Mirisnya, di tanah yang begitu kaya, penghasil emas berton-ton kenapa bisa mengalami kelaparan? Bukankah bantuan logistik dari daerah sekitar yang tidak mengalami bencana kekeringan bisa diusahakan untuk disalurkan kepada dua Distrik yang mengalami kekeringan tersebut?
Oleh: Siombiwishin (Aktivis Perempuan)
wacana-edukasi.com, OPINI– Kekeringan panjang di Distrik Agandugum dan Distrik Lambewi di Kabupaten Puncak, Papua Tengah sejak Mei 2023 lalu, kini memakan korban. Selain membuat ribuan warga terancam kelaparan akibat gagal panen, dikabarkan terdapat enam orang meninggal dunia, diantaranya terdapat seorang bayi yang berusia 6 bulan.
Sekretaris Daerah (Sekda) Puncak Darwin Tobing menjelaskan, dari laporan yang diterima enam orang yang meninggal itu masing-masing berasal dari Distrik Agandugum dan Distrik Lambewi. “Rata-rata warga yang meninggal akibat kelelahan dan mengalami buang air yang disertai darah,” katanya (Antara, 31-07-2023).
Mirisnya, ditanah yang begitu kaya, penghasil emas berton-ton kenapa bisa mengalami kelaparan? Bukankah bantuan logistik dari daerah sekitar yang tidak mengalami bencana kekeringan bisa diusahakan untuk disalurkan kepada dua Distrik yang mengalami kekeringan tersebut? Lantas apa yang menahan bantuan logistik begitu terlambat untuk sampai di kedua Distrik sehingga bencana kelaparan melanda sampai memakan korban?
Walaupun pemerintah Kabupatan Puncak telah menyiapkan bantuan kepada korban bencana, namun penyalurannya terpantau lamban. Hal ini disebabkan karena bantuan yang dikirim tidak langsung dapat dinikmati oleh warga Distrik yang terkena bencana, bantuan tersebut disalurkan melalui Distrik lain (Distrik Sinak) baru kemudian masyarakat datang mengambil bantuan tersebut ke Distrik yang menjadi tempat penyaluran bantuan.
Bupati Puncak Willem Wandik mengatakan “Tadi kami dari pemerintah sudah menyalurkan bantuan makanan ke Distrik Sinak. Nanti masyarakat turun ambil baru nanti mereka bawa naik.”
Willem menambahkan alasan Distrik Sinak dipilih untuk menjadi tempat penyaluran bantuan adalah karena masalah transportasi. Sebab, saat ini tidak ada pesawat yang mau terbang ke Distrik Agandugume. (detiksulsel, 24-07-2023)
“Kesulitan penanganan bencana ini adalah belum tersalurkannya bantuan bencana secara langsung ke Distrik Agandugume dan Lambewi diakibatkan tidak adanya layanan penerbangan dengan alasan keamanan yang kurang kondusif atau adanya gangguan keamanan,” kata Willem. (viva.co.id, 30-07-2023)
Tidak adanya maskapai penerbangan yang berani untuk membawa bantuan ke daerah tersebut dipicu oleh kejadian penyanderaan pilot Susi Air oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB), serta adanya kejadian penembakan pesawat yang belakangan terjadi.
Direktur Pamong Institute Drs. Wahyudi al-Maroky, M.Si turut menyampaikan suaranya terkait perkara ini “Ini berita menyedihkan! Saya, sebagai orang yang lahir dan besar di Papua, sedih mendengar kabar enam orang meninggal karena kelaparan. Satu orang saja warga negara Indonesia meninggal, itu pertanda bahwa visi atau tugas negara melindungi segenap rakyat gagal dilakukan oleh pemerintah,” ungkapnya di Bincang Bersama Sahabat Wahyu: Papua Sayang, 6 Meninggal Karena Kelaparan, Penguasa Gagal Sejahterakan Papua? Melalui kanal Qolbu Dakwah, Selasa (01-08-2023).
