Oleh Adibah NF
Komunitas Literasi Islam
Firman Allah Swt. dalam Al Quran al Kariim surat An Nisaa ayat 141 yang artinya, “Dan sekali-kali Allah ti dak akan pernah memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang mukmin.”
Saat ini, dunia digemparkan dengan berita tentang sebuah kelompok militer bersenjata, Taliban, yang berhasil menduduki Kabul, ibu kota Afganistan pada Minggu 15/8/2021 waktu setempat. Perebutan kota itu terjadi dalam kurun waktu relative singkat dan mampu menarik perhatian banyak pihak untuk membahasnya. Mulai dari masyarakat secara umum hingga para politisi skala internasional (detik.com, 17/8/2021).
Kemenangan itu juga diakui oleh Presiden Afgaistan, Ashraf Ghani yang dipost dalam akun face booknya mengatakan Taliban telah menang karena berhasil menduduki kantor kepresidenan. Taliban harus bertanggung jawab penuh terhadap apa yang mereka lakukan. Kemenangan dengan penghakiman pedang dan senjata mereka. Maka bertanggung jawab pula atas kehormatan, properti dan pertahanan diri warga negara mereka (AFP,16/8/2021).
Euforia kemenangan pun mengalirkan arus hangat dalam jiwa kaum muslim. Terlebih yang dikibarkan oleh milisi Taliban adalah bendera tauhid, benderanya kaum muslim. Tentu saja hal ini memberikan energi luar biasa bagi siapa saja yang menghendaki penerapan aturan Islam dalam sebuah negara atau para pejuang Islam khususnya.
Namun dari kemenangan tersebut mengandung pertanyaan besar. Apakah kemenagan Taliban akan mampu melenyapkan hegemoni Amerika Serikat khususnya dan Asing atas Afganistan? Mengingat di sana masih melekat intervensi AS melalui perjajian dengan Afganistan yang dibuat tahun lalu di Doha, Qatar menandakan berakhirnya invasi militer AS selama 18 tahun lebih, sejak tahun 2001.
Adapun isi dari perjanjian itu antara lain; Pertama, AS menarik mundur pasukannya. Kedua, AS melepas pembatasan perang Maret 2020. Ketiga, sanksi AS kepada anggota Taliban akan dihapus. Keempat, kewajiban Taliban untuk tidak bekerja sama dengan siapapun yang mengancam keamanan AS. Kelima, Pengesahan PBB terkait perjanjian Taliban-AS. Ini menandakan, bahwa Taliban tetap berada dalam hegemoni AS.
Selain melaukan perjanjian dengan AS, Talibanpun bekerjasama dengan Cina. Sebagaimana pernyataan Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Cina, Hua Chunying bahwa Taliban sudah terus menyataan harapan mereka untuk menjalin hubungan dengan Cina, dan menantikan partisipasi Cina dalam rekontruksi dan pembangunan Afganistan (AFP, 15/8/2021).
Berbeda dengan apa yang dinyatakan Presiden AS, Joe Bidden, ia mengatakan bahwa AS telah menarik pasukannya. Kondisi Afganistanpun sungguh bagaikan keluar dari mulut buaya dan masuk ke mulut harimau, yang sama-sama bahayanya. Sebagaimana disampaikan oleh pengamat politik internasional, Budi Mulyana, S.I.P,M.SI, hengkangnya AS dari Afganistan bukan masalah sederhana. Selama hampir 20 tahun AS menduduki Afganistan. Selama itu Afganistan penuh dengan bayang-bayang AS. Dan mundurnya AS hanyalah sebagai langkah untuk mendapatkan kemenangan lain.
Lalu, Akankah Taliban Mengubah Pemerintah ke Arah Islam?
Apabila kita cermati dari awal berdirinya Taliban di Pakistan Utara sekitar tahun 1990-an, setelah pasukan Uni Soviet mundur dari Afganistan. Talibanpun berjanji jika berhasil berkuasa, akan memulihkan perdamaian dan keamanan berdasarkan syariat Islam pada dua negara yakni Pakistan dan Afganistan.
