Opini

Kelaparan Melanda Palestina, ke Mana Pemimpin Kaum Muslim Dunia?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh. Yana Sofia (Aktivis Dakwah dan Pemerhati Umat)

wacana-edukasi.com, OPINI– Saat ini, hampir seluruh wilayah Palestina dilanda kelaparan akibat krisis makanan. Sepanjang 81 hari perang, Israel kerap menghalangi pasokan makanan yang dihantarkan ke jalur Gaza dan sekitarnya tempat pengungsi bertahan hidup dan berlindung dari genosida Zinois yang tak pernah reda. Akibatnya, anak-anak dan warga yang mengungsi kekurangan makanan dan air bersih. Sementara, dunia dan seluruh negeri Islam hanya bisa menonton tanpa mampu mengambil tindakan.

Aktivis kemanusiaan yang terlibat dalam organisasi Medical Emergency Rescue Committee (MERC), Abdillah Onim membagikan sejumlah fota dan video yang memperlihatkan kondisi memprihatinkan rakyat Palestina di laman Treadsnya @bangonim (Jumat, 22/12/2023). Sosok yang pernah menjadi wartawan TvOne dan pernah bertugas menjadi Ketua Cabang Jalur Gaza ini menyebut bahwa anak-anak Gaza saat ini kekurangan makanan, bahkan terpaksa minum air yang tidak layak.

Pertanyaannya, kenapa dunia hanya menonton derita ini tanpa mengulurkan tangan? Mengapa pemimpin kaum muslim di dunia tidak mampu menolong saudaranya yang mengungsi dari kebiadaban Israel, padahal Mesir misalnya, hanya dipisahkan oleh dinding dengan jalur Gaza?

Sebenarnya, kita bisa mengetahui sebab-akibat ini, dengan merujuk pada sikap penguasa muslim di dunia. Penguasa muslim telah menjadikan alasan sekat bangsa sebagai dalih untuk berkhianat kepada saudaranya yang tengah membela kehormatan tanah suci Palestina. Alasan ini terdengar klise mengingat hak dan kewajiban terhadap sesama muslim wajib ditunaikan dalam kondisi apa pun menurut ajaran Islam. Namun, alasan absurd ini begitu saja diterima karena keberadaan nasionalisme telah menggantikan ikatan akidah dan ukhuwah Islam menjadi sama, bahkan hilang tanpa jejak. Lantas dengan ide cinta golongan tersebut pemimpin kaum meneriakkan semboyan patriotisme yang tak ada habisnya.Tak heran, jika nasionalisme ini menjelma menjadi rantai gajah, yang mengikat tangan dan kaki umat Islam dunia, sehingga tidak bebas bergerak membantu saudaranya dari kezaliman Zionis yang melakukan kejahatan secara terang-terangan.

Dalam pandangan nasionalisme, penderitaan rakyat Gaza adalah urusan rakyat Palestina. Sementara muslim di dunia, tak bisa berbuat apa-apa selama mereka masih berada dalam kekuasaan berlandaskan asabiah (suku atau bangsa) dan berdiri di bawah bendera yang berbeda. Setiap negara wajib tunduk terhadap hukum internasional yang mengatur hubungan diplomatik antara dua negara. Bahkan, negara-negara yang bersatu dalam ikatan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) sekalipun, tak mampu melakukan apa-apa. Kondisi inilah yang membuat agresor Israel itu percaya, bahwa dunia Islam tak akan melakukan perlawanan walaupun mereka membunuh “ibu kandung” umat Islam di depan mata mereka.

Karena itu, wajar jika kita menyebutkan bahwa nasionalisme yang dilahirkan oleh ide sekularisme ini adalah racun yang berbahaya. Nasionalisme mampu mematikan kepedulian dan rasa kemanusiaan kepada saudara seiman, sehingga umat Islam hanya bisa mengutuk namun tak mampu membalas dengan upaya yang setimpal. Akibat nasionalisme, umat Islam yang banyak telah diremehkan keberadaannya, juga direndahkan oleh segelintir penjajah tanpa daya dan upaya untuk membela diri, apalagi membalas mereka dengan cara mengerahkan militer dan mengangkat senjata.

