Opini

Kesehatan Masyarakat Terancam Kapitalisme

blank
Bagikan di media sosialmu

Sesuai dengan kacamata Kapitalis. disahkannya UU ini tujuan hanyalah materi belaka. Padahal, peran ahli farmasi dalam hal ini sangat penting dimana ahli farmasi merupakan tameng dari keselamatan pasien dari kesalahan penggunaan obat. Dengan adanya kebebasan ini maka keselamatan dan kualitas penggunaan obat terabaikan karena apoteker tidak lagi diperankan.

Oleh : Syiria S (Sintang)

wacana-edukasi.com, OPINI– RUU Kesehatan Omnibus Law resmi disahkan menjadi UU Kesehatan Omnibus Law atau yang dikenal dengan UU Kesehatan OBL, pada tanggal 11 bulan 07 tahun 2023 oleh DPR RI tepatnya pada waktu malam hari. Adapun demo oleh 5 profesi yakni Ikatan Dokter Indonesia, Ikatan Apoteker Indonesia, Ikatan Bidan Indonesia, Ikatan Perawat Nasional Indonesia, dan Ikatan Dokter Gigi Indonesia dilaksanakan pada tanggal 08 bulan 05 tahun 2023.

Demo besar-besaran yang dilakukan oleh 5 ikatan profesi resmi yang diakui negara tidak mendapatkan respon yang diharapkan. Justru pengesahan dilakukan pada malam hari tanpa melibatkan tenaga kesehatan atau ahli padahal RUU yang disahkan adalah mengenai kesehatan.

Dari semua fraksi partai yang ada, terdapat dua fraksi yang tidak menyetujui pengesahan RUU Kesehatan OBL ini dalam sidang rapat paripurna sebelum kabar mengenai pengesahan secara diam-diam ini terjadi. Inilah cacatnya demokrasi, metode yang dilakukan dalam menetapkan kebijakan adalah voting dengan suara terbanyak bukan terbenar.

Beberapa pasal didalam UU Kesehatan OBL masih memiliki sejumlah masalah, diantaranya terlucutinya peran Organisasi Profesi Kesehatan (dilansir dari web IAI). Hal ini tentu berbahaya jika peran profesi kesehatan dikurangi atau bahkan dilucuti. Sejatinya, merekalah yang paling mengerti dan memahami tentang kesehatan bukan pihak lain.

Sebelumnya, tujuan dari kesehatan adalah product oriented berubah menjadi patient oriented, kini dengan adanya UU Kes OBL menjadi money/bussiness oriented. Tenaga kesehatan merubah dari orientasi kepada produk menjadi orientasi kepada pasien, karena melihat banyak penyalahgunaan oleh industri yang hanya mementingkan hasil akhir dari produk kesehatan, tidak peduli dengan kesehatan dan kesembuhan pasien, hingga akhirnya kesadaran itu muncul dan mulai berorientasi pada kesehatan dan kesembuhan pasien menjadi tujuan utama pelayanan kesehatan terkhusus pelayanan kefarmasian mulai dari perancangan produk farmasi yang mulai berorientasi pada pasien. Dengan adanya UU Kes OBL ini akan merubah tujuan beberapa bussiness man yang menganggap bahwa UU tersebut mendukungnya untuk menomorduakan kesehatan dan keselamatan pasien dan mengutamakan keuntungan produk farmasi semata.

Dari hasil diskusi organisasi profesi terkhusus Apoteker, beberapa pasal yang bermasalah yang dapat mengancam kesehatan dan keselamatan masyarakat diantaranya, Pasal 145, pasal 272, pasal 311, dan pasal 320 ayat 6.

Pertama, pasal 145 yang mengatur tentang Task Shifting, dimana disebutkan bahwa dalam kondisi tertentu praktik kefarmasian dapat dilakukan oleh Tenaga Kesehatan lain secara terbatas, hal ini tentu berbahaya, praktik kefarmasian harus dilakukan oleh Tenaga Kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan peraturan perundangan yang ada.

Praktik kefarmasian tidak bisa digantikan oleh tenaga selain kefarmasian, produk farmasi merupakan komoditi khusus yang berbahaya apabila salah dalam penggunaannya. Potensi bahaya kesalahannya bisa sampai kepada tahap fatal yakni kehilangan nyawa. Penggunaan produk farmasi terkhusus obat haruslah didampingi oleh tenaga ahli dalam hal ini adalah tenaga kefarmasian baik itu Apoteker ataupun Asisten Apoteker.

Kedua, pasal 272 yaitu tentang kolegium. Adanya pasal ini membuat tugas dan peran organisasi profesi kesehatan beralih menjadi Kolegium seperti penyusunan standar kompetensi dan kurikulum pelatihan yang tidak lagi melibatkan praktisi.

