Opini

Kenaikan Harga Pangan Menggadai Kesejahteraan

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Siti Alfina, S. Pd. (Aktivis Muslimah)

wacana-edukasi.com— Sungguh menggelikan ketika membaca meme berupa gambar dan narasi yang lucu beredar di sosmed beberapa hari belakangan ini. Meme pertama ketika orang India dengan bangga memamerkan bangunan ternamanya yaitu Taj Mahal sebagai salah satu keajaiban dunia di negeri mereka, sementara di Indonesia semua serba mahal mulai dari tol, listrik, sekolah, BBM, berobat, beras, cabe dan telor malah biasa saja tidak pernah pamer.

Pada meme kedua menunjukkan seorang emak yang memakai telor, cabe dan minyak goreng sebagai perhiasannya. Sangking mahalnya barang-barang tersebut maka bisa diibaratkan seperti barang mewah. Memang terlihat lucu tetapi meme tersebut benar-benar menggambarkan kondisi real di lapangan.

Sepertinya sudah menjadi habits rutinan, jika di akhir dan awal tahun selalu terjadi kelonjakan harga komoditas bahan pangan. Sebut saja minyak goreng, telur dan cabai mengalami peningkatan di luar batas kewajaran. Harga cabai kini menyaingi harga daging yang dibanderol sebesar Rp 100.000/kg, telur menembus Rp 30.000/kg, begitu juga minyak goreng mencapai Rp 19.000/liter. Jika kondisi ini beredar di pasaran, maka harus bisa mengatur pengeluaran atau menanggung cicilan.

Dugaan Penyebab Kenaikan

Beragam alasan dikemukakan penyebab terjadinya lonjakan harga. Menurut seorang Peneliti Core Indonesia, Dwi Andreas menjelaskan harga cabai melambung dikarenakan banyak petani mengalami gagal panen disebabkan fenomena alam la nina. Puncak kenaikan ini akan berakhir pada Januari dan akan turun pada Februari mendatang, ujarnya (Liputan6.com, 29/12/2021).

Sementara menurut Direktur Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting Kemendag Isy Karim mengatakan harga minyak goreng menjadi naik karena dipicu harga minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) dunia yang juga menunjukkan kenaikan harga. Artinya, harga minyak goreng di dalam negeri ditentukan karena besarnya permintaan kelapa sawit dari luar negeri. Karena itu pelaku usaha pun selalu memanfaatkan kesempatan ini untuk meraup keuntungan lebih besar.

Sedangkan harga telur disebabkan tingginya harga input pakan dan konsentrat ayam ras. Selain itu juga disebabkan besarnya permintaan telur saat Natal dan Tahun Baru 2022 ini kemarin (Bisnis.com, 6/1/2022).

Melihat kondisi ini, pemerintah selalu saja seperti pemadam kebakaran. Saat harga pangan melonjak baru sibuk bergerak, mencari dalih dari _supply dan demand_ yang terus memuncak ataupun alasan cuaca yang juga selalu bergejolak. Padahal tidak sedikit faktor ini juga didominasi karena ulah para tengkulak.

Keseriusan pemerintah dalam mengatasi lonjakan harga pangan masih dipertanyakan, pasalnya kondisi seperti ini terjadi secara periodik baik setiap akhir tahun, awal tahun ataupun momen-momen Hari Besar Keagamaan Nasional (HKBN).

Ini membuktikan bahwa antisipasi dari pihak yang berwenang terhadap kesiapan pangan dan penyusunan strategi pangan jangka panjang masih lemah. Sepantasnyalah pengaturannya segera dibenah.

Kenaikan Memengaruhi Kesejahteraan

Pangan sebagai barang kebutuhan pokok merupakan barang yang menyangkut hajat hidup orang banyak dalam skala pemenuhan yang diperuntukkan bagi konsumsi manusia. Karena itu, pangan terus menjadi isu strategis dan memiliki dimensi yang sangat luas.

Secara umum permasalahan berkaitan dengan pangan meliputi tiga hal mendasar, yaitu penyediaan bahan pangan, kerawanan pangan dan kenaikan harga pangan. Dari kenaikan harga pangan inilah menjadi permasalahan yang berhubungan dengan tingkat kesejahteraan masyarakat.

Perubahan tingkat kesejahteraan masyarakat berbeda-beda tergantung pada tempat tinggal (perkotaan/perdesaan), status kemiskinan (miskin/tidak miskin) dan sumber penghasilan utama rumah tangga (pertanian/non pertanian).

