Oleh: Sumariya (Anggota LISMA Bali)
wacana-edukasi.com, OPINI– Setiap memasuki tanggal 1 Mei, masyarakat dunia memperingati Hari Buruh Internasional. Di tengah peringatan Hari Buruh tahun 2024, problem buruh masih sangat kompleks. Mulai dari upah rendah, hingga eksploitasi tenaga buruh. Maraknya PHK dan sempitnya lapangan kerja juga membuat nasib buruh makin terpuruk.
Dalam perjalanan sejarah, setelah Indonesia merdeka, kondisi dunia kerja atau kaum buruh tidak menunjukkan ke arah yang lebih baik, dibanding pada masa sebelum kemerdekaan atau kolonial. Buruh yang bekerja di sektor pertanian, sektor manufaktur skala kecil dan menengah, memiliki standar upah yang sangat kecil, disertai kondisi kerja yang sangat buruk. Di era orde baru dan di zaman reformasi pun nasib buruh sangat memprihatinkan. Standar upah yang ditetapkan atas buruh jauh dari memenuhi kebutuhan atau sangat minim. Kondisi kerja juga buruk serta jaminan keamanan kerja buruh tidak menentu. Kondisi buruk yang dialami para buruh tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga dunia.
Mengacu pada laporan Organisasi Buruh Internasional (ILO) tentang Tren ketenagakerjaan dan Sosial 2024, ada dua isu utama yang menjadi sorotan terkait buruh:
Pertama, tingkat pengangguran global yang tinggi. Pada tahun 2024 diperkirakan 200 juta orang lebih masih menganggur.
Kedua, kesenjangan sosial yang semakin lebar. Saat ini, ketimpangan antara orang kaya dan orang miskin semakin parah. Dimana 1 persen populasi manusia terkaya dunia menguasai lebih dari setengah kekayaan global. (tirto.id)
Persoalan buruh yang belum tertangani hingga saat ini, sejatinya buah dari penerapan sistem Kapitalisme Global. Sistem Kapitalisme, menganggap buruh (pekerja) hanya sebagai faktor produksi. Nasib buruh pun sangat tergantung pada perusahaan, sementara perusahaan hanya mementingkan keuntungan dalam bisnisnya. Upaya memaksimalkan keuntungan ini adalah cita-cita Kapitalisme liberal. Perusahaan akan berusaha meminimalisir biaya produksi untuk mendapatkan keuntungan yang besar, salah satunya adalah dengan menekan upah buruh.
Di sisi lain, tidak ada jaminan kesejahteraan dari negara atas seluruh rakyatnya. Negara malah tampak menyerahkan nasib kesejahteraan buruh ke perusahaan. Selain memberikan upah, perusahaan dituntut memberikan jaminan-jaminan tertentu pada buruh, seperti jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, hingga jaminan kematian. Negara sendiri hanya mengambil peran sebagai regulator (pembuat aturan) dan penengah antara buruh dan perusahaan. Alhasil, posisi buruh rawan menjadi korban kezaliman karena tidak memiliki posisi tawar di hadapan pengusaha atau perusahaan akibat ketergantungan kesejahteraannya pada pengusaha bersangkutan. Jelaslah bahwa akar persoalan ketenagakerjaan ini adalah cengkraman sistem Kapitalisme, sebab sistem ini terbukti gagal memberikan kesejahteraan dan kemakmuran bagi buruh.
Sudah saatnya negeri ini menerapkan sistem ekonomi yang adil, yakni sistem ekonomi Islam yang berlandaskan pada syariat Allah SWT, dengan pengelolaan yang amanah dan profesional. Bahkan tidak hanya di bidang ekonomi, bidang lainnya, seperti politik, sosial budaya, hukum, pendidikan dan sebagainya juga harus dibersihkan dari racun Kapitalisme sekuler. Seluruh sistem Islam ini, hanya bisa diterapkan di bawah institusi Khilafah Islam. Jadi pandangan dan cara Islam mengatasi dan menyelesaikan masalah ketenagakerjaan yang ada, mutlak diterapkan.
Solusi yang ditawarkan Islam bukanlah solusi yang tambal sulam, melainkan solusi yang fundamental dan komprehensif terhadap persoalan-persoalan ketenagakerjaan. Islam memandang buruh adalah bagian dari rakyat dan negara bertanggung jawab untuk memastikan kesejahteraannya.
Rasulullah SAW bersabda:
“Imam (penguasa) adalah pengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang diurusnya.” (HR. Muslim)
Negara memiliki mekanisme ideal, melalui penerapan sistem Islam kaffah yang menjamin kebaikan atas nasib buruh dan juga keberlangsungan perusahaan, sehingga menguntungkan semua pihak.
Pertama, berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat. Islam telah menetapkan bahwa negara wajib menjalankan kebijakan makro yang menjamin tercapainya pemenuhan semua kebutuhan pokok (primer) tiap individu masyarakat secara keseluruhan, disertai dengan adanya jaminan yang memungkinkan setiap individu dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan lengkap sekunder dan tersier sesuai dengan kemampuan mereka. Negara dalam Islam wajib memberikan pelayanan kesehatan, pendidikan dan keamanan secara cuma-cuma kepada seluruh rakyatnya.
Kedua, berkaitan dengan masalah kontrak kerja antara pengusaha dan pekerja. Islam telah mengatur agar kontrak kerja dan kerja sama antara pengusaha dan pekerja tersebut saling menguntungkan. Tidak boleh satu pihak menzalimi dan merasa dizalimi oleh pihak lainnya. Islam mengatur secara jelas dan rinci hukum-hukum yang berhubungan dengan ijarah al-ajir (kontrak kerja). Islam menetapkan bahwa upah dalam akad kerja ditentukan berdasarkan kesepakatan atau keridhaan antara pekerja dan pengusaha.
Penentuan upah dalam Islam ditentukan berdasarkan manfaat yang diberikan oleh pekerja kepada pengusaha, yakni berkaitan dengan waktu bekerja, jenis pekerjaan dan lain-lain. Jika terjadi perselisihan antara pengusaha dan pekerja, negara akan segera menyelesaikan persengketaan tersebut dengan mengutus para khubara’. Penyelesaian ini dilakukan dengan segera untuk mencegah terjadinya tindak kezaliman di antara kedua belah pihak. Sungguh hanya Khilafah Islam yang mampu menyejahterakan pengusaha maupun pekerja dan menghilangkan kezaliman di antara keduanya.
Wallahu a’lam bishshawab
Views: 9
Comment here