Jika ditilik lebih dalam, segala penyebab yang membuat bantuan lamban untuk sampai ke Distrik yang terdampak bencana, seharusnya dapat ditangani oleh negara. Diketahui Indonesia memiliki pesawat yang tidak sedikit yang bisa diwajibkan untuk diberangkatkan dengan satu perintah dari penguasa. Mengenai keamanan, bukankah Negara ini memiliki prajurit-prajurit luar biasa yang bisa menjaga keamanan NKRI yang begitu luas? Apalagi hanya menyalurkan bantuan ke Distrik yang merupakan bagian kecil dari wilayah NKRI yang besar ini?.
Papua adalah bagian dari negara Indonesia, maka sudah menjadi tanggung jawab negara sesuai konstitusi untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Lambannya penanganan negara dalam meminimalisir penderitaan korban dampak bencana kekeringan dengan mengirim bantuan, serta segala penyab yang membuat bantuan tersebut tidak dapat sampai tepat waktu dan meninggalnya enam warga Distrik yang terdampak bencana menjadi bukti kelalaian negara dalam melindungi rakyatnya.
Hal ini tentu berbanding terbalik dengan pandangan islam dalam melindungi rakyatnya. Islam memandang “Hilanganya dunia lebih ringan bagi Allah dibanding terbunuhnya seorang muslim tanpa hak.” (HR. Nasai 3987, Turmudzi 1455, dan disahihkan Al-Albani)
Jejak sejarah memperlihatkan betapa pemerintahan Islam sangat serius mengurus rakyatnya. Diketahui pada masa pemerintahan khalifah Umar bin Khattab pernah terjadi musim paceklik di Madinah, Umar sebagai pemimpin setiap hari keliling memantau rakyatnya, beliau sampai tidak tidur, beliau bahkan hanya memakan sedikit roti dan minyak zaitun untuk menahan rasa lapar dari perutnya, karena takut ada satu saja rakyatnya yang mengalami kekurangan makanan apalagi sampai kelaparan. Bukan hanya itu, beliau segera mengirim surat ke wilayah-wilayah kekuasaan Islam untuk segera mengirim bantuan ke Madinah agar bencana tersebut bisa segera diatasi. Beliau juga ikut dalam pendistribusian bantuan, bahkan mencapur adonan roti untuk rakyatnya.
Pemerintah saat ini harus mencontoh kepemimpinan Umar bin Khattab, sigap dan bersegera dalam mengurusi rakyat saat menghadapi bencana kelaparan yang dialami rakyat Papua agar tidak bertambah warga yang meninggal menjadi korban kelaparan ditanah Papua yang dikelilingi dengan SDA melimpah namun kesalahan dalam mengelola SDA mengakibatkan jatuhnya korban karena kelaparan tentu sangat miris.
Belum lagi sulit nya akses menuju lokasi bencana dikarenakan ketiadaan sarana dan prasarana yang minim dan pembangunan infrastruktur yang tidak merata dan timpang antara pusat pemerintahan dan daerah yang jauh dari pusat pemerintahan. Adapun mengenai serangan separatis dari KKB pemerintah harus bertindak tegas terhadap kelompok ini, sebab mengancam keselamatan warga negara, bahkan harus menghentikan dengan melakukan penyerangan dan penyelamatan untuk melindungi warga Papua dengan mengirimkan pasukan militer untuk menumpas kelompok KKB karena sejatinya merekalah teroris yang sebenarnya di negeri ini.
Sungguh, jika para penguasa mau mengambil pelajaran pada sejarah kepemimpinan yang berhasil menyejahterakan rakyatnya, maka jangankan meninggal karena kelaparan, tapi bencana kelaparan tersebut bisa diminimalisir bahkan mungkin tidak akan terjadi.
Wallahu’alam.
Views: 7
Comment here