Oleh: Nurmilati
Wacana-edukasi.com — Dalam Islam, istilah kepemimpinan dikenal dengan kata imamah atau imarah, kedua kata tersebut digunakan dalam Al-Qur’an dan Al-Hadis untuk menunjuk makna pemimpin. Maka seorang pemimpin dikatakan pula sebagai penguasa atau waliyul amri.
Pemimpin negara merupakan suatu tugas mulia, lantaran ia adalah seorang yang dipilih oleh rakyatnya. Namun, sebagai manusia biasa, seorang pemimpin juga berpotensi melakukan kesalahan, apalagi kekuasaan merupakan salah satu bentuk ujian bagi pemangkunya yang bisa mendorongnya untuk berlaku zalim, korup, berkhianat pada rakyat, dan berbagai perlakuan tidak baik terhadap yang dipimpinnya.
Pemegang kekuasaan dalam Islam, ia haruslah seorang laki-laki muslim, beriman, balig, berakal, adil, merdeka, dan mampu. Walaupun terkait dengan jabatan untuk gubernur atau wali, perempuan juga diberikan kesempatan. Dan ulama ikhtilaf tentang kebolehannya.
Seorang pemangku jabatan harus pula mempunyai kecerdasan intelektual dan menguasai ilmunya. jika amanah diberikan kepada orang yang tidak berkompeten di bidangnya, akan berimplikasi pada kerusakan. Sebagaimana sabda Raulullah saw.
“Apabila suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah masa kehancurannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Sejatinya kekuasaan adalah beban berat yang harus ditunaikan karena
kepemimpinan adalah amanah dan kelak di yaumul hisab akan diminta pertanggungjawaban oleh Allah Swt. atas apa yang telah diamanahkan kepadanya. Maka, seorang pemegang kekuasaan harus mampu mengurus dan melayani rakyatnya, menegakkan keadilan dann menghilangkan kemunkaran. Jika ia lalai hingga menelantarkan rakyatnya, ia berdosa dan akan dijauhkan dari surga-Nya.
Islam tidak melarang siapa pun untuk menjadi penguasa, tetapi kekuasaan haruslah didapat dengan cara yang benar menurut Islam. Seorang pemimpin yang terlahir dari sistem yang benar niscaya ia akan menjadi manusia yang mempunyai motivasi tinggi untuk menjadi pemimpin yang selalu berpijak pada aturan Sang Mahakuasa.
Seorang pemimpin menyadari bahwa kepemimpinan adalah panggilan yang amat mulia sehingga tumbuh dalam dirinya sifat kehati-hatian.
Karakteristik kepemimpinan yang baik akan tampak dalam tingkah laku yang dilandaskan pada suatu keyakinan yang sangat mendalam, bahwa apa yang dilakukannya adalah bagian dari ibadah kepada Sang Maha Pencipta.
Jujur (Shidiq) wajib dimiliki oleh seorang pemimpin karena dengan kejujuran ia akan menjalankan dan mampu menjaga amanah rakyat yang dibebankan di pundaknya.
Seorang pemimpin hendaknya tidak menipu rakyatnya. Rosulullah saw. memperingatkan kepada para pemimpin untuk tidak mengumbar janji semata-mata agar rakyat tertarik.
Seorang penguasa dituntut untuk menepati janjinya kepada Allah Swt. misalnya dengan menjalankan semua aturan untuk rakyatnya berdasarkan syariat Islam.
Dengan demikian, sebagai pemimpin muslim hendaklah berupaya menyempurnakan keilmuan dan mampu mengambil ibroh dari keberhasilan para pemimpin terdahulu, harus didasarkan pada keimanan bukan karena dorongan hawa nafsu terhadap dunia.
Kita sebagai rakyatnya tentu berharap, pemimpin dan penguasa yang memangku jabatan saat ini adalah negarawan yang mampu memberikan kesejahteraan untuk rakyatnya. Sebagaimana yang pernah terjadi pada zaman pemerintahan setelah Rasulullah saw. Allah hadirkan seorang pemimpin yang adil dan amanah. Sehingga Allah Swt. meridai dan kesejahteraan pun meliputi rakyat dan negaranya.
Hadist Rasulullah saw.
أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْإِمَامُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Ketahuilah Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya atas yang dipimpin, penguasa yang memimpin rakyat banyak dia akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari)
Views: 319
Comment here