Opini

Kepri, Tapal Batas dan Sebuah Ironi

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Ira Yuliana, S.Pd,M.Pd

wacana-edukasi.com, OPINI–Kepulauan Riau (disingkat Kepri) adalah sebuah provinsi yang ada di Indonesia. Provinsi Kepulauan Riau berbatasan dengan Vietnam dan Kamboja di sebelah Utara; Malaysia dan provinsi Kalimantan Barat di sebelah Timur; provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan Jambi di Selatan; negara Singapura, Malaysia dan provinsi Riau di sebelah Barat. Provinsi ini termasuk provinsi kepulauan di Indonesia. Tahun 2020, penduduk Kepulauan Riau berjumlah 2.064.564 jiwa, dengan kepadatan 252 jiwa/km2, dan 58% penduduknya berada di kota Batam. Secara keseluruhan wilayah Kepulauan Riau terdiri dari 5 kabupaten, dan 2 kota, 52 kecamatan serta 299 kelurahan/desa dengan jumlah 2.408 pulau besar, dan kecil yang 30% belum bernama, dan berpenduduk. Adapun luas wilayahnya sebesar 8.201,72 km², sekitar 96% merupakan lautan, dan hanya sekitar 4% daratan. (Wikpedia.or.id)

Perbatasan kepulauan riau ini diketahui juga sebagai “wajah” Indonesia bagian Utara. Jumlah pulau di Kepri memiliki 1.796 pulau. Vietnam, malaysia, kamboja dan singapura merupakan negara yang berbatasan langsung dengan kota Batam, Natuna, Kepulauan Anambas, Karimun, dan kabupaten Bintan. Hanya kota Tanjung Pinang dan Lingga saja yang tidak berbatasan dengan negara tersebut. Ada banyak pulau kecil yang berbatasan langsung dengan negara tersebut yang sebagian besar tidak berpenghuni. (antara news)

*Kepri, Tapal Batas dan Ironi*

Mengutip buku Pengelolaan Wilayah Perbatasan: Studi di Kawasan Kabupaten Sangihe (2021), wilayah perbatasan merupakan perbatasan suatu wilayah politik dan ruang kehidupan yang digunakan untuk membagi batas kedaulatan suatu negara merdeka yang lokasinya berdekatan. Upaya melakukan pembangunan di daerah perbatasan hendaknya mempertimbangkan esensi dari isu-isu yang berkaitan dengan antar-negara. Selain itu, tugas menjaga pertahan negara sebetulnya tidak hanya menjadi tugas dari TNI saja, melainkan bea cukai, dan masyarakat. Namun sayangnya fakta dilapangan di Indonesia, khususnya di Kepri masih sangat jauh dari harapan dan kenyataan. Sering kali kurangnya perhatian yang proporsional terhadap perbatasan. Wilayah perbatasan RI sering dilihat sebagai area yang rawan dengan berbagai gangguan seperti pergeseran patok batas negara, pencaplokan tanah perbatasan, rawan penyelundupan (smuggling) contoh narkoba, dan perdagangan gelap (illegal trading) contohnya trafficking.

Tidak sulit bagi kita untuk menemukan berita terkait kasus-kasus di atas, narkoba, trafficking, penyelundupan dll sudah lazim mewarnai media-media surat kabar Kepri. Seperti yang diberitakan kompas.id Januari 2022, Bisnis penyelundupan pekerja migran menjamur di Batam, Kepulauan Riau. Dalam satu minggu ini saja polisi mengungkap empat kasus perdagangan orang. Terkait narkoba misalnya “Sepanjang tahun 2022 Polda Kepri berhasil menggagalkan peredaran narkotika dengan jumlah barang bukti sabu sebanyak : 125,93 Kg (seratus dua puluh lima koma Sembilan puluh tiga) Kilogram, ganja sebanyak 15,65 Kg (lima belas koma enam puluh lima) kilogram, ekstasi sebanyak : 5.053,5 (lima ribu lima puluh tiga koma lima) butir dan kokain sebanyak 50,6 Kg (lima puluh koma enam) kilogram. Barang bukti narkotika tersebut merupakan hasil sitaan dari 234 (dua ratus tiga puluh empat) kasus yang telah diungkap, dengan jumlah tersangka sebanyak 334 (tiga ratus tiga puluh empat) orang,” ungkap Wakapolda Kepri, Brigjen Pol. Drs. Rudi Pranoto. (metrobatam.com Agustus 2022).

Terkait illegal fishing beberapa waktu lalu Komisi IV DPR RI melakukan kunjungan kerja teknis ke pangkalan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), Kamis, 15 September 2022, Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kepri menyampaikan salah satu hal yang marak terjadi adalah illegal fishing www.mongabay.co.id.

