Opini

Ketergantungan Investasi Asing dan Problem Infrastruktur, Kapitalisme Gagal Sejahterakan Rakyat

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Amellia Putri

Wacana-edukasi.com, OPINI-– Baru-baru ini, barang milik investor asal China yang harusnya dikirim ke Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) Sabang tertahan di Pelabuhan Belawan selama 30 hari. Penyebabnya bukan sekadar kelalaian administrasi, melainkan tidak tersedianya jalur transportasi laut yang ekonomis.

Wakil Gubernur Aceh pun turun tangan dengan meminta Bea Cukai Sumut memfasilitasi pengiriman lewat jalur darat, meski dengan pengawasan ketat. Pemerintah Aceh menegaskan bahwa masalah ini harus segera ditangani agar kepercayaan investor tetap terjaga dan perekonomian Sabang terus berkembang (Antaranews.com, 28 Februari 2025).

Kasus ini bukan pertama kali terjadi, dan mungkin akan terus terjadi. Di balik persoalan teknis ini, ada masalah yang harus difokuskan yaitu ketergantungan daerah pada investasi asing dan problem infrastruktur berupa jalur transportasi laut yang tidak memadai.

Ketergantungan pada Investor Asing

Ketika sebuah daerah bergantung pada investasi asing, menunjukkan bahwa ekonomi lokal belum mampu berdiri sendiri. Dalam sistem kapitalisme, negara atau daerah kerap hanya berperan sebagai “pasar” bagi kepentingan investor global, bukan sebagai pengelola ekonomi mandiri. Investasi asing memang sering dianggap sebagai solusi untuk mendongkrak perekonomian, tetapi di sisi lain, ia juga menciptakan ketergantungan yang sulit diputus rantainya.

Sabang, sebagai kawasan perdagangan bebas, seharusnya memiliki sistem logistik yang mendukung pergerakan barang dengan mudah dan murah. Namun, fakta bahwa barang dari investor asing pun masih tertahan karena masalah jalur transportasi, menunjukkan bahwa infrastruktur di daerah tidak dirancang untuk memperkuat perdagangan, melainkan mengikuti logika keuntungan bisnis semata.

Ketika suatu daerah tidak memiliki jalur transportasi yang memadai, bukan hanya investor yang dirugikan, tetapi juga masyarakat setempat. Barang yang termasuk kebutuhan pokok bisa menjadi lebih mahal karena biaya transportasi tinggi, pelaku usaha lokal kesulitan mengembangkan bisnis, dan daya saing ekonomi daerah pun melemah.

Untuk Rakyat?

Problem jalur transportasi merupakan bagian dari infrastruktur transportasi. Tidak memadainya jalur transportasi bukan sekadar persoalan teknis, tetapi mencerminkan bagaimana kebijakan pembangunan dalam sistem kapitalisme yang lebih mengutamakan keuntungan segelintir orang daripada kepentingan rakyat. Infrastruktur seharusnya dibangun berdasarkan kebutuhan masyarakat luas, bukan hanya karena permintaan dari investor besar.

Di banyak negara kapitalis, infrastruktur hanya akan dibangun jika ada nilai ekonomis yang menguntungkan pemodal. Akibatnya, banyak daerah yang tidak memiliki jalur transportasi yang efisien karena dianggap tidak memberikan keuntungan langsung bagi pemilik modal. Padahal, infrastruktur yang baik seharusnya menjadi tanggung jawab negara agar mampu memastikan distribusi ekonomi merata di tengah masyarakat.

Ironisnya, ketika infrastruktur tidak tersedia, yang dikorbankan justru rakyat. Entah dalam bentuk harga barang yang mahal, keterbatasan akses ke pasar, atau biaya logistik yang harus ditanggung sendiri oleh pengusaha kecil. Masalah ini makin memperjelas bagaimana kapitalisme gagal memenuhi kebutuhan dasar rakyat, karena sistem ini selalu berorientasi pada profit, bukan kesejahteraan masyarakat.

Solusi Hakiki

Berbeda dengan kapitalisme yang menempatkan modal sebagai pusat kebijakan ekonomi, Islam memiliki sistem ekonomi yang berbasis keadilan dan kesejahteraan rakyat. Dalam Islam, negara bertanggung jawab penuh untuk menyediakan infrastruktur yang memadai dan mendukung perdagangan secara adil, tanpa hanya mengutamakan kepentingan investor besar.

Islam memandang bahwa infrastruktur bukan sekadar fasilitas bisnis, tetapi bagian dari pelayanan publik yang harus dipenuhi oleh negara. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Imam (pemimpin) adalah pengurus rakyat, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadis ini menegaskan bahwa pemimpin bertanggung jawab penuh atas kesejahteraan rakyatnya, termasuk dalam urusan ekonomi dan infrastruktur. Islam juga melarang ketimpangan ekonomi yang terjadi akibat dominasi pemodal atas kebijakan publik. Dalam sistem Islam, negara wajib mengelola sumber daya secara mandiri dan memastikan distribusi kekayaan yang adil.

Harus Mandiri dalam Pengelolaan Ekonomi

Islam menetapkan bahwa sumber daya alam dan aset publik tidak boleh dikuasai oleh individu atau perusahaan swasta. Rasulullah ﷺ bersabda:

“Kaum Muslimin berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput, dan api.” (HR. Abu Dawud).

Hadis ini menunjukkan bahwa sumber daya strategis yang menyangkut hajat hidup orang banyak harus dikelola oleh negara untuk kepentingan seluruh rakyat, bukan dikuasai oleh segelintir investor atau korporasi.

Dalam konteks pembangunan infrastruktur, negara harus memastikan bahwa seluruh daerah memiliki akses transportasi yang baik, bukan hanya wilayah yang dianggap