Namun faktanya saat ini, Taliban bukanlah Taliban yang berjuang untuk menerapkan Islam secara kaffah, melainkan Taliban yag siap diajak kompromi dan berunding melalui perjanjian. Terbukti dengan adanya perjanjian Doha yang telah disepakati antara AS dan Taliban.
Alhasil, Taliban terperangkap dengan perundingan bersama AS. AS mudah memainkan (aktornya) Taliban sebagai alat kepentingan mereka. Hal ini merupaka operasi politik yang sudah biasa dilakukan AS terhadap negara manapun yang menjadi target hegemoninya.
Maka dari itu, jika umat Islam berharap Taliban mengubah pemerintah kearah Islam sangatlah keliru. Sebab, Taliban tidak dapat dijadikan role model untuk gerakan Islam dalam memperjuangkan diterapkanya Islam kaffah dalam pemerintahan. Taliban masih mudah terjebak dengan berbagai kesepakatan dan negosiasi bersama AS.
Arah Perjuangan Islam
Umat Islam yang benar-benar menginginkan adanya perubahan kea rah Islam, semestinya mencontoh langkah atau metodenya teladan kita baginda Rasulullah Saw. saat menegakkan pemerintahannya di Madinah al Munawarah. Yakni berhasil menegakkan negara Islam Madinah. Melalui tiga tahapan yaitu, pembinaan dan pengkaderan, melakukan interaksi bersama umat termasuk di dalamnya mencari dukungan dan pertolongan ahlu quwah (yang memiliki kekuasaan), dan penerimaan kekuasaan dari pemilik kekuasaan.
Mendetili apa yang terjdi pada Taliban, tak akan mudah lantas membuat Afganistan mampu menerapkan Islam kaffah dalam pemerintahannya. Kalaupun berhasil, hanyalah mampu merubah secara parsial saja, jelasnya hanya lingkup dalam negeri Afganistan saja. Sementara urusan luar negeri masih bergantung pada negara tuannya, AS.
Oleh karena itu, umat Islam wajib memahami dengan benar makna kemenangan. Dalam Islam, yang disebut kemenangan hakiki adalah terbebas dari berbagai intervensi negara manapun dan tidak akan mau melakukan kerjasama dengan pihak manapun terutama negara kafir yang jelas-jelas membenci Isalm. Sebab, pemerintah yang akan didirikannya harus bersifat madiri, kuat dan mempunyai haibah dihadapan negara dan bangsa lain.
Salah satu contoh yang Rasulullah Saw. lakukan ketika menolak tawaran negara kafir yang mengiming-imingi dengan harta, jabatan bahkan perempuan dari Kaum Quraisy . Juga menolak tawaran pemimpin Bani Amir bin Sho-sho’ah yang bersedia menolong Nabi dengan syarat yaitu, setelah Nabi tiada, dialah yang akan memegang tampuk kekuasaan . Semua itu Rasulullah Saw. tolak, karena menerapkan hukum Islam tidak boleh setengah-setengah, sarat dengan intervensi dan hegemoni negara kafir.
Rasulullah Saw. dan para sahabat senantiasa istikamah di jalan perjuangan dakwah. Pemikiran (fikrah) dan Metode (thariqah) itulah yang membawa Islam pada ideologi konprehensif, menjadi mercusuar dunia, tanpa didikte negara lain. Sebaliknya, Rasulullahlah yang mempengaruhi dan merubah konsep pemikiran kufur yang melekat pada diri mereka, diganti dengan pemikiran Islam.
Semua itu tidak bisa ditempuh sebatas keinginan, semangat serta cita-cita semata. Namun harus ada wujud hakiki dalam memperjuangkan Islam kaffah yang akan diemban umat Islam secara umum. Sampai umat benar-benar tersadarkan oleh pemikiran dan hukum-hukum Islam. Hal ini hanya dapat diwujudkan dalam sistem pemerintahan yang hanya berhukum pada Islam secara utuh dan menyeluruh, dalam naungan Khilafah Islamiyah saja. Bukan sistem yang lain.
Wallahu a’lam bishshawab.
Views: 8
Comment here