangga beralih.
Tentu hal tersebut berbeda dalam sistem Islam. Dimana kehormatan Perempuan sangat dijaga, yang mana dalam islam, perempuan berkedudukan sebagai Ummu Warobatul bait yakni sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. Sehingga rumahlah tempat terbaik dan teraman yang dapat mejaga kehormatannya. Dalam Islam seorang perempuan menjadi tanggung jawab orang tuanya hingga ia menikah dan menjadi tanggung jawab suaminya ketika ia telah menikah. Tanggung jawab ini antara lain terkait nafkah, keamanan, maupun pendidikan yang akan senantiasa perempuan dapatkan baik itu dari ayahnya ataupun dari suaminya ketika ia sudah menikah sehingga kehormatan serta keamanannya menjadi terjamin.
Apalagi dalam sistem Islam masalah ekonomi dalam hal ini terkait lapangan pekerjaan, maka akan dibuka secara luas kepada Laki-laki sebagai pemberi nafkah menjadi skala prioritas. Jika perempuan tetap ingin bekerja maka dalam aturan Islam ia keluar rumah dalam keadaan tanggung jawabnya sebagai ibu dan pengatur rumah tangga sudah selesai terlaksana, sehingga tidak akan menimbulkan masalah dikemudian hari yang bisa jadi menjadi pemicu timbulnya kekerasan dalam rumah tangga.
Begitulah ketika aturan-aturan Islam diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan. Maka tak dipungkiri kemanan bagi perempuan juga menjadi jaminan dalam sistem peraturan dalam Islam. Sedang aturan-aturan tersebut tidak akan dapat terlaksana secara paripurna dan mengakar jika tidak ada Sistem yang mampu menerapkannya dan menaunginya, yaitu adalah Sistem Pemerintahan Islam.
Wallahu alam bishowab
Views: 30
Comment here