Opini

Kesenjangan Semakin Nyata, Belum Move On Juga?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Dhevy Hakim

“Harta sejati adalah kesehatan, bukan emas dan perak”

(Mahatma Gandhi)

Wacana-edukasi.com — Kata bijak tersebut menunjukkan bahwa kesehatan lebih berharga daripada harta seperti emas dan perak. Pandemi covid-19 yang mengancam jiwa, menjadi pertimbangan penting untuk beraktivitas di luar rumah. Berdasarkan data Kemenkes per 26 Juli 2021 menunjukkan angka rata-rata sepekan sampai tanggal tersebut masih di angka 41.290 dengan angka kematian sebanyak 1.487 orang.

Kondisi tersebut menempatkan Indonesia pada urutan pertama untuk kasus kematian harian dan urutan nomor tiga untuk pertambahan kasus baru harian. Tentu kondisi tersebut mengkhawatirkan.

Sejak awal datangnya pandemi dan pasca diberlakukannya PSBB telah berdampak pada sektor ekonomi. Pertumbuhan ekonomi negatif, banyak PHK, bahkan perusahaan ritel raksasa pun banyak yang gulung tikar. Bisa dibilang menjadi sektor krusial yang terkena dampaknya.

Namun anehnya di kala angka kemiskinan naik tajam, di sisi lain jumlah orang kaya dan super kaya di Indonesia bertambah banyak. Berdasarkan data dari lembaga keuangan Credit Suisse, persentasenya melonjak sebesar 61,69 persen year on year (yoy). Di ukur berdasarkan kekayaan bersih 1 juta dollar AS atau lebih setara dengan Rp 14,49 miliar (kurs dollar Rp 14.486), di tahun 2019 berjumlah 106.215 orang kemudian naik di tahun 2020 sebanyak 171.740 orang (kompas.com, 13/7/2021)

Kesenjangan Sistemik

Rupanya peningkatan jumlah orang kaya di masa pandemi tidak hanya terjadi di negeri ini, namun juga meluas di dunia. Melansir dari situs finance.detik.com (23/6/2021), didasarkan pada hasil penelitian Credit Suisse ditemukan bahwa jumlah miliarder meningkat sebanyak 5,2 juta orang, menjadikan total miliarder di dunia saat ini berjumlah 56,1 juta orang. Lebih dari 1% orang dewasa di seluruh dunia telah menjadi miliarder untuk pertama kalinya.

Aneh! Pasalnya, pandemi nyatanya membawa dampak pada ekonomi negara. Pertumbuhan ekonomi negatif, PHK dimana-mana, sektor riil ambruk, sampai bertambahnya angka kemiskinan. Bahkan di negara adidaya seperti Amerika Serikat sampai terjadi aksi penjarahan massal.

Menelisik laporan dari Credit Suisse, artinya kesenjangan antara orang kaya dan orang miskin itu polanya sistemik. Hal ini terjadi tidak lain karena saat ini dunia sedang dicengkeram oleh sistem kapitalisme dengan AS sebagai pengusungnya.

Kapitalisme sebagai ideologi dengan ide dasarnya sekulerisme yakni pemisahan agama dengan kehidupan telah melahirkan konsep liberalisme. Karut-marut yang mengakibatkan adanya kesenjangan yang tajam dimulai dari konsep kapitalisme. Setidaknya ada beberapa konsep yang menjadi faktor penyebab terjadinya kesenjangan sistemik.

Pertama, konsep kebebasan kepemilikan. Kapitalisme memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada siapa saja untuk memiliki kekayaan sekalipun kekayaan tersebut masuk dalam kategori kepemilikan umum. Pemiliki modal akan mudah mengeruk kekayaan alam yang ada. Seolah sistem ini justru mefasilitasi kerakusan pemilik modal untuk melipatgandakan kekayaan pribadinya.

Kedua, konsep manajemen kepemilikan melibatkan swasta. Kapitalisme dengan ide kebebasannya membolehkan swasta untuk mengelola kepemilikan umum. Negara hanya sebatas regulator saja. Disinilah yang mengakibatkan terjadinya kemiskinan massal, tidak hanya memiskinkan secara individu namun juga kemiskinan negara. Bahkan menjadikan negara berubah bentuk menjadi korporatokrasi.

