Oleh : Halimatus sa’diah S.Pd
wacana-edukasi.com, OPINI-– Kelangkaan gas melon bukan menjadi hal yang baru di kondisi kita hari ini. Dari kenaikan harga, sulitnya mendapatkannya dan minimnya stok ketersediaan menjadikan hal ini menjadi sesuatu yang harus di soroti dan di perhatikan lagi akar permasalahan nya.
Banyaknya argumen dan solusi yang tidak efektif menjadi topik pembicaraan yang entah kapan akan membuahkan hasil. Kondisi seperti ini seakan di anggap biasa saja oleh masyarakat yang senantiasa mendapatkan kelangkaan gas melon ketika menjelang hari-hari besar tertentu dan menjadikan mereka lebih waspada untuk menyetok gas melon untuk kebutuhan nya.
Di lansir dari tribunkaltim.co (13/01/2024) Samarinda, Harga gas elpiji 3 kg di sejumlah daerah melambung jauh di atas harga eceran tertinggi (HET). Hal itu terjadi lantaran maraknya penjualan elpiji 3 kg di penyalur non resmi (pengecer).
Menanggapi hal itu, Pertamina Patra Niaga menyampaikan kepada seluruh konsumen yang berhak mendapatkan elpiji 3 kg bersubsidi untuk membeli di pangkalan resmi Pertamina. Pertamina Patra Niaga juga mengingatkan ancaman pidana penjualan elpiji 3 kg oleh Lembaga penyalur non resmi karena bertentangan dengan Undang-undang Migas Nomor 22 Tahun 2001.
Begitu pula yang di beritakan dari Berau post(03/01/2024) tanjung redeb, Beberapa hari terakhir tak sedikit masyarakat khususnya para Ibu Rumah Tangga (IRT) mengeluhkan sulitnya mendapat gas elpiji, jika ada pun harganya yang biasa hanya Rp 32 ribu menjadi Rp 40 ribu untuk setiap satu gas 3 kilo.
Dia berharap ada perhatian serius dari pemerintah daerah terkait hal ini, karena kondisinya sudah sangat menyusahkan masyarakat. Merespons hal ini Wakil Ketua Komisi II, Wendie Lie Jaya, kondisi ini disebabkan adanya oknum-oknum yang melakukan penyelewengan atau melakukan penyalahgunaan barang bersubsidi tersebut. Dimana menurutnya, hal tersebut harus menjadi perhatian dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Berau untuk menangani permasalahan yang saat ini sedang terjadi. Hal ini pun ditegaskannya, seharusnya menjadi perhatian serius dari Pemkab Berau, dalam arti Pemkab harus membentuk tim untuk membuat transparansi penyaluran barang bersubsidi tersebut. Sehingga penyaluran mulai dari atas bisa berjalan dengan lancar.
Dia juga meminta pemerintah daerah dapat menggandeng pihak berwajib untuk melakukan kegiatan mulai dari atas, dan dirinya pun meminta jika memang ada oknum yang melakukan hal tersebut maka bisa ditindak tegas.
Menurut politisi Partai NasDem ini juga, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Berau pun siap untuk melakukan pengawasan atas kerja tim jika Pemkab Berau mau membentuk tim nantinya. Karena menurutnya hal tersebut juga menjadi pengawasan dari Komisi II DPRD Berau. Sementara Sales Branch Manager (SBM) Rayon VI Pertamina Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara (Kaltimut), Gatot Subroto, belum bisa dikonfirmasi terkait hal ini.
Diwartakan sebelumnya, Kepala bagian Ekonomi, Sekretariat kabinet (Setkab) Berau, Kamaruddin mengungkapkan, fenomena kenaikan harga tersebut belum diketahui penyebabnya. Bahkan dia mengaku baru mengetahui informasi tersebut. Dia menyebut, saat ini khusus di wilayah Berau distribusi gas melon dijatah dalam setahun sebanyak 2,1 juta tabung. Itu sudah melalui pendataan subjek penerima tabung yang masuk dalam kategori tidak mampu alias miskin
Ia mengungkapkan fenomena terbalik malah terjadi di lapangan. Di mana banyak orang yang memiliki kemampuan ekonomi baik di atas rata-rata penduduk miskin di Berau, malah berebut untuk mendapatkan jatah tabung gas melon. Hal itu yang kerap menjadi penyebab kelangkaan tabung gas di Berau. Karena itu, pemerintah disebutnya memberikan peringatan serius agar pembeli tabung gas mesti orang yang benar-benar tidak mampu.
