Penulis: Rahmawati, S.Pd. (Praktisi Pendidikan)
Wacana-edukasi.com, OPINI-– Pengumuman kenaikan gaji seolah menjadi angin segar bagi para ASN. Hal ini disampaikan oleh Presiden Prabowo Subianto dalam acara puncak Hari Guru Nasional, Kamis (28-11-2024) lalu. Beliau mengatakan, guru berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN) akan mendapatkan tambahan penghasilan sebesar satu kali gaji pokok. Selain para ASN yang diwacanakan mendapat kenaikan gaji, gaji para guru non-ASN pun diwacanakan akan meningkat hingga mencapai Rp2 juta per bulan.
Beragam Tanggapan
Hal ini pun memunculkan beragam tanggapan dan reaksi dari berbagai kalangan. Salah satunya adalah Satriwan Salim, selaku Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G). Satriawan mengatakan bahwa, kenaikan yang dimaksud bukanlah gaji, melainkan tunjangan kesejahteraan yang diperoleh setelah lulus program sertifikasi guru.
Sementara itu, pernyataan berbeda datang dari Heru Purnomo, Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), yang mengeluarkan beberapa pernyataan. Pertama, Pemerintah sejak tahun 2008 telah memberikan Tunjangan Profesi Guru (TPG) sebesar 1 kali gaji pokok bagi guru ASN yang telah memperoleh sertifikat pendidik. Atas hal tersebut maka tidak akan ada tambahan kesejahteraan atau kenaikan gaji untuk guru ASN pada tahun 2025 mendatang.
Kedua, Heru menilai tunjangan profesi untuk guru non-ASN pada tahun 2025 tidak mengalami peningkatan, karena pada tahun-tahun sebelumnya profesi guru yang berstatus non-ASN telah memperoleh tunjangan sebesar Rp1.5 dan ini berlaku untuk guru yang belum mendapatkan Surat Keputusan Inpassing. Sementara bagi guru yang telah mendapatkan SK Inpassing, lanjut Heru, tunjangannya dinaikkan menjadi Rp2 juta atau lebih sesuai golongan yang setara ASN.
Ketiga, rencana pemerintah untuk mensejahterakan para guru melalui pemberian bantuan juga turut disoroti oleh Heru. Menurutnya, “bantuan yang diberikan seharusnya menyesuaikan dengan apa yang dikeluarkan oleh presiden Prabowo, yakni berupa upah minimum guru yang berlaku umum seperti upah minimum regional tenaga kerja, bukan dalam bentuk bantuan langsung tunai (BLT),” ucap Heru (detik.com, 30 November 2024).
Mustahil dalam Sistem Sekuler Kapitalisme
Banyaknya kebutuhan pokok yang berbiaya besar dan harus ditanggung oleh individu dan guru dinilai Heru tidak memungkinkan untuk menaikan tunjangan sekaligus mensejahterakan mereka. Hal ini juga lebih diperkuat oleh adanya beberapa guru yang yang terjerat pinjol. Inilah buah busuk penerapan sistem sekuler kapitalisme.
Perlu diketahui bahwa kesejahteraan pendidikan dipengaruhi oleh beberapa hal, seperti kesejahteraan guru, kurikulum disesuaikan dengan yang ditetapkan oleh negara, infrastruktur, sarana dan prasarana sekolah, dan sebagainya.
Imam Ad Damsyiqi dalam sebuah riwayat dari Al Wadliyah bin Atha menceritakan bahwa, pada masa pemerintahan Umar bin Khaththab. Saat itu, terdapat tiga guru yang mengajar anak-anak dan masing-masing guru tersebut mendapatkan gaji sebesar 15 dinar (1 dinar = 4,25 gram emas; 15 dinar = 63,75 gram emas). Jika saat ini harga 1 gram emas 500 ribu rupiah, maka gaji guru saat itu setiap bulannya adalah sebesar Rp31.875.000,00. MasyaAllah bukan? Pemberian gaji ini tidak dilihat dari status mereka PNS maupun honorer. Namun, dilihat dari status mereka sebagai tenaga kerja.
