Opini

Kesejahteraan Pangan Nihil dalam Kapitalisme

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Wiji Lestari (Aktivis Muslimah)

wacana-edukasi.com— Melambungnya harga sejumlah kebutuhan pokok membuat masyarakat menengah kebawah semakin menjerit. Pasalnya hampir setiap menjelang Natal dan Tahun baru sudah sebuah tradisi yang terulang terus menerus naiknya sejumlah komoditas pangan. Akankah negeri berlimpah kekayaan alam sudah mampu menjamin kesejahteraan pangan dengan sistem saat ini?

Dilansir dari Liputan6.com Jakarta(29/12/2021) menyebutkan bahwa harga minyak goreng, cabai hingga telur terus mengalami peningkatan menjelang akhir tahun. Ketiga komoditas bahan pokok ini diperkirakan akan terus merangkak naik hingga Januari 2022 mendatang. Namun masyarakat diminta untuk tidak terlalu khawatir karena harga-harga pangan tersebut akan kembali turun pada kuartal I-2022. Peneliti Core Indonesia, Dwi Andreas mengatakan saat ini harga-harga komoditas tersebut telah melewati batas harga psikologis. Harga cabai di tingkat konsumen telah tembus Rp 100.000 per kilogram. Harga minyak goreng curah sudah lebih dari Rp 18.000 per kilogram dan harga telur yang mencapai Rp 30.000 per kilogram.
Andreas menjelaskan kenaikan harga cabai ini dipicu fenomena alam la nina yang membuat para petani banyak yang gagal panen.

Sementara permintaan di akhir tahun selalu tinggi, sehingga hukum ekonomi berlaku. Begitu juga dengan harga minyak goreng, kenaikan harga minyak ini terjadi karena meningkatnya permintaan kelapa sawit yang besar dari luar negeri. Ini pun menyebabkan para pelaku usaha memanfaatkan kenaikan harga komoditas untuk meraup keuntungan. Begitu juga dengan kenaikan harga telur. Bagi Andreas, kenaikan harga telur saat ini menjadi wajar karena sampai bulan November lalu produksi telur sangat berlimpah dan harganya menjadi anjlok. Meski begitu kenaikan harga telur juga akan mereda di bulan memasuki bulan Februari. Harga tersebut akan mengalami penurunan sampai puncaknya bulan April. Kemudian akan naik lagi setelahnya.

Ketiga komoditas bahan pokok tersebut membuat para emak menjerit sebab dalam memenuhi keseharian harus pandai-pandai dalam mengatur keuangan. Tak jadi persoalan bila emak mendapat uang jatah bulanan untuk dapur, namun bagaimana dengan emak diluar sana yang berjuang untuk mencari nafkah guna membantu para bapak dalam mengais rezeki tentu akan merasakan dampak yang begitu berat. Terlebih disaat pandemi yang melanda tentu menambah beban tersendiri.
Setiap kenaikan bahan pokok ditengah kondisi perekonomian yang buruk tentu akan menambah dampak terhadap kesejahteraan masyarakat. Disisi lain harus berdampak sulitnya mencari lapangan pekerjaan, sulitnya mencari pundi-pundi rupiah bahkan banyaknya PHK terhadap karyawan menjadi pemicu menurunnya kesejahteraan masyarakat.

Segi kesehatan misalnya kala pandemi tentu akan sulit memenuhi kebutuhan pangan yang berkualitas dan bergizi. Sebab untuk memenuhinya pun sulit sebab kenaikan harga bahan pokok tak dapat dibendung dan ini terus berulang sesuai kondisi yang ada. Maka sulit ditemukan kesejahteraan dalam kondisi pandemi saat ini bagi masyarakat yang berpenghasilan menengah kebawah. Mengapa kenaikan bahan pokok terus berulang? Sudahkah negeri ini memberikan kesejahteraan masyarakat dengan sistem yang ada?

Korporasi Pangan

Telah disebutkan diatas bahwa dikondisi perekonomian saat ini hukum ekonomi berlaku, yang mengakibat adanya kenaikan sejumlah bahan pokok yang dipengaruhi oleh kebijakan yang ditetapkan. Kebijakan yang lahir dari sebuah sistem yang salah akan mempengaruhi hasil yang ada. Sistem negeri ini yakni Kapitalisme-Sekularisme yang berasaskan manfaat tentu standar yang digunakan yakni keuntungan sebanyak-banyaknya.
Sudah bukan menjadi sebuah persoalan jika negeri ini dikuasai oleh segelintir orang yang dapat mengendalikan segala aspek. Termasuk dari segi pangan tentu ketiga komoditas tersebut dapat pula menjadi sasaran mereka. Misalnya saja cabai, beberapa bulan yang lalu disaat petani negeri ini mulai panen disisi lain ada kebijakan untuk impor cabai dalam jumlah besar alhasil harga cabai dalam negeri menjadi anjlok.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor cabai pada periode Oktober lalu melonjak sangat tajam. Kenaikan impor cabai tercatat 1.774%. Dari data BPS yang dikutip CNBC Indonesia, Senin (6/12/2021), impor cabai pada Oktober tercatat sebanyak 44.591.583 kilogram (kg). Jumlah ini naik 1.774% dibandingkan Oktober 2020 yang hanya 2.378.576 kg. Impor cabai ini tertinggi berasal dari negara India yang sebanyak 44.246.981 kg. Realisasi impor ini naik 1.928% dibandingkan Oktober 2020. Kemudian dari China sebanyak 323.723 kg, lalu dari Malaysia sebanyak 9.581 kg. Selanjutnya impor berasal dari Spanyol sebanyak 150 kg dan dari Taiwan sebanyak 6.474 kg (CNBC INDONESIA,06/12/2021).

Penguasaan pasar oleh segelintir orang tentu membuat pemerintah semakin sulit untuk menstabilkan harga dipasaran. Kesejahteraan dalam lingkup sistem ini akan langka ditemui bahkan yang ada justru semakin nampak jelas kesenjangan sosial yang ada. Yang kaya makin kaya sedangkan yang miskin makin miskin, mungkin ini yang terlihat saat ini. Sampai kapan negeri ini akan mengorbankan kesejahteraan rakyat?

Islam Solusi Tepat

Telah terbukti jelas bahwa sistem yang ada di negeri ini belum mampu mensejahterakan rakyat. Sudah selayaknya negeri ini berganti dengan sistem yang berasal dari Sang Pencipta yakni Khilafah ala minhajin nubuwwah. Dalam sistem ini seorang khalifah akan memperhatikan betul bagaimana menjaga kestabilan pangan dalam rangka mengatasi persoalan lonjakan harga komoditas pangan ini, sistem Islam akan melakukan beberapa kebijakan. Kebijakan itu di antaranya adalah:
Pertama, menjaga stok pangan agar permintaan dan ketersediaan menjadi stabil. Negara akan mengambil kebijakan yang berorientasi pada peningkatan produktivitas berkelanjutan untuk menjaga ketahanan, kemandirian, bahkan kedaulatan pangan melalui riset dan inovasi teknologi.

Kedua, dalam masalah distribusi, negara akan menjamin setiap warga tercukupi kebutuhan konsumsi pangan secara mudah dan merata.
Ketiga, negara menjaga rantai tata niaga dengan adanya larangan penimbunan, praktik riba, praktik tengkulak, dan lain sebagainya. Selain adanya pelarangan, negara juga menegakkan hukum yang tegas yang mampu memberikan efek jera sesuai dengan aturan Islam. Oleh karena itu sudah saatnya untuk kembali menerapkan aturan Sang Pencipta.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 4

Comment here