Opini

Kemerdekaan Hakiki

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Novianti

Wacana-edukasi.com, OPINI-– Saat ini, Indonesia telah berusia 79 tahun. Ada yang berbeda dalam perayaan kemerdekaan tahun ini yaitu upacara peringatan akan dilakukan di dua tempat yaitu di Jakarta dan Ibu Kota Nusantara (IKN) Kalimantan Timur.

Persiapan sudah dilakukan jauh-jauh hari terutama di IKN. Peringatan kemerdekaan 2024 mengambil tajuk Nusantara Baru Indonesia Maju dan akan dihadiri 3000 orang di masing-masing tempat.

Tentunya rencana ini berimbas pada lonjakan biaya. Hal ini diakui Menteri Sekretaris Negara Pratikno sebagaimana diwartakan cnnindonesia.com (08-08-2024). Menurut Pratikno, pembengkakan biaya wajar terutama untuk persiapan di IKN. Pemerintah harus mengeluarkan biaya penyediaan berbagai fasilitas seperti kendaraan dan penginapan untuk para tamu undangan, hingga biaya tiket pesawat.

Namun, apakah kemegahan perayaan mencerminkan Indonesia benar-benar sudah merdeka?

Kemerdekaan Semu
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, merdeka bermakna terbebas dari penjajahan atau tidak bergantung pada pihak lain. Cita-cita dari kemerdekaan adalah terwujudnya kesejahteraan dan keadilan. Sebagai negara yang kaya dengan sumber daya alam, cita-cita tersebut bukanlah hal yang sulit diraih. Namun, fakta justru menunjukkan kondisi sebaliknya.

Meski usianya sudah mendekati satu abad, Indonesia belum bisa dikatakan merdeka. Terbukti masih banyaknya persoalan yang belum terselesaikan, bahkan semakin bertumpuk dan kompleks. Kantong-kantong kemiskinan menjamur di berbagai tempat. Biaya pendidikan makin mahal. Harga BBM, listrik, gas, kebutuhan pokok terus merangkak naik. Rakyat kian tercekik oleh berbagai aturan pajak. Pemerataan dan keadilan gagal diwujudkan, terbukti kesenjangan makin lebar antara kaya dan miskin.

Sebuah negara merdeka seharusnya terbebas dari penjajahan fisik dan non-fisik. Penjajahan fisik berupa pendudukan secara langsung oleh negara lain. Secara de jure, memang sudah tidak ada pendudukan secara fisik. Namun, secara de facto Indonesia belum lepas dari penjajahan non-fisik berupa penjajahan pemikiran. Terbukti bahwa Undang-undang untuk mengatur berbagai sektor seperti politik, ekonomi, pendidikan, hukum, masih merujuk pada barat yang ideologi sekuler. Kemerdekaan Indonesia masih berupa kemerdekaan semu.

Dalam Islam, kemerdekaan hakiki adalah ketika terbebas dari penghambaan kepada sesama manusia dan hanya menyembah Allah Swt sebagaimana yang diperintahkan dalam surah Thaha ayat 14. “Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.”

Kesimpulannya, kemegahan IKN dan perayaan hari kemerdekaan bukanlah cerminan Indonesia sudah menjadi negara berdaulat. Bahkan, pemerintah seharusnya tidak perlu menghambur-hamburkan biaya demi perhelatan upacara satu hari. Ada jutaan rakyat miskin dan kelaparan. Banyak yang tidak bisa bersekolah, ribuan orang sedang gamang, meratapi nasib karena kehilangan pekerjaan.

Indonesia Hari Ini
Kemiskinan masih merupakan masalah pelik yang belum terpecahkan. Meski tingkat pertumbuhan ekonomi terus naik, nyatanya tidak disertai perbaikan kualitas hidup rakyatnya.

Utang makin menggunung, terlebih di era Jokowi, presiden yang meninggalkan warisan utang terbesar pasca reformasi. Rasio utang terhadap produk domestik bruto meningkat tajam. Pada 2014, rasio utang berada pada level 24,75 persen, naik menjadi 38,79 persen pada Maret 2024. Belum lagi proyek-proyek yang diprediksi akan membebani negara seperti kereta cepat dan IKN.

