Oleh Mia Annisa (Muslimah Babelan)
wacana-edukasi.com, OPINI– Beberapa bulan ini Indonesia sering dijadikan sebagai tempat manggungnya artis-artis dari luar negeri. Setidaknya selain Coldplay yang akan menggelar konser di Indonesia ada sekitar 10 artis dari luar negeri yang akan menggelar konsernya di Indonesia. Pada Sabtu, 20 Mei 2023 lalu saja ada GG asal Korea, Red Velvet menggelar konsernya di ICE BSD Tangerang. Namun, konser yang akan digelar dengan kapasitas besar dan megah adalah Coldplay di GBK Jakarta 15 November 2023 serta salah satu member BTS di ICE BSD Tangerang pada 26-28 Mei 2023. (Tribunnews.com, Selasa, 21/3/2023)
Dengan digelarnya konser Coldplay dan solo member BTS mendatang masyarakat Indonesia sangat menyambut antusias. Ini terlihat dengan ludesnya penjualan tiket hanya dalam waktu beberapa menit. Sekalipun harga tiket dibanderol mulai dari Rp 1,5 juta hingga Rp 11 juta. Tentu ini sangat menguras kantong dan tak murah di tengah badai kemiskinan ekstrem melanda sebagian wilayah di Indonesia pasca pandemi covid 19. Bahkan dirilis dari finance.detik.com, Selasa, 16 Mei 2023, ramai di media sosial masyarakat mencari pinjaman online untuk dapat bisa membeli tiket konser band Coldplay asal Inggris tersebut.
Tidak hanya persiapan membeli tiket para penggemar BG atau GG, mereka biasanya juga melakukan berbagai persiapan dari mulai lightstick, spanduk-spanduk penggemar, baju yang nyentrik, hingga lensa bantuan agar dapat melihat idolanya dengan jelas dari kejauhan. Hal ini yang menurut mereka sebagai sebuah kebahagiaan dan energi saat menantikan konser dapat membuat mereka merasa lebih termotivasi, penuh harapan, dan bahagia. Hidup tanpa beban dan meninggalkan sejenak masalah kehidupan (ultimate escapism).
Hal-hal itulah yang dirasakan oleh sebagian besar orang-orang saat menonton konser. Sayangnya banyak yang tak sadar bahaya yang ditinggalkan pasca menonton konser selesai. Dorongan emosional dan adrenalin yang saat itu menggebu-gebu hilang seketika. Perasaan sedih dan hampa tiba-tiba menghinggapi kehidupan kita. Malas melakukan sesuatu atau malah tidak memiliki semangat hidup, tubuh seperti kehilangan dopamin.
Bisa jadi ini merupakan gejala-gejala awal, jika orang tersebut terkena ‘Post Concert Depression’. Hal ini pula yang disampaikan oleh Choosing Therapy, bahwa bagian-bagian itu merupakan depresi, kembali ke dunia nyata terasa lebih menyulitkan karena euforia konser yang telah lama dinantikan seperti meninggalkan lubang besar dalam kehidupan seseorang. Istilah sederhananya seseorang akan susah untuk move on.
Seperti yang pernah dialami oleh Lia Riyadi remaja putri asal Jakarta yang baru menyadari terkena post concert syndrome pasca menonton konser. (kumparan.com, Minggu, 22/7/2018). Atau survei yang pernah dilakukan oleh Lyen Krenz terhadap 41 orang ke salah satu fandom terbesar BG asal Korea dengan menceritakan pengalaman mereka setelah menghadiri konser di Seoul, New Jersey, Hong Kong, Jakarta, Bangkok, Pasadena, London, Taoyuan, Sydney, Oakland, Chicago, Manila, dan Berlin. Hasilnya 90,2% responden menyatakan euphoria dan kebahagiaan saat hadir. Namun 56% responden menyatakan ada kecemasan dan kekhawatiran berpisah dengan idola mereka saat konser berakhir. 37% mendapatkan pengaruh negatif setelah menonton konser tersebut. (liputan6.com, Sabtu, 22/11/2022)
Seram juga ya ternyata?
Penyebab depresi di sistem rusak memang sangat jamak. Jika dilihat dari konteks depresi setelah menonton konser menurut Psikolog Iswan, depresi pasca konser dikarenakan sudah terpenuhinya ekspektasi dengan menonton konser idolanya. Artinya, standar kebahagiaan dan tujuan hidupnya ketika ekspektasi itu sudah terpenuhi tidak ada lagi hal lain yang perlu dilakukan. Padahal apabila dipikirkan secara mustanir ekpektasi hidup seorang manusia terutama jika ia muslim. Ekspektasi akhirat harus jauh lebih tinggi tanpa mengenyampingkan kehidupan dunia. Sebab banyak hal-hal lain yang jauh bermanfaat untuk dilakukan seorang muslim ketimbang menonton konser namun setelahnya kondisi kejiwaan terganggu.
