Oleh : Mimi Husni (Aktivis Muslimah)
wacana-edukasi.com, OPINI– Kita sudah memasuki bulan februari, momen yang di tunggu di setiap tahunnya pada tanggal 14 februari, di seluruh dunia sebagian pria dan wanita tidak luput untuk merayakan yang namanya hari kasih sayang, atau Valentine’s Day, pun di Indonesia. Warna pink menjadi virus yang menjangkiti para muda mudi. Ajang tukar-tukaran kado dan kartu ucapan, tradisi memberikan cokelat, janjian untuk boking hotel, nyari restauran mewah untuk ikrar cinta sejati, pesta miras dan narkoba hingga seks bebas yang di lakukan oleh muda-mudi tidak bisa d bendung. Apakah benar V-Day adalah hari kasih sayang sejati?
Ada beberapa versi tentang sejarah Valentine’s Day : Pertama, sebagian memahaminya sebagai sebuah perayaan Lupercalia, yaitu rangkaian upacara pensucian masa Romawi Kuno, pada masa itu – 14 Februari, para pemuda mengundi nama-nama gadis di dalam kotak. Lalu setiap pemuda mengambil nama secara acak dan gadis yang namanya keluar harus menjadi ‘pasangannya’ selama setahun untuk senang-senang dan objek hiburan. (The World Book Encyclopedia: 2010)
Kedua, Upacara lupercalia yang dilaksanakan ketika agama Kristen katolik masuk Roma, mereka menyandingkan nama-nama para gadis dengan nama Paus atau Pastor, yang terpilih maka mereka akan akan menjadi pasangan. Kegiatan ini di dukung penuh oleh Kaisar Konstantine dan Paus Gregory I kala itu (The Encyclopedia Britannica: Christiany).
Ketiga, pada masa 496 M Paus Gelasius I menjadikan upacara Romawi Kuno ini menjadi hari Perayaan Gereja dengan nama Saint Valentine’s Day untuk menghormati St. Valentine yang kebetulan mati pada 14 Februari. (The World Book Encyclopedia: 1998).
Berdasarkan hal tersebut, Valentine’s Day merupakan produk budaya yang bukan berasal dari dunia Islam. Seharusnya kita sebagai muslim yang punya pedoman hidup sendiri tidak ikut-ikutan dalam merayakan budaya tersebut.
Valentine’s Day sejatinya merupakan alat untuk mengkampanyekan kebebasan seksual alias perzinahan, khususnya dikalangan generasi muda. Berbagai penyimpangan terjadi. Hari Valentine kini menyimpan banyak sisi gelap yang tabu untuk ditelisik, seks bebas salah satunya. Hal ini jelas sangat memberikan keuntungan bagi sebagian pelaku yang memanfaatkan momen Valentine day ini untuk melakukan pesta seks.
Berdasarkan survei Komnas Anak dan Lembaga Perlindungan Anak (LPA) pada tahun 2019 menyatakan bahwa sebanyak 80% remaja berusia 13 hingga 15 tahun mengaku telah berhubungan seks dengan pacar mereka. Terungkap sebanyak 62,7 % di 12 propinsi, penelitian yang dilakukan pada anak SMP mengatakan sudah tidak perawan. Sebanyak 21,2 % anak SMA yang disurvei mengaku pernah melakukan aborsi (Media Indonesia, 19/7/2019).
Menurut laporan dari kumparan.com, 14/02/2020. sebanyak 28 pasangan mesum mud-mudi terjaring razia di beberapa hotel di kota banjarmasin, di beberapa hotel di Kota Tangerang ada sebanyak 12 pasangan mesum di grebek Satpol PP. (antaranews.com, 14/02/2020). sedangkan di beberapa hotel di Surabaya ada 19 pasangan mesum yang terjaring razia (tribunnews.com, 14/02/2020).
Akibat praktek perzinaan ini, sebagaimana yang dilansir (siha.kemkes.com, 3/2021) jumlah kasus HIV/AIDS di Indonesia yang dilaporkan dari tahun 2005 sampai dengan maret 2021 cenderung meningkat setiap tahun. Jumlah kumulatif yang dilaporkan sebanyak 427.201 (78,7 % dari target 90% estimasi ODHA tahun 2020 sebesar 543.100.
Seks bebas secara besar-besaran dikelola dengan bingkai kasih sayang/valentine’s day, merupakan pengaruh dari penegakan sekulerisme. Kebebasan yang di anut dengan memisahkan agama dari kehidupan inilah yang telah membuat generasi kebingungan dalam aktifitas yang dilaksanakan sehingga mengarah pada kebebasan melakukan hubungan diluar nikah yang berdampak buruk bagi generasi muda dan menimbulkan banyak permasalahan lainnya dalam masyarakat berupa aborsi, HIV/AIDS, dan kerusakan moral.
Di tambah lagi negara yang menerapkan sistem kapitalis semakin memfasiltasi pemikiran yang salah yang dibenarkan dengan melegalkan tayangan-tayangan percintaan di media massanya, selain membentuk mindset yang salah tayangan-tayangan tadi juga merangsang naluri berkasih sayang pada diri manusia untuk bangkit dan meminta pemuasan. Nah kalau belum nikah, pada siapa naluri tersebut akan disalurkan?
Sebagai remaja Islam harus lebih waspada. Jangan mudah tertipu dengan produk pergaulan bebas yang melenceng dari Islam. Liberalisasi pergaulan semacam valentine day seharusnya kita lawan. Kehidupan seperti ini tidak layak untuk kita tiru, karena Islam punya standar dalam aturan kehidupannya.
Islam mengajarkan kita untuk berprilaku terhormat. laki-laki maupun wanita yang bukan mahram diwajibkan ghodul bashor (menjaga pandangan). Tidak boleh ikhtilat apalagi khalwat. Hanya berinteraksi pada kondisi yang dibolehkan. Seperti pendidikan, kesehatan, jual beli dan dalam aktivitas lain yang mengandung kemaslahatan umat. Menempa pribadi umat dengan kepribadian Islam. Lebih banyak opini katanya terserah masyarakat, Opini semacam ini sangat berbahaya karena masyarakat saat ini sudah sakit dan sudah capek dengan berbagai kebobrokan yang ada. Dampaknya, tindakan apapun yang di ambil, sudah banyak anggota masyarakat yang menjadi korban; kerusakan masyarakat sudah terjadi di sana-sini. Selain itu, baik-buruk, benar-salah, dan manfaat-mudharat tidak boleh bergantung pada penilaian masyarakat. Harus dari sumber yang benar yakni Pencipta manusia, Allah SWT.
Membentuk masyarakat yang peduli, berusaha sekuat mungkin dan sungguh-sungguh untuk mencegah dan menghalangi perilaku-perilaku yang menyimpang dari syariat Islam, termasuk Budaya Liberalisme beserta turunannya (valentine’s day dll). penguasa yang beriman dan bertakwa, yang mengelola seluruh urusan negara berlandaskan syariat Islam. Yang mampu menghantarkan generasi pada visi hidup yang sesuai dengan Islam Kaffah.
Views: 14
Comment here