Dampaknya, peran organisasi profesi kesehatan yang selama ini berperan aktif dalam memperhatikan dan mengutamakan kesehatan serta keselamatan masyarakat akan punah dan berganti menjadi perlombaan menciptakan kurikulum terbaik guna mendapat pengakuan. Generasi penerus yang tidak mendapatkan kurikulum yang layak dari praktisi berpengalaman, hanya sekedar teori yang tidak nyata, ini sangat berbahaya dalam praktiknya dikemudian hari.

Ketiga, Pasal 311 tentang Organisasi Profesi dimana dalam pasal ini disebutkan bahwa Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan dapat membentuk organisasi profesi yang artinya organisasi profesi yang selama ini hanya boleh satu untuk setiap profesi berubah menjadi satu rumpun lebih dari satu profesi. Hal ini tentu akan mengganggu fokus dari peran profesi masing-masing yang sebelumnya fokus pada tupoksi masing-masing demi mencapai kesehatan masyarakat yang sejahtera.

Rumpun ini tidak jauh dari LSM yang hanya sekedar lembaga yang tidak memiliki peran dan fungsi seperti sebelumnya. Padahal adanya wadah organisasi profesi bisa menjadi penting dalam menjaga hubungan sejawat profesi dan menjadi tali pegangan dalam menjalankan tugasnya di masyarakat.

Keempat, Pasal 320 ayat 6 yang memperbolehkan obat-obatan tanpa resep untuk dijual diluar fasilitas pelayanan kefarmasian, seperti hypermarket, supermarket, dan minimarket. Ini sangat jelas bahwa UU Kes OBL ini berpihak kepada bussiness oriented bukan lagi patient oriented. Dalam hasil rapat organisasi profesi IAI menyebutkan bahwa pasal ini bertentangan dengan semangat pelayanan kesehatan yang memprioritaskan kesehatan pasien.

Keputusan ini menuai penolakan dari IAI karena obat bukanlah barang komoditas umum yang dapat diperjualbelikan oleh individu yang tidak memiliki kompetensi di bidang kesehatan.Menurut IAI, kebijakan ini melanggar prinsip dasar dalam pelayanan kesehatan, terutama dalam mencapai sasaran keselamatan pasien.

Apoteker, sebagai tenaga kesehatan yang memiliki pengetahuan dan keterampilan khusus dalam bidang farmasi, memiliki peran yang krusial dalam memastikan penggunaan obat yang aman dan efektif.“Obat merupakan komoditas yang memiliki potensi bahaya jika digunakan secara tidak benar. Penggunaan obat yang tidak sesuai dengan indikasi, dosis yang tidak tepat, atau interaksi obat yang tidak terdeteksi dapat membahayakan kesehatan masyarakat. Apoteker dapat memberikan nasihat yang komprehensif kepada pasien. Hal ini tidak dapat dilakukan oleh tenaga penjualan di fasilitas-fasilitas yang bukan pelayanan kefarmasian, tegas apt. Noffendri, Ketua umum IAI (dilansir dari web IAI).

Sesuai dengan kacamata Kapitalis. disahkannya UU ini tujuan hanyalah materi belaka. Padahal, peran ahli farmasi dalam hal ini sangat penting dimana ahli farmasi merupakan tameng dari keselamatan pasien dari kesalahan penggunaan obat. Dengan adanya kebebasan ini maka keselamatan dan kualitas penggunaan obat terabaikan karena apoteker tidak lagi diperankan.

Kemudian pasal 248-253, dimana Tenaga Medis Spesialis dan Subspesialis serta Tenaga Kesehatan berkompeten asing diberi wadah untuk bersaing dengan tenaga dalam negeri. Tenaga medis spesialis dan subspesialis di negeri ini masih sangat jarang dan sulit. Karena selain biaya yang meroket juga harus memiliki rekomendasi dari para spesialis dan subspesialis dan menjadi lebih sulit terutama bagi para tenaga medis yang belum memiliki ‘ordal’ alias orang dalam. Keterbatasan tenaga medis spesialis dan subspesialis tentu menjadi peluang untuk dimanfaatkan oleh asing menguasai ekonomi dalam negeri.

Krisis ekonomi semakin menjadi-jadi meskipun sebelumnya Indonesia bergabung bersama MEA atau Masyarakat Ekonomi Asean. Tenaga asing masuk ke dalam negeri dan orang dalam negeri menjadi pengangguran harus tersingkir oleh asing di negeri sendiri. Alih-alaih solusi untuk warga negara yang berobat ke luar negeri namun hanya akan menimbulkan masalah baru, alias memiskinkan warga negara sendiri.

Masuknya para tenaga ahli asing bukan hanya berpraktek didalam fasilitas kesehatan dalam negeri, namun adanya kebebasan harta akan menjadikan mereka mendirikan fasilitas kesehatan mereka sendiri di dalam negeri. Sebelumnya saja biaya berobat dengan tenaga dalam negeri sudah selangit, ditambah adanya tenaga asing, sudah pasti akan lebih dari selangit. Mau tak mau masyarakat harus membayar untuk kesehatan dan kesembuhan mereka.

Sudah jelas bahwa masalah ini sebetulnya adalah masalah krisis ekonomi, maka rezim berharap akan dapat memperbaikinya dengan adanya UU Kes OBL ini. Namun yang terjadi memalak masyarakat dengan aspek kesehatan. Kapitalis tidak akan sanggup memberikan solusi pada krisis ekonomi dengan asas kebesasan kepemilikan harta.

Krisis ekonomi dapat teratasi dengan sistem ekonomi Islam. Di dalam Sistem Islam, jelas bahwa keselamatan warga negara adalah kewajiban negara yang harus ditegakkan. Bukan dikapitalisasi demi meningkatkan ekonomi yang rusak karena penerapan ekonomi kapitalis.

Khalifah akan menjamin kesehatan dan keselamatan semua warga negaranya tanpa kecuali, secara cuma-cuma alias gratis dengan kualitas terbaik. Tanpa syarat, tanpa kartu asuransi ataupun kartu jaminan yang sangat ribet.

Darimana semua uang itu jika pengobatan gratis? Apakah tenaga medis dan tenaga kesehatan tidak dibayar? Mereka membiayai pendidikan mereka mahal, mana mungkin gratis?

Sistem ekonomi Islam yang handal, membagi harta kepemilikan menjadi 3, bukan bebas sebebasnya seperti ekonomi kapitalis yang sangat menyengsarakan. Yakni harta milik negara, harta milik umum, dan harta milik individu ini bebas menjadi sekaya yang ia mau namun dengan syarat tidak mengambil harta milik negara maupun harta milik umum ataupun mengambil harta milik orang lain.

Harta milik umum yaitu air, padang rumput, dan api tidak boleh dimonetisasi ataupun dimonopoli oleh swasta. Harta milik negara contohnya semua sumber daya alam milik negara. Seperti emas, batu bara, nikel, dan sebagainya adalah milik negara yang pengelolaanya merupakan hak dan kewajiban negara, kemudian hasilnya masuk ke Baitul Mal.

Dari Baitul Mal inilah segala dana untuk kebutuhan masyarakat. Melihat kekayaan alam negara Indonesia, akan sangat mungkin negara menyediakan fasilitas umum secara gratis. Kunci penanganan krisis ekonomi ini sebetulnya ada pada harta kepemilikan, bukan pada ekonomi kapitalis ataupun komunis yang berbasis riba yang mencekik.

Dalam Islam negara mengizinkan para warganya untuk menempuh pendidikan di luar negeri jika memang mereka mampu. Namun untuk pekerja di dalam negeri haruslah warga negaranya sendiri. Negara melarang asing menguasai apapun didalam negeri termasuk di bidang pekerjaan.

Kecuali, jika tidak ada satupun tenaga medis ataupun tenaga kesehatan dalam negeri yang mampu melakukan satu keahlian maka boleh negara memasukkan tenaga tersebut kedalam negeri dengan catatan sesuai jumlah kebutuhan dan jika di kemudian hari telah ada warga negara yang memiliki keahlian tersebut dan cukup maka tenaga asing akan dipulangkan kembali ke negaranya.

Ekonomi memiliki peran penting dalam perkembangan teknologi dan sains, maka negara akan mampu menyediakan wadah untuk pendidikan dan penelitian guna mengikuti dan menciptakan perkembangan teknologi dan sains itu sendiri. Dengan catatan tidak bertentangan dengan hukum syara’. Hal ini telah terjadi pada masa Kekhilafahan Islam dimana Islam menjadi pusat peradaban dunia dan menjadi pusat perkembangan ilmu dan teknologi.

Dengan ditegakkannya Islam secara keseluruhan dalam aspek kenegaraan dan juga penerapan sanksi serta hukumannya maka akan bisa meminimalisir segala bentuk tindak kejahatan baik dalam bidang kesehatan maupun dalam bidang yang lain. Inilah keagungan Islam pedoman kehidupan yang telah diciptakan oleh Sang Maha Kuasa, akan bisa memberikan kesejahteraan dan disegani oleh dunia serta memberi solusi mengakar atas setiap permasalahan kehidupan tanpa merugikan siapapun kecuali mereka yang memusuhi Islam.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 26

Comment here