Misalnya, mengikuti kajian keIslaman, menambah hafalan Al Quran, membaca tulisan yang bermuatan tsaqofah Islam, membantu kedua orang tua seperti membersihkan rumah, memasak, mencuci pakaian dan lain sebagainya.
Cara berpikir mustanir tentu saja tidak bisa dilepaskan manakala orang tersebut memiliki sudut pandang yang shahih mengenai dari mana kita, untuk apa kita di dunia dan mau kemana setelah kematian? Sehingga yang dijadikan sebagai tolak ukur ekspektasi kebahagiaan bukan lagi bertemu artis-artis idolanya. Sebab ini adalah kebahagiaan yang semu dan menipu.
Sayangnya, fakta kebahagiaan inilah yang sering disajikan oleh sistem sekulerisme di hadapan generasi muslim hari ini. Sekulerisme telah menjadikan masyarakat memisahkan agama dari kehidupaannya menjadikan standar kebahagiaan adalah kesenangan jasmani, materi membuat masyarakat sibuk mengejarnya untuk memenuhi tuntutan hawa nafsu yang tak ada habisnya. Wajar jika akhirnya mengalami depresi. Hal ini diperparah dengan urusan kehidupan yang diatur oleh sistem kapitalisme di mana pengusaha atau pemilik modal senantiasa mempengaruhi corak kehidupan masyarakat dengan cara menjejalkan hiburan-hiburan seperti konser yang sesungguhnya sama sekali tidak memberikan faedah yang ada hanyalah mereka mengambil keuntungan dari kerusakan masyarakat yang mereka ciptakan.
Kebijakan ini setali tiga uang dengan kehadiran negara yang justru memfasilitasi para pemilik modal membuka ajang-ajang maksiat dengan dalih peningkatan ekonomi pariwisata dalam negeri. Kebijakan ini sama halnya negara terus membiarkan para generasi muslim hari ini terkungkung dalam depresi. Menjadikan mereka sebagai generasi lemah tak berdaya seyogyanya menjadi generasi yang mampu melejitkan potensi diri mereka membawa perubahan bangsanya. Generasi miskin aqidah yang menjerumuskan mereka pada kehinaan. Kondisi ini tentu saja tidak bisa dibiarkan berlarut-larut.
Seseorang yang sudah terjebak dalam post concert depresi harus segera keluar dari kubangan depresinya.
Pertama, meluruskan tujuan awal cita-cita di dunia adalah karena ibadah kepada Allah SWT tidak ada selainnya. Sehingga prinsip inilah yang menjadikan seorang insan manusia senantiasa bersyukur dengan kehidupan yang dimilikinya saat ini. Kebahagiaan hanya karena Allah ridho atas apa yang telah dilakukan.
Kedua, mencari circle/lingkungan yang sehat sesuai standar syarak agar bisa mendukung kita untuk berubah dan keluar dari black spot. Ada yang menasehati ketika suasana keimanan mulai luntur, termotivasi memperbanyak amalan-amalan kebaikan disisi Allah SWT, saling menguatkan ketika sedang lemah dan lain sebagainya.
Ketiga, meningkatkan taqarub ilallah dengan berdzikir, beristighfar serta ibadah-ibadah Nafilah lainnya tujuannya agar pikiran dan hati kita senantiasa mengingat Allah bukan yang lainnya.
Sebagaimana firman Allah SWT:
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.” (TQS. Ar-Ra’d:28)
Keempat, tidak ada yang patut dijadikan idola selain Rasulullah Muhammad Saw. Seperti dalam firman Allah SWT, “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah,”(TQS. Al-Ahzab: 21).
Karena saat hari kiamat tiba beliaulah yang kita mintai syafaatnya.
Demikian obat mujarab mengeluarkan generasi dari ancaman depresi berkepanjangan. Mekanisme-mekanisme ini tidak akan bisa terwujud apabila tidak disuport sistem langsung oleh negara. Negara mesti hadir menjadi madrasah, pendidik utama masyarakat, keluarga dan individu. Menciptakan suasana keimanan yang kondusif di tengah-tengah masyarakat dengan menerapkan sistem Islam, menyingkirkan setiap hal-hal yang menjerumuskan dengan cara memfilter media dari pengaruh barat, menutup pintu-pintu maksiat seperti konser dan pusat hiburan lainnya bagi yang melanggar akan dikenai sanksi sesuai dengan hasil ijtihad yang dilakukan Khalifah. Tanpa Islam mustahil virus-virus asing yang berhasil menggerogoti generasi muslim bisa disingkirkan. Menghadirkan Khilafah Islam adalah solusi terang-benderang menyelamatkan generasi dari depresi. Wallahu’alam.
Views: 20
Comment here