Peran negara sebagai pengurus (raa’in) telah hilang sejak sistem sekuler kapitalisme diterapkan dalam kehidupan ini. Bahkan sistem ini telah menjadikan negara sebagai regulator dan fasilitator. Akhirnya penerapan sistem ekonomi kapitalisme turut memperkeruh keadaan ekonomi masyarakat. Sebab SDA yang seharusnya dinikmati oleh rakyat justru dikuasai oleh asing, liberalisasi perdagangan, kapitalisasi layanan pendidikan dan kesehatan.
Yang lebih mengherankan lagi, Indonesia termasuk negara yang kaya sumber daya alam (SDA). Namun, faktanya kemiskinan ekstrim yang semakin nampak di dalamnya. Inilah akibat ketika kekayaan alam dalam negeri pengelolaannya diserahkan pada swasta atau asing
Indonesia negara kaya, kekayaan alamnya tidak terbatas. Tidak hanya kekayaan hayati, di berbagai daerah di Indonesia juga dikenal berbagai bahan tambang seperti timah, petroleum, emas, alam, tembaga, perak, batu bara dan sebagainya. Dibanding dengan negara luar, Indonesia memiliki banyak kekayaan mineral, salah satunya adalah emas. Indonesia bahkan memiliki sekitar 39 persen kontribusi cadangan dunia, nomor dua setelah Cina.
Namun faktanya, kemiskinan masih mewarnai masyarakat di negara zamrud katulistiwa ini. Masih banyak guru yang belum sejahtera karena SDA Indonesia masih dikuasai oleh segelintir orang. Jika terus seperti ini, sampai kapan penduduk Indonesia terus miskin dan hanya mampu melihat korporasi mengeruk hasil bumi tanpa bisa dihentikan?
Masalah demi masalah terus dirasakan oleh rakyat atas alam yang selalu dieksplorasi.
Butuh Solusi Islam
Syariat memandang bahwa salah satu penyebab tingginya kemiskinan karena pengelolaan sumber daya alam yang tidak semestinya. Bukankah dalam pasal 33 UUD 1945 ayat 3 telah dinyatakan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat?
Disini jelas dalam UUD 1945 sumber daya alam pengelolaannya dikuasai oleh negara, karena negara berkewajiban mengatur pengelolaan sumber daya alam tersebut untuk kemaslahatan seluruh warganya tanpa terkecuali.
Pengatur distribusi kekayaan adalah negara. Dalam syariat pun negara akan mengelola harta untuk memenuhi seluruh kebutuhan rakyatnya, baik harta bergerak maupun tidak bergerak. Negara juga akan membuat sistem yang memonitor pergerakan harta dan orang yang memiliki harta, sehingga kesenjangan dan ketimpangan tidak akan terjadi.
Negara bertanggung jawab penuh terhadap rakyat khususnya kepada mereka yang bergelar sebagai guru. Tanggung jawab tersebut tentunya dengan memperhatikan nasib mereka, menerapkan kurikulum terbaik, hingga kelak tercetak generasi emas yang mampu membangun bangsa, dan menjaga peradaban. Allah telah melebihkan kedudukan orang-orang yang berilmu, tentu juga para pemberi ilmu.
Demikianlah tanggung jawab negara dan penguasa dalam sistem Islam. Ia berperan sebagai raa’in yang menjadi mengurus rakyatnya. Seorang penguasa seharusnya berkepribadian Islam, akhliyah hukam (penguasa) dan nafsiyah hakim (pemutus perkara). Sehingga dalam mengeluarkan kebijakan akan bersungguh-sungguh dalam memperhatikan kesejahteraan para guru dan masyarakat pada umumnya. Inilah solusi Islam yang sesungguhnya.
Views: 6
Comment here