Opini

Kenaikan Gaji Guru, Sebatas Janji?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Imroatus Sholeha (Freelance Writer)

Wacana-edukasi.com, OPINI-– Kabar kenaikan gaji guru mengundang beragam reaksi. Pasalnya Presiden Prabowo Subianto mengumumkan akan menaikkan gaji guru pada puncak Hari Guru Nasional, Kamis (28/11/2024) lalu. Namun belakangan di tengah antusiasme, kebijakan ini juga memunculkan banyak pertanyaan dari organisasi guru dan aktivis pendidikan. Presiden menyatakan bahwa gaji guru ASN akan dinaikkan sebesar satu kali lipat dari gaji pokok, sementara guru non-ASN akan menerima kenaikan tunjangan profesi menjadi Rp 2 juta per bulan. Namun, organisasi guru seperti PGRI mengoreksi bahwa tunjangan profesi guru non-ASN sebelumnya sudah Rp 1,5 juta sehingga kenaikan sebenarnya hanya Rp 500 ribu. Detik.com, 30/11/2024.

Tanggapan ini mencerminkan bahwa kenaikan gaji saja tidak cukup untuk menyelesaikan persoalan kesejahteraan guru di Indonesia. Guru adalah tulang punggung sistem pendidikan, tetapi kesejahteraan mereka sering kali diabaikan. Beberapa persoalan utama yang dihadapi guru antara lain, Banyak guru honorer di Indonesia menerima gaji di bawah standar upah minimum regional (UMR). Bahkan, beberapa di antaranya hanya mendapatkan Rp 300 ribu hingga Rp 1 juta per bulan. Kemudian terbatasnya pengangkatan guru sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) membuat ribuan guru honorer bekerja bertahun-tahun tanpa kepastian status. Pemerintah memang meluncurkan program Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), tetapi implementasinya sering lambat dan tidak merata. Maka tak heran saat ini banyak para guru memiliki profesi lain selain guru untuk menambah penghasilan bahkan tak sedikit para guru yang terjerat pinjaman dan judi online. Sungguh miris dunia pendidikan dibawah jerat Kapitalisme.

Kemudian selain mengajar, guru juga dibebani tugas administratif seperti menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), membuat laporan evaluasi siswa, dan tugas lainnya. Hal ini mengurangi waktu yang seharusnya digunakan untuk meningkatkan kualitas pengajaran. Problem berikutnya guru di daerah terpencil sering menghadapi kondisi minim fasilitas. Mereka harus mengajar tanpa buku pelajaran yang memadai, ruang kelas yang layak, atau akses teknologi. Kurangnya Penghargaan dan Perlindungan Profesi guru sering kurang dihargai, bahkan menjadi sasaran kekerasan fisik dan verbal. Banyak guru merasa tidak mendapatkan perlindungan hukum yang memadai ketika menghadapi konflik di tempat kerja.

Masalah guru di Indonesia sejatinya mencerminkan buruknya sistem pendidikan berbasis Kapitalis-Sekular. Kesejahteraan rendah, beban kerja berat, kurangnya penghargaan, dan perlindungan hukum menjadi tantangan besar yang membutuhkan solusi menyeluruh. Kapitalisme yang saat ini diterapkan dimana menempatkan pendidikan sebagai lahan bisnis dan sektor yang kerap dinomorduakan. Anggaran pendidikan yang besar sering kali tidak dialokasikan secara efisien. Dalam kerangka kapitalisme, guru sering dianggap sebagai alat produksi pendidikan, bukan sebagai pilar utama yang harus dimuliakan. Di sisi lain, budaya materialisme yang berkembang di masyarakat mengurangi penghargaan terhadap profesi guru. Islam sebagai sistem kehidupan memberikan solusi menyeluruh yang menyentuh akar permasalahan.

Dalam pandangan Islam, pendidikan adalah kewajiban negara untuk mencetak generasi yang bertakwa dan berilmu. Negara Islam bertanggung jawab penuh atas kebutuhan dasar guru, termasuk memberikan gaji yang memadai.

Sejarah mencatat keberhasilan sistem Islam dalam memuliakan profesi guru. Pada masa Kekhalifahan Abbasiyah, guru dihormati sebagai pilar peradaban. Negara memberikan dukungan penuh, termasuk gaji tahunan setara 12 hingga 25 miliar rupiah dalam nilai sekarang. Dukungan ini memungkinkan para guru mencetak generasi cemerlang seperti Ibnu Sina, Al-Khawarizmi, dan Al-Farabi, yang kontribusinya masih diakui hingga saat ini.

Dibawah penerapan sistem ekonomi Islam yang memiliki banyak sumber pemasukan negara khalifah atau kepala negara memastikan tidak ada guru yang hidup di bawah garis kemiskinan. Anggaran pendidikan dalam sistem Islam bukan hanya formalitas, tetapi benar-benar dialokasikan untuk kesejahteraan guru. Terkait pembiayaan pendidikan, baitul mal memiliki dua sumber utama pemasukan untuk membiayai pendidikan. Pertama, fai dan kharaj adalah harta yang masuk dalam kepemilikan negara, seperti ganimah, khumus (seperlima harta rampasan perang), jizyah, dan dharibah (pajak). Adapun untuk pajak, dipungut dari rakyat hanya ketika kas baitulmal kosong, itu pun hanya kepada laki-laki muslim yang kaya. Kedua, kepemilikan umum, didalamnya termasuk sumber daya alam, tambang minyak dan gas, hutan, laut, dan hima (milik umum yang penggunaannya telah dikhususkan).

Biaya pendidikan juga bisa diperoleh dari wakaf. Meskipun pembiayaan pendidikan adalah tanggung jawab negara, Islam tidak melarang rakyatnya berkontribusi, khususnya bagi mereka yang kaya untuk berperan serta dalam pendidikan secara suka rela.

Islam juga mendorong pembagian peran yang efisien. Tugas administratif yang tidak berkaitan langsung dengan pengajaran diserahkan kepada tenaga administrasi khusus, sehingga guru dapat fokus pada mendidik siswa. Negara Islam memastikan fasilitas pendidikan yang merata di seluruh wilayah, termasuk daerah terpencil. Wilayah-wilayah ini diberikan perhatian khusus dengan membangun infrastruktur, menyediakan transportasi, dan memanfaatkan teknologi untuk mendukung pembelajaran. Dalam Islam, profesi guru dianggap mulia. Negara memberikan perlindungan hukum yang tegas kepada guru, termasuk dari ancaman fisik maupun verbal. Setiap pelanggaran terhadap hak guru diproses secara adil berdasarkan hukum syariat. Kurikulum pendidikan yang berbasis akidah Islam tidak hanya mencetak generasi cerdas secara intelektual, tetapi juga memiliki akhlak mulia. Guru diberikan pelatihan terarah untuk menjalankan perannya secara optimal.

Di bawah penerapan syari’at Islam akan terwujud sistem pendidikan yang adil, berkualitas, dan berbasis nilai-nilai syariat. Dengan memberikan kesejahteraan yang layak, mengurangi beban guru, serta menciptakan lingkungan pendidikan yang memuliakan guru, profesi ini dapat kembali menjadi pilar utama pembangunan generasi. Penerapan syariat Islam adalah langkah penting untuk membangun sistem pendidikan yang lebih baik dan mengembalikan kejayaan profesi guru sebagai pilar peradaban.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 5

Comment here