Jelas, kesombongan Zionis bukan karena umat Islam di posisi minoritas, sebagaimana suku Rakhine Rohingya atau Etnis Uighur di Xinjiang China yang tak bisa berbuat apa-apa di hadapan penguasa kafir yang menindas dan menggenosida. Umat Islam di dunia jumlahnya sangat banyak, cukup mampu untuk menekan Zionis yang jumlahnya tak seberapa dibandingkan kekuatan negeri-negeri Islam di dunia. Lalu, mengapa Zionis itu berani? Tidakkah mereka takut kepada negeri kaum muslim yang juga memiliki persenjataan dan militer yang kuat di masing-masing negara?

Untuk mengurai hal ini, maka cukuplah sabda Rasulullah yang mampu memahamkan kita kondisi yang tak bisa terjawab bahkan oleh ribuan diskusi di Mahkamah Internasional PBB. Rasulullah saw. pernah menyebutkan alasan kenapa umat Islam yang banyak tak mampu melakukan perlawanan kepada musuh Allah, bahkan kepada Zionis yang jumlahnya tak bisa dibandingkan dengan banyaknya kaum muslim di dunia. Penyebabnya karena umat Islam telah tertawan oleh suatu penyakit yang bernama “wahn” yakni sikap cinta dunia dan takut mati. Wahn ini termasuk cinta akan harta, keluarga, golongan, bahkan tanah air yang tidak berlandaskan Islam. Karena keberadaan sekularisme telah membuat umat Islam jauh dari Al-Qur’an dan sunah, sehingga seluruh rasa cinta tercurahkan kepada sesuatu yang berorientasikan kepada manfaat belaka, mengabaikan ukhuwah dan kepedulian antarsaudara seiman. Inilah yang membuat kaum muslim sibuk dengan urusan sendiri, tanpa peduli pada agama dan urusan kaum muslim.

Rasulullah saw bersabda,

يُوشِكُ الْأُمَمُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى الْأَكَلَةُ إِلَى قَصْعَتِهَا، فَقَالَ قَائِلٌ: وَمِنْ قِلَّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ؟ قَالَ: «بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌ، وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ، وَلَيَنْزَعَنَّ اللَّهُ مِنْ صُدُورِ عَدُوِّكُمُ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ، وَلَيَقْذِفَنَّ اللَّهُ فِي قُلُوبِكُمُ الْوَهْنَ»، فَقَالَ قَائِلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَمَا الْوَهْنُ؟ قَالَ: «حُبُّ الدُّنْيَا، وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ

“Hampir tiba masanya kalian diperebutkan seperti sekumpulan pemangsa yang memperebutkan makanannya. Maka seseorang bertanya : ”Apakah karena sedikitnya jumlah kita?” (Bahkan kalian banyak, akan tetapi kalian seperti buih mengapung). Dan Allah telah mencabut rasa gentar dari dada musuh kalian terhadap kalian. Dan Allah telah menimpakan dalam hati kalian penyakit Al-Wahn. Seseorang bertanya : ”Ya Rasulullah, apakah Al-Wahn itu?” Nabi shallallahu ’alaih wa sallam bersabda : ”Cinta dunia dan takut akan kematian. (HR. Abu Dawud, hadist no. 4297)

Untuk mengejawantahkan seluruh masalah ini, khusunya untuk membuka mata pemimpin dunia bukanlah tidak ada solusinya. Islam adalah ideologi yang paripurna mampu menyolusi masalah yang berhubungan dengan politik dan pemerintahan, juga mengatur kemandirian militer demi menjalankan tugas jihad menolong saudara yang terzalimi. Hanya saja, seluruh konsensi dan kebijakan ini hanya bisa dijalankan oleh negara yang berlandaskan syariat Islam Kaffah, bukan sistem hukum yang lahir dari ideologi sekuler yang menjauhkan islam dari kehidupan.

Karena itulah, mewujudkan kepemimpinan Islam yang dengannya mampu melahirkan pemimpin-pemimpin yang amanah adalah tugas kita bersama. Yakni pemimpin yang pada dirinya melekat sifat-sifat sebagai Amirul Mukminin, yakni pemimpin bagi orang-orang yang beriman. Amirul Mukminin tidak akan berdiam diri melihat umat Islam terzalimi, karena ia sadar bawah di dalam kepemimpinanmya ada tanggung jawab besar yang kelak akan Allah mintai pertanggungjawabannya. Sebagaimana sabda Rasulullah saw.,“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas apa yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari Muslim)

Wallahua’lam bishawab!

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 14

Comment here