Dampak kenaikan harga ini bisa ditentukan dari respons dan sensitivitas konsumen rumah tangga karena mempunyai perilaku yang berbeda dalam konsumsi pangan. Untuk memenuhi kebutuhan harian, konsumen sangat tergantung pada harga pasaran. Kenaikan harga mempengaruhi daya beli. Padahal dari aktivitas pasar inilah dapat diketahui roda perekonomian suatu bangsa.

Faktor ekonomi masyarakat yang belum sepenuhnya pulih akibat wabah pandemi semakin menambah kesulitan dalam menjangkau pemenuhan kebutuhan. Misalnya bagi buruh harian, mereka akan semakin tertekan akibat realisasi kebijakan yang dikeluarkan pemerintah terkait penetapan UMR yang sangat asal-asalan.

Seyogianya ukuran kemakmuran suatu bangsa dapat dinilai dari pemenuhan kebutuhan dasar warganya karena mempengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat pada umumnya. Jika terus menerus dihadapkan pada realita demikian, maka peran pemerintah untuk menjamin kesejahteraan dalam pengurusan rakyatnya semakin terabaikan. Lagi-lagi rakyat harus pasrah menyandang status sebagai korban kebijakan.

Beberapa langkah praktis di lapangan seperti operasi pasar atau Sistem Pemantauan Pasar Kebutuhan Pokok (SP2KP) ditambah adanya regulasi tertuang dalam UU tentang Pangan dan UU tentang Perlindungan Konsumen, nyatanya belum memberikan bukti yang konkret untuk menjaga stabilitas ketersediaan pasokan dan harga pangan.

Seharusnya sebagai negara yang kaya SDA serta keragaman sumber pangan, negeri ini harus mampu memenuhi kebutuhan pangan secara stabil, bermutu dan mandiri. Maknanya, persoalan pangan harusnya tidak menjadi permasalahan bagi aktivitas perdagangan.

*Kebutuhan Pangan Merupakan Kewajiban*

Berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan pangan rakyat, Islam telah mewajibkan negara sebagai pihak yang bertanggung jawab penuh untuk menjalankannya. Sebab, negara berfungsi sebagai pengurus rakyat sesuai sabda Rasulullah ﷺ :
“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya” (HR al-Bukhari). 

Islam telah merealisasikan jaminan atas tercapainya kecukupan, ketersediaan dan terpenuhinya semua kebutuhan pokok bagi individu dan masyarakat secara keseluruhan dengan serangkaian hukum syariah berdasarkan politik ekonomi. Tujuannya agar tercapainya pelaksanaan berbagai kebijakan dalam mengatur dan menyelesaikan berbagai permasalahan hidup manusia.

Adapun jika terjadi kenaikan harga-harga pada masa peperangan atau krisis politik, maka hal itu bisa akibat dari tidak tersedianya barang di pasar disebabkan penimbunan atau memang kelangkaan.

Jika terjadi karena penimbunan maka Allah telah mengharamkan penimbunan. Dalilnya diperjelas dari beberapa hadits berikut. Al-Qasim telah meriwayatkan dari Abu Umamah yang berkata :
“Rasulullah ﷺ telah melarang makanan yang ditimbun” (HR al-Hakim dan Ibnu Abi Syaibah). 

Iman Muslim juga meriwayatkan dengan sanad dari Said bin al-Musayyib bahwa Mu’ammar berkata : Rasulullah ﷺ pernah bersabda :
“Siapa saja yang menimbun, dia berbuat kesalahan”.

Penimbun akan dikenai sanksi ta’zir serta mengharuskannya untuk menawarkan dan menjual barang dagangannya di tempat dagang agar masyarakat membelinya dengan harga pasar.

Adapun jika ketiadaan barang akibat kelangkaan, maka Khalifah wajib menyediakan barang itu di pasar dengan mendatangkannya dari berbagai tempat. Dengan demikian kenaikan harga dapat dicegah. Bukan berarti Khalifah berhak mematok harga, karena itu merupakan keharaman dan kezaliman. Namun, ini menunjukkan Khalifah senantiasa memelihara berbagai kemaslahatan masyarakat agar terlaksana sempurna ketika menjalani kehidupan.

Demikianlah serangkaian mekanisme syariah untuk mengatur persoalan pangan. Kemaslahatan pangan menjadi sangat vital bukan sekadar isu temporer karena berhubungan dengan kesejahteraan. Sehingga terwujudnya kesejahteraan rakyat keseluruhan menjadi perhatian utama bagi pemimpin dalam meriayah rakyatnya.

WalLahu ‘alam

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 29

Comment here