Selain menyasar kelompok warga kurang mampu. Gas melon disubsidikan kepada pelaku Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Berau dengan jumlah yang juga dibatasi. Pembelian maksimal untuk dua sampai tiga tabung dalam sehari. Termasuk jatah khusus bagi kelompok nelayan yang membutuhkan tabung gas untuk berangkat menangkap ikan. Selain itu, pihaknya melakukan komunikasi intens dengan pihak agen, demi memastikan tidak ada terjadi penimbunan gas melon oleh para agen hingga pengecer pinggir jalan.
Di wilayah Berau, kini terdapat 6 agen yang bergerak aktif menyalurkan gas melon. Sementara untuk jasa penyalur, sekitar 100 lebih yang berada di bawah pengawasan pemerintah daerah. Dia juga menyampaikan, pada 2024 ini diterapkan skema penyaluran subsidi gas melon secara tertutup. Kebijakan yang mengharuskan para pembeli mesti menunjukkan KTP untuk membeli gas melon. Namun kebijakan itu belum turun ke daerah. Pemerintah belum mengeluarkan aturan khusus terkait rencana tersebut. Namun dia pastikan skema itu akan berjalan demi memberikan hak subsidi tepat sasaran.
Dalam sistem kapitalisme semua dikembalikan pada kekuatan modal. Sementara batasan miskin berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) jika pendapatan per orang per hari di bawah Rp 18.348. Artinya orang yang berpenghasilan 20.000 per hari, tidak masuk ke dalam kelompok miskin. Bisa dibayangkan bagaimana nasib rakyat yang tidak masuk kategori miskin tentu tidak mendapatkan pelayanan subsidi dari pemerintah. Padahal uang pendapatan dua puluh ribu sehari jangankan membeli gas subsidi untuk makan saja susah. Sayangnya kondisi seperti itu tidak masuk kategori miskin.
Dalam sistem kapitalisme berjalannya roda perekonomian diserahkan pada mekanisme pasar tanpa campur tangan pemerintah. Sehingga subsidi dianggap sebagai beban negara yang menguras Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan menghambat prinsip hak bersaing bagi setiap orang untuk memperoleh sumber ekonomi.
Negara di dalam sistem kapitalisme hanya berfungsi sebagai pengawas berjalannya mekanisme pasar dengan menerbitkan berbagai regulasi yang menjamin hal tersebut. Padahal yang membebani APBN bukanlah subsidi akan tetapi pembayaran utang berikut bunganya. Megaproyek yang dicanangkan dengan anggaran fantastis faktanya diperoleh dengan dana utang. Anehnya subsidi rakyat yang dituduh menguras APBN negara.
Pemerintah telah gagal memenuhi kebutuhan rakyatnya karena kelangkaan gas ini bukan disebabkan karena permintaan yang meningkat atau salah sasaran akan tetapi lebih karena ketidakmampuan pemerintah mengelola Sumber Daya Alam(SDA).
Padahal Indonesia punya potensi kekayaan SDA sebagaimana yang pernah dirilis oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Indonesia memiliki cadangan gas alam atau gas bumi sebesar 41,62 triliun kaki kubik persegi. Dengan semua potensi yang ada, mestinya pemerintah bisa menyejahterakan dan meringankan beban rakyat, termasuk dalam memberi layanan elpiji atau bahan bakar dan layanan publik lainnya dengan mudah dan murah.
Masalahnya, paradigma kepemimpinan dan tata kelola negara yang diadopsi pemerintahan saat ini kapitalistik neoliberal. Kepemimpinan dan tata kelola hanya berorientasi pada kekuasaan dan kepentingan kelompok tertentu.
