Oleh : Ummu Hanik R
Wacana-edukasi.com, OPINI– Ramadan sebentar lagi. Bulan suci umat Islam yang dirindukan kedatangannya. Sudah pasti akan disambut dengan penuh gembira dan sukacita. Setidaknya, umat Islam sudah bersiap niat dan semangat untuk memeriahkan Ramadan dengan amalan saleh. Namun nyatanya, umat justru dihadapkan dengan kenaikan harga bahan pangan yang semakin menjulang.
Kondisi harga bahan pangan yang berpotensi naik, harus diwaspadai oleh pihak pemerintah. Hal ini seperti yang disampaikan oleh Plt. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti pada Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah di Jakarta, Selasa (4-2-2025) menjelaskan, komoditas pangan yang perlu diwaspadai mengalami kenaikan harga di antaranya telur ayam ras, daging ayam ras, cabai merah, cabai rawit, dan minyak goreng.
Berdasarkan data yang diperoleh BPS, terlihat harga telur ayam ras secara nasional pada minggu kelima Januari 2025 melampaui harga acuan penjualan (HAP), yaitu Rp31.322 per kg. Harga tertinggi mencapai Rp42.000 per kg terjadi di Kabupaten Kepulauan Anambas, Provinsi Kepulauan Riau.
Sedangkan harga daging ayam ras secara nasional masih di bawah HAP (Rp40.000 per kg), tetapi BPS juga mencatat adanya kecenderungan kenaikan harga. Rata-rata harga daging ayam ras sudah mencapai Rp38.768 per kg. Bahkan, di Papua harga daging ayam ras mencapai Rp100.000 per kg.
Adapun rata-rata harga cabai merah nasional mencapai Rp53.621 per kg, mendekati HAP sebesar Rp55.000 per kg. Sedangkan harga cabai rawit sudah jauh melampaui HAP. Minyak goreng juga mengalami kenaikan harga, meskipun BPS belum memiliki data rincinya.
Kenaikan harga telur ayam ras, daging ayam ras, dan cabai merah di atas, menunjukkan bukti kenaikan harga pangan yang terus berulang setiap tahun, menjelang Ramadan. Belum lagi bahan pangan lainnya yang juga ikut mengalami kenaikan harga. Kejadian seperti ini, seakan-akan sebuah tradisi tahunan. Di tengah masyarakat pun, sudah dianggap hal yang wajar dan lumrah bila datang bulan Ramadan dan lebaran terjadi lonjakan harga pangan. Pertanyaannya, kenapa hal seperti ini bisa terjadi dan terulang?
Permasalahan Pokok Terkait Bahan Pangan
Masalah pertama terkait dengan bahan pangan adalah pada sistem produksi barang. Adanya kenaikan signifikan terkait permintaan komoditas pangan menjelang Ramadan sebenarnya bisa diperkirakan berdasar data tahun-tahun sebelumnya. Berdasar pada data tahun sebelumnya inilah, pemerintah seharusnya bisa menghitung ketersediaan stok bahan pangan agar mencukupi kebutuhan masyarakat dan menjamin pendistribusian bahan pangan yang lancar, sehingga bisa menghindari terjadinya kenaikan harga.
Kenyataan yang ada, pemerintah belum ada upaya khusus untuk meningkatkan produksi bahan pangan pokok untuk menghadapi tingginya permintaan masyarakat terhadap bahan pangan saat datangnya bulan Ramadan dan Lebaran. Jika pemerintah mau mengoptimalkan upaya produksi bahan pangan yang ada di dalam negeri, bisa dipastikan cukupnya stok dan tidak ada kenaikan harga. Sayangnya, lagi-lagi tergantung pada impor bahan pangan dari negara lagi.
Data BPS memperlihatkan adanya impor bahan pangan Indonesia pada 2023 mencapai US$13,8 miliar atau sekitar Rp223,97 triliun dengan kurs Rp16.230/US$, naik 5,3% bila dibandingkan 2022. Ketergantungan pada impor menjadikan negara lemah ketahanan pangan sehingga ketika permintaan meningkat, tidak bisa melayani karena harus impor terlebih dahulu. Sedangkan transaksi impor membutuhkan proses, dan hal inilah yang menyebabkan terjadinya kenaikan harga Karena langkanya bahan pangan yang dibutuhkan.