Moral masyarakat pun porak poranda. Sulit menggambarkan dengan kata-kata demoralisasi yang terjadi di negara ini. Pemerkosaan dalam lingkungan keluarga, pelaku kejahatan dengan usia semakin muda. Banyak yang terjerat sex bebas, pinjol, dan judol.

Masalah hukum sangat memprihatinkan. Ketidakadilan terpampang nyata, tajam ke bawah, tetapi tumpul ke atas. Para koruptor dihukum ringan, bahkan bisa mendapat remisi berkali-kali. Sedang pencuri ayam bisa dipukul sampai babak belur, meski tindakan didorong karena kelaparan.

Akar Masalah
Sengkarutnya permasalahan yang membelit negara ini adalah akibat mengadopsi sistem barat yaitu kapitalis yang dilanggengkan oleh sistem demokrasi. Para oligarki diberi karpet merah, sedang rakyat hanya dibutuhkan suaranya saat pemilu.

Di dalam buku tulisan Fika Komara berjudul Menantikan Sang Pembebas, di negara jajahan sistem kapitalis, pembangunan manusia diabaikan. Mandeknya kualitan sumber daya manusia menguntungkan para oligarki. Mereka ter-unlock untuk membangun benteng kokoh antara kekayaan alam dengan masyarakat umum sebagai pemiliknya.

Penduduk bodoh akan kehilangan kemampuan membaca situasi bahkan membaca kekayaannya sendiri. Mereka dibiarkan tidak tahu untuk mengamankan pergerakan perampokan harta milik umum seperti SDA yang sangat berharga. Rakyat dibiarkan miskin agar perhatiannya terfokus pada persoalan pemenuhan perut. Terjadilah kedangkalan berpikir dan Indonesia akan terus easy access bagi para pemilik kuasa dan para oligarki. Negara makin powerless melayani rakyat, ditambah sistem kapitalis menggerus empati penguasa terhadap nasib rakyatnya.

Agen Perubahan
Indonesia tidak akan meraih kemerdekaan hakiki selama masih menerapkan sistem kapitalis melalui sistem politik demokrasi. Hanya dengan menerapkan sistem Islam kaffah, rakyat bisa disejahterakan bahkan dilimpahi keberkahan, sebagaimana yang Allah janjikan dalam surah Al-A’raf ayat 96 .”Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.”

Inilah tugas seorang muslim sekarang, menyadarkan umat agar melepaskan diri dari sistem barat sekuler kapitalis. Bukan pekerjaan mudah karena negara barat sebagai penjajah aslinya bersifat intangible alias tersembunyi, berada di balik layar berbagai kebijakan. Selain itu, para penyeru penerapan syariat Islam dimonsterisasi dengan tuduhan radikal atau teroris.

Meski demikian, seorang muslim dituntut untuk mengubah tatanan sosial yang rusak dan penuh kezaliman. Rasulullah saw. bersabda ,”Barang siapa dari kalian melihat kemungkaran, ubahlah dengan tangannya. Jika tidak bisa, ubahlah dengan lisannya. Jika tidak bisa, ingkarilah dengan hatinya, dan itu merupakan selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim)

Allah Swt. pun memerintahkan dalam surah Ali Imran ayat 104 bahwa harus ada sekelompok manusia¹ beramar makruf nahi mungkar. Mereka agen perubahan yang berakar pada ideologi Islam, melakukan proses penyadaran di tengah kelumpuhan syaraf umat akibat arus sekularisasi.

Bekal apa bagi agen perubahan agar mampu menghalau kabut yang menutupi perselingkuhan para penguasa komprador dan oligarki? Ada dua hal penting yaitu akal dan mental. Ibn Jauzi berkata ,”Akal adalah simpanan terbaik dan bekal untuk menghadapi perang melawan bala.” Perkaya dengan tsaqofah Islam agar kemungkaran yang tersamar bisa dibedah. Sedangkan mental teguh terbangun dari proses perjuangan atas keyakinan akan tegaknya kembali sistem Islam disertai tawakal pada Allah Swt.

Khatimah

Semua persoalan yang membelit negara hari ini akan terselesaikan hanya ketika pengaturannya merujuk pada Islam. Kegelapan yang menyelimuti akan berganti dengan cahaya, bahkan sinarnya akan menyelimuti dunia, ketika sistem Islam diterapkan secara totalitas. Saat itulah, kemerdekaan hakiki diraih dan Islam menjadi rahmatan lil’alamin.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 21

Comment here