Solusi selalu diberikan oleh pemerintah untuk mengatasi kelangkaan dan lonjakan harga terhadap semua komoditi yang dibutuhkan rakyat, namun lagi-lagi solusi yang diberikan tidak berpihak kepada rakyat. Tampak sekali sistem saat ini tidak memiliki perhatian terhadap rakyat dan tidak bertanggung jawab atas kondisi yang tengah dialami oleh rakyatnya. Pemerintah hanya berkutat pada masalah teknis dalam kebijakannya. Untuk mengantisipasi kelangkaan dan lonjakan harga pemerintah menggandeng pihak ketiga untuk pendistribusian gas melon sehingga solusi yang diberikan tidak tepat sasaran, akan tetapi menguntungkan pihak ketiga yang saat ini dipegang oleh korporasi meski bertindak seakan untuk menertibkan pendistribusian gas melon kepada rakyat.
Semua ini berakar dari liberalisasi sektor energi sebagai konsekuensi penerapan sistem ekonomi kapitalisme. Kapitalisme meniscayakan pemerintah dalam mengatur kebijakan memenuhi hajat rakyatnya memperlihatkan bahwa mereka hanya berperan sebagai regulator. Beginilah Penguasa dalam sistem Kapitalisme yang tidak memperdulikan rakyatnya. Padahal Gas adalah salah satu kebutuhan Vital bagi masyarakat. Hal ini memperlihatkan kepada kita betapa minimnya kepedulian pemerintah terhadap kebutuhan pokok rakyatnya.
Islam adalah sebuah ideologi yang melahirkan aturan yang mengatur segala aspek kehidupan termasuk masalah energi atau sumber daya alam lainnya.
Ketika Syariah Islam diterapkan oleh negara maka segala bentuk energi akan dikelola sesuai dengan syariah untuk kesejahteraan rakyat. Berikut politik energi dalam Islam dan solusi atas langka dan mahalnya gas:
Pertama, Dalam pandangan Islam, energi seperti migas, batu bara, panas bumi, dan sebagainya adalah termasuk kepemilikan umum yang wajib diatur oleh negara. Dari sisi sumber energi, jika di suatu negeri muslim berbagai sumber energi tersedia dalam jumlah yang melimpah, maka ladang-ladang energi tersebut harus dikelola oleh negara sesuai syariah.
Kedua, Negara wajib mengurus energi sebaik-baiknya dalam kerangka mengurusi pemenuhan kebutuhan rakyat sehingga tak ada satu pun warga yang kesulitan mendapatkan energi seperti Gas melon.
Jika dalam negeri tidak ada sumber energi yang melimpah, pemerintah wajib mendatangkan energi dengan cara yang paling efisien agar tidak ada warga negara yang sampai tidak sanggup menjalankan syariahnya karena kelangkaan dan mahalnya energi.
Ketiga, Adapun perusahaan-perusahaan energi baik gas, minyak, batu bara, panas bumi atau yang lain seperti air, angin, nuklir, dan biofuel untuk dijadikan listrik atau bahan bakar, semua itu harus didorong oleh negara agar tumbuh dan kreatif serta beroperasi sesuai dengan syariah Islam.
Keempat, solusi berikutnya adalah menyatukan kekuatan energi dan SDA dari negeri-negeri muslim seluruh dunia.
Jika semua cadangan minyak, gas, batu bara dan SDA yang lain dari seluruh negeri muslim di dunia ini disatukan dan dikelola sesuai syariah Islam maka tidak akan terjadi kelangkaan gas seperti yang terjadi saat ini. Negara akan mendistribusikan kebutuhan gas dan SDA lainnya kepada rakyat secara murah bahkan cuma-cuma atau gratis.
Inilah beberapa solusi Islam terhadap langka dan mahalnya gas yang terjadi saat ini bahkan sampai nanti sehingga tidak terjadi kelangkaan.
Hal ini tentu hanya akan terwujud ketika negeri ini meninggalkan sistem ekonomi kapitalisme dan segera kembali kepada sistem ekonomi Islam yang diterapkan melalui sistem pemerintahan Islam.
Wallahu alam bisshowwab
Views: 6
Comment here