Masalah yang kedua adalah distribusi bahan pangan. Meski negara sudah menyediakan stok bahan pangan yang cukup, namun masih terkendala dengan distribusi yang tidak merata. Masyarakat masih banyak yang kesulitan mendapatkan barang. Hal ini memicu terjadinya kenaikan harga. Seharusnya, negara tidak cukup dengan menyediakan stok barang, namun juga harus senantiasa mengontrol pendistribusiannya.
Terjadinya praktik penimbunan, monopoli/oligopoli, kartel, bahkan mafia impor menambah faktor penghambat distribusi. Sebagai contoh distribusi beras. Pada 2023, Budi Waseso direktur utama perum Bulog menyampaikan adanya mafia beras yang menyebabkan lonjakan harga beras. Mafia tersebut mengumpulkan dan mengintimidasi para pedagang dengan memberikan harga yang sangat mahal. Minyak goreng juga menjadi sasaran penimbunan yang empuk. Pada 2023, Satgas Pangan Sumatra Utara menjumpai adanya penimbunan 75,6 ton minyak goreng Minyakita di gudang distributor Medan.
Masalah ketiga adalah diterapkannya sistem ekonomi kapitalis oleh negara. Negara memberikan ruang gerak yang sangat luas untuk para pengusaha, dan para pemilik modal. Sedangkan rakyat sebagai penerima kebijakan negara, justru hanya jadi tumbal penguasa. Seperti kebijakan impor bahan pangan dari negara lain, semakin membuat rakyat menderita. Banyak industri dalam negeri yang gulung tikar dan para pekerja kehilangan pekerjaan sehingga mengakibatkan kondisi ekonomi semakin sulit. Lagi-lagi rakyat kecil susah dalam mendapatkan bahan pangan yang harganya semakin melangit.
Inilah bentuk kezaliman yang diberikan negara pada rakyatnya. Buah dari sistem sekuler kapitalisme. Di saat rakyat harusnya bergembira menyambut Ramadan, ternyata harus berhadapan dengan lonjakan harga pangan yang semakin melangit dan kalangan menengah ke bawah terpaksa menjerit. Hal ini sangatlah berbeda, jika negara menempatkan dirinya sebagai pengurus rakyat, dan hanya bisa ditemukan dalam sistem Islam.
Ketahanan Pangan dalam Sistem Islam
Islam memandang bahwa negara bertanggungjawab atas tersedianya bahan pangan untuk rakyatnya. Hal ini berdasar pada pemahaman bahwa negara sebagai penguasa adalah pengurus rakyat, sesuai sabda Rasulullah saw., “Sesungguhnya imam (penguasa) adalah raa’in (pengurus) dan ia bertanggung jawab terhadap (rakyat) yang dipimpinnya.” (HR Bukhari).
Untuk mencukupi stok bahan pangan, agar tidak mengalami kelangkaan yang bisa menyebabkan kenaikan harga, maka negara Islam akan meningkatkan produksi pangan lokal. Khalifah senantiasa memberikan dukungan pada para petani, peternak, dan pabrik industri dalam negeri dalam menyediakan bahan pangan. Dengan begitu, dalam kondisi darurat sekalipun, negara masih cukup stok bahan pangan, dan rakyat terpenuhi kebutuhannya dengan harga yang terjangkau.
Saat menjelang Ramadan dan lebaran pun, Khalifah sudah mengkondisikan dengan baik. Jadi, rakyat tidak akan khawatir kekurangan bahan pangan. Selain itu, Khilafah juga memberikan bantuan pada usaha peningkatan produksi pangan. Seperti bantuan pada petani berupa lahan, bibit, pupuk, obat pembasmi hama, dan pengairan. Pun untuk para peternak, Khilafah juga memberikan bibit, pakan, vitamin, dan vaksin. Khilafah juga memberikan kemudahan bisnis untuk para pengusaha dalam negeri.
Inilah sistem negara Islam. Islam telah menjamin ketersediaan pangan dan distribusi yang merata sebagai wujud tanggung jawab negara. Sistem Islam senantiasa memastikan tidak akan terjadi penimbunan bahan pangan, tindak kecurangan di pasar, dan permainan harga, sehingga rakyat mendapatkan kebutuhan-kebutuhan pokoknya dengan mudah dan harga terjangkau. Dengan sistem Islam, hati rakyat pun tetap tenang menyambut datangnya Ramadan. [WE/IK]
Views: 9
Comment here