Selain itu konflik perairan laut Natuna dengan China juga senantiasa menjadi masalah yang hilang kemudian menghangat lagi saat situasi tidak stabil. Secara budaya Kepri, khususnya Batam yang berbatasan langsung dengan Singapura juga terjebak dengan Budaya Kosumerisme. Masyrakat Batam hanya menjadi tenaga kerja, konsumen barang bekas Singapur demi mendapat barang branded dengan harga murah, serta terkooptasi dengan iklim industrialisasi, dan matereliasasi yang merupakan gaya hidup diekspor dan diterima masyarakat tanpa ada filter dan peran negara.

Meminjam analisis dari Dr. Fika Komara yang merupakan Ahli geostrategi dari Institute Muslimah Negarawan (IMuNe). Setidaknya ada dua faktor yang menyebabkan berbagai permasalahan di Kepri sebagai tanah perbatasan:

Pertama, lemahnya penjagaan
Banyaknya kasus pidana narkoba, penyelundupan, dan perdagangan orang di area tapal batas Indonesia, menunjukkan lemahnya penjagaan perbatasan negeri muslim terbesar ini, juga belenggu perdagangan bebas di tanah perbatasan muslim.

“Maraknya aktor sindikasi dan mafia kejahatan di perbatasan adalah Kawasan lemahnya pertahanan negara di daerah perbatasan terluar. Padahal kawasan pantai Timur Sumatera sangat rentan terpapar rantai perdagangan narkoba yang berasal dari kawasan Indo China dengan jalur rantai suplainya dari Sungai Mekong hingga Selat Malaka. Belum lagi adanya sindikat perdagangan orang yang berasal dari Kamboja dan Vietnam,” ungkapnya kepada Mnews, Selasa (08/11/2022).

Ia menerangkan, eksistensi mafia narkoba dan perdagangan manusia yang beroperasi di bawah tanah, juga diuntungkan oleh adanya penetapan area FTZ (Free Trade Zone di pulau Batam Bintan dan Karimun) yang meniscayakan bebas cukai dan mudah masuknya barang-barang impor.

Kedua Atas Nama Perdagangan
Menurut Dr. Fika, semua ini bermula atas nama iklim investasi dan perdagangan sejak 2006, ketika Indonesia dengan Singapura memiliki FTZ joint agreement di Batam, Bintan dan Karimun. “Padahal, Singapura–negeri nonmuslim—dikenal sebagai mitra dekat AS dan “entitas” Israel yang sangat agresif melakukan invasi ekonomi dan budaya ke wilayah sekitarnya,” jelasnya.
Ia menyatakan, berharap efek jera pada banyak kriminalitas di perbatasan, sama saja bagai pungguk merindukan bulan, yakni jika sebuah negeri tidak memiliki visi dan paradigma yang kuat dan benar dalam menjaga perbatasannya akibat ketundukan pada sistem perdagangan WTO dan GATTS dan kelemahan posisi tawar terhadap negeri kufar.“Bahkan, yang ilegal masuk ke Indonesia ditambah topografi kepulauan yang memungkinkan banyak pelabuhan tikus untuk penyelundupan,” ucapnya.

Kepri sebagai daerah tapal batas hakikatnya memiliki potensi yang luar biasa. Baik dari sisi letak geografis maupun kekayaan alam. Namun jika tidak dikelola dengan baik, maka daerah tapal batas juga memiliki potensi “bahaya” tersediri yang harusnya dipahami oleh masyarakat khususnya pengemban dakwah di tanah perbatasan.

*Tanah Ribat dalam Pandangan Islam*

Syaikh Taqiyuddin An-Nabjaniy dalam kitabnya Asy-Syakhsiyyah Al-Islamiyyah, Juz 2: Beirut, Darul Ummah, 2003, halamann 173. “Ribath didefinisikan sebagai aktivitas tinggal berjaga-jaga ditapal batas (tsaghr) untuk menguatkan agama dan melindungi dari kejahatan orang-orang kafir. Tsaghr adalah semua tempat yang berbatasan dengan musuh, penduduknya menakut-nakuti musuh dan musuh pun menakut-nakuti mereka. Menjaga perbatasan negeri sangatlah penting dalam kacamata politik pertahanan Islam dan terdapat keutamaan untuk melakukan penjagaan di wilayah ini. Allah SWT berfirman:

Allah SWT berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung. (QS. Ali Imran 200).
Rasulullaah SAW bersabda:
“Ribath (menjaga perbatasan wilayah Islam dari serangan musuh-musuh Islam) sehari semalam lebih baik dari pada puasa sunnah dan shalat sunnah sebulan penuh, dan jika seorang murabith mati di tengah ia melakukan ribath, maka amal perbuatannya itu akan terus berpahala, dan ia diberikan rizqinya di surga kelak, serta tidak ditanya di dalam kubur (oleh malaikat munkar dan nakir)” (HR. Muslim).

سَبِيلِ اللهِ خَيۡرٌ مِنَ الدُّنۡيَا وَمَا عَلَيۡهَا – رواه البخاري

“Ribath satu hari di jalan Allah lebih baik daripada dunia dan apa pun yang ada di atasnya. Shahih Al-Bukhari: 2892

Lalu siapa saja yang terkategori murabith? terjadi perbedaan pendapat dikalangan ulama. Imam al-Qurtubiy berpendapat haruslah orang yang memang mengkhususkan dirinya untuk melakukan ribath disalah satu tapal batas, tidak berlaku bagi penduduk tapal batas yang memang tinggal di situ.”Sementara Syekh Taqiyuddin an-Nabhani berpandangan bahwa penduduk tapal batas itu sendiri bisa dianggap sebagai murabith dengan syarat niat mereka tinggal di situ adalah untuk menghadang dan menakuti musuh, dan pertahanan menjadi cukup dengan keberadaan mereka saja. Karena yang menjadi patokan bukanlah keberadaan tempat tersebut sebagai negerinya atau bukan.

Islam menuntut masyarakat yang tinggal di kawasan perbatasan tersebut agar hidup sesuai dengan karakteristik-karakteristik iman tertentu. “Jika mereka menyimpang dari arahan karakteristik tersebut, maka Allah akan menghancurkannya dengan mengirim manusia sehingga bergerak bebas di sekitar rumah-rumah mereka dan meluluh-lantahkan seluruh sarana dan aktivitas duniawi yang selama ini yang membuat mereka lalai dari risalahnya (Dr. Majid Irsan Al Kilani). Kualitas manusia seperti apa yang diharapkan oleh Islam ketika berada di tapal batas adalah orang-orang dengan mental superior. Hal ini ia kaitkan dengan yang disampaikan dalam QS. Al-Anfal ayat ke 60. Secara maknawi bahwa manusia-manusia yang berada di tapal batas itu adalah manusia superior. “Yaitu manusia-manusia yang bisa sampai pada level menakuti, menggetarkan. Jangan sampai kita seperti hidup dalam katak dalam tempurung, sementara musuh-musuh Islam memilik mata elang. Diperlukan kerja keras para Dai dan Daiyah di tapal batas untuk kembali mengaktifkan penduduk di Batam yang memang relatif banyak pendatang tapi bukan berarti mereka tidak bisa dibentuk kepekaannya terhadap kemaksiatan, kezaliman, dan bagaimana membentuk mental penjaga tapal batas,

*Langkah strategis*

Awal Oktober, Jaksa Agung St. Burhanuddin berkunjung ke Provinsi Kepulauan Riau. Ia meminta agar tuntutan kasus narkoba-human trafficking di Kepri memberikan efek jera kepada pelaku kejahatan tindak pidana narkoba hingga tindak pidana penjualan orang (TPPO) di wilayah Kepulauan Riau (Kepri). ia meminta pengaturan ketentuan itu dapat dimaksimalkan sanksinya. Burhanuddin juga ingin ada tindakan-tindakan hukum terkait munculnya kejahatan transnasional, seperti illegal fishing, human trafficking, penyelundupan barang dan narkotika, sampai pada permasalahan ekspor dan impor.

Hakikatnya langkah kuratif di hilir sebagaimana diminta oleh jaksa Agung St Burhanuddin tidaklah cukup dengan sanksi pidana/ administratif saja. Melainkan juga diperlukan langkah strategis sejak dari hulu, setidaknya berkaitan dengan beberapa hal berikut :

1. Penerapan politik perdagangan Islam yang benar*

2.Politik luar negeri Islam yang akan meng-upgrade posisi tawar Indonesia di mata negara asing

3. Menggunakan Islam sebagai indikator kegagalan pengelolaan perbatasan, yaitu dengan keleluasaan orang-orang kafir bebas bergerak di negeri Islam untuk menanamkan pengaruhnya dan merampas kekayaan umat

4. Masyrakat yang memahami makna tanah ribath sehingga memahami perannya sebagai murabbith (dengan peran dakwah dan daiyah)

5. Butuh negara yang menerapkan system Islam secara kaffah

Demikianlah pentingnya tanah ribath dalam khazanah pemikiran Islam. Permasalahan saat ini pada tanah ribath khususnya di Kepri tidak lepas dari masalah sistemik sistem sekuler kapitalistik.

Ternyata dai dan daiyah yang tinggal di tanah ribath memiliki keutamaan, pahala dan amanah “khusus” yang lebih besar dalam Islam. Dibutuhkan dakwah yang sungguh-sungguh khususnya di tanah rhibbat agar permasalahn tanah rhibbat tidak senantiasa berulang dan selesai hingga ke akar masalah. Wallahualam Bissawab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 50

Comment here