Oleh: Rosita, S.Pd.
Wacana-edukasi.com –Hujan deras mengguyur hampir seluruh wilayah provinsi Kalimantan Selatan pada pertengahan Januari 2021 yang menyebabkan banjir dalam waktu yang lama dan mencapai ketinggian hingga atap-atap rumah mereka. Perabotan rumah tangga, pakaian, hingga kendaraan ditinggalkan begitu saja dalam rumah yang terendam air. Aliran air dengan debit yang besar bahkan menyapu rumah, ternak, kebun, jembatan, dan jalan. Infrastruktur transportasi dan komunikasi semua terputus.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kalimantan Selatan melaporkan bahwa hingga tanggal 27 Januari 2021, banjir telah merendam 11 kabupaten dan kota, merenggut 24 jiwa, mengakibatkan 90 ribu rumah terdampak dan 135 ribu orang mengungsi.
Banjir tidak hanya terjadi di Kalimantan, tetapi daerah-daerah lainpun mengalami hal yang serupa. Sebut saja Lombok, Dompu, Bima, Jember, Bekasi, Kudus, Bangil dan bahkan Jakarta.
Di samping faktor curah hujan yang tinggi, kerusakan ekologi dengan eksploitasi besar-besaran sumber daya alam diduga menjadi penyebab utama.
Menurut Direktur Eksekutif Walhi, Nur Hidayati. Banjir ini diduga kuat terjadi akibat ekosistem yang sudah kehilangan daya dukungnya. Ketika ada cuaca ekstrim, daya dukungnya kolaps dan mengakibatkan bencana.
Masih menurut beliau. Pemanfaatan lahan untuk usaha penambangan dan perkebunan yang tidak dilakukan dengan AMDAL yang baik telah menyebabkan rusaknya ekosistem.
Berdasarkan catatan Walhi Kalimantan Selatan, terdapat 814 lubang milik 157 perusahaan tambang batubara. Sebagian lubang tersebut masih berstatus aktif. Menurut beliau, sebagian lubang masih berstatus aktif dan sebagian lagi di tinggalkan tanpa reklamasi. Tercatat dari 3.7 juta hectare total luas lahan di Kalimantan Selatan setidaknya 50% diantaranya sudah dikuasai oleh perizinan tambang dan kelapa sawit (jawapos.com 16/01).
Banyaknya bencana alam yang melanda Indonesia ini, semakin menunjukkan dampak kerakusan para pemilik modal. Harusnya kita menyadari bahwa bencana ini datang disebabkan dosa-dosa dan kemaksiatan manusia.
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia agar Allah menimpakan kepada merka sebagian dari (akibat ) perbuatan manusia, supaya mereka kembali (ke jalan yang benar.” (TQS. Ar-Rum [30]: 41)
Akan tetapi, kebanyakan manusia tidak menyadari hal ini. Justru para pemilik modal semakin tumbuh subur dalam habitat sistem kapitalisme dengan demokrasi sebagai sistem politiknya. Kalau kita telusuri lebih lanjut, keserakahan pemilik modal dalam eksploitasi sumber daya alam secara besar-besaran tidak terjadi dengan sendirinya. Ada tangan-tangan birokrasi yang mempermulus hegemoninya. Sesuai dengan mandate Washington Consensus, harus terjadi liberalisasi, privatisasi, dan deregulasi agar tercipta negara neo liberal.
Kerusakan lingkungan dan dirampasnya kesejahteraan rakyat, bukan sekadar kesalahan regulasi. Dibuatnya kebijakan agar kegiatan pertambangan memperhatikan lingkungan dan kesejahteraan, bukanlah solusi fundamental atas problem tersebut. Lebih dari sekedar regulasi, kesalahan fatal terletak pada penentuan landasan system ekonominya yang bercorak kapitalistik. Maka dari itu, jika ingin mencegah terjadinya eksploitasi SDA oleh swasta, harus dilakukan upaya yang fundamental, yaitu mengganti landasan sistem ekonomi kapitalis menjadi Islam.
Allah Swt. menciptakan SDA pasti dalam jumlah yang cukup untuk manusia hingga hari kiamat. Ingatlah yang menjadikan SDA terasa kurang adalah keserakahan. Sementara yang menjadikannya terasa cukup adalah keberkahan. Karena itu, manusia dengan akalnya semestinya mengelolanya sesuai dengan petunjuk Allah Swt. agar bumi ini beserta segala isinya senantiasa dialiri keberkahan oleh Allah Swt.
Allah Swt. berfirman :
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (TQS Al A’raf [07]: 96)
Sistem ekonomi Islam membagi kepemilikan menjadi tiga bagian, yaitu kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara. Islam hanya memberikan ruang kompetisi antarindividu pada kepemilikan individu. Adapun kepemilikan umum dan negara masuk ke baitulmal dan dikelola negara.
Rasulullah saw. bersabda:
“Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumput, air, dan api.“ (HR Abu Dawud)
Hadis ini menegaskan bahwa sumber daya alam baik hayati maupun nonhayati adalah milik umum dan manusia berserikat dalam memilikinya. Oleh karena itu, sumber daya alam tidak boleh dimiliki atau dikuasai oleh individu, beberapa individu, ataupun negara sekalipun.
Kepemilikan umum dibagi menjadi tiga jenis. Pertama, barang kebutuhan umum. Misal sumber-sumber air, padang penggembalaan, kayu bakar, energi listrik, dan sebagainya. Kedua, tambang yang besar. Barang tambang dikelompokkan menjadi dua, yaitu barang tambang yang jumlahnya terbatas (ini boleh dimiliki individu) dan barang tambang yang tidak terbatas (haram dimiliki individu). Ketiga, sumber daya alam yang sifat pembetukannya menghalangi dimiliki individu, misal sungai, laut, tanah-tanah umum, selat, gunung.
Inilah sebagian hukum Allah Swt. mengenai pembagian kepemilikan yang akan mencegah terjadinya eksploitasi SDA oleh swasta. Swasta hanya boleh memiliki harta dari bagian kepemilikan individu. Itu pun dengan sejumlah ketentuan yang telah ditetapkan syariat.
Hanya Islam saja yang mampu mewujudkan perintah Allah dan rasul-Nya terkait pengelolaan SDA dengan tetap memperhatikan aspek ekologi dan menjaga kelangsungan distribusi ekonomi di tengah masyarakat.
Wallahua’lam
Views: 7
Comment here