Ketiga, konsep distribusi kekayaaan melalui pasar bebas. Kapitalisme memberikan jaminan sebebas-bebasnya untuk melakukan pertukaran barang dan jasa tanpa melihat halal atau haram. Individu dengan kemampuan menguasai pasar akan mengendalikan pasar, sehingga timbul kelangkaan barang, spekulasi harga dan terjadi penimbunan. Akibatnya terjadi kesenjangan permanen. Rakyat bawah akan terus dikendalikan oleh orang kaya yang memiliki modal besar.

Oleh karenanya, sistem kapitalis jelas sistem rusak yang telah mengakibatkan terjadinya kesenjangan sistemik.

Islam Menghapus Kesenjangan

Islam sebagai agama yang membawa rahmat untuk semesta alam, kehadirannya mampu memberikan solusi atas segala persoalan manusia. Allah SWT oleh karenanya memberikan perintah kepada kaum muslimin untuk masuk kedalam agama Islam secara kaffah (baca: keseluruhan).

Bagi orang yang beriman kepada Allah dan Rasul, tidak boleh memilih syariat sesuai keinginannya saja. Seolah seperti prasmanan, yang enak diambil dan yang tidak disukai tidak diambil. Karut-marut dalam masalah ekonomi yang mengakibatkan adanya kemiskinan dan kesenjangan sosial sejatinya tidak terjadi jika aturan Islam yang dipakai.

Berdasarkan penjelasan yang ada di buku Sistem Ekonomi Islam, yang ditulis oleh Syeikh Taqiyuddin An Nabhani, mengenai kaidah umum perekonomian dalam Islam. Ada tiga kaidah mendasar yang menyangkut masalah ekonomi.

Pertama, Kepemilikan (propherty). Islam mengatur bahwasanya Allah lah yang memiliki kepemilikan secara keseluruhan. Atas izin yang dibolehkan oleh Allah (baca: sesuai ketentuan syariat), manusia baru berhak memperoleh kepemilikan. Sehingga Islam membatasi kepemilikan menjadi tiga yakni kepemilikan individu, kepemilikan umum dan kepemilikan negara. Oleh karenanya seseorang hanya memiliki harta kekayaan atas sebab-sebab yang dibolehkan Syara’, seperti bekerja, waris, kebutuhan akan harta untuk menyambung hidup, harta pemberian negara dan harta-harta yang diperoleh oleh seseorang dengan tanpa mengeluarkan harta atau tenaga apapun.

Kedua, Menagemen kepemilikan. Islam mengatur masing-masing kepemilikan sesuai batasan yang dibolehkan syariat. Dalam hal ini, kepemilikan umum hanya boleh dikelola oleh negara kemudian hasilnya dikembalikan untuk kepentingan rakyat. Haram hukumnya bagi individu untuk memiliki harta kekayaan ataupun memonopoli kepemilikan umum.

Ketiga, Distribusi kekayaan di tengah-tengah umat. Islam menjamin distribusi barang dan jasa merata ke seluruh umat. Maka distribusi dilakukan sesuai dengan ketentuan sebab-sebab kepemilikan serta transaksi-transaksi yang wajar. Tidak boleh harta kekayaan berputar pada orang yang kaya, disinilah negara (baca: khilafah) hadir untuk memberikan jaminan melaui ketersediaan barang dan jasa, pelarangan penimbunan, intervensi pasar dengan memberikan sangsi bagi oknum yang menimbun barang.

Demikianlah konsep Islam yang akan mampu menghadirkan kesejahteraan dan keberkahan. Konsep tersebut pernah terwujud selama 13 abad lamanya yakni melalui institusi khilafah. Tidak hanya menghapus kesenjangan, kemiskinan dan penderitaan umat namun mampu menghantarkan umat Islam di zamannya pada posisi peradaban yang agung. Kini, sudah saatnya umat ini move on dari sistem yang rusak ke sistem buatan illahi. Kalau tidak sekarang lantas kapan lagi???

Wallahu a’lam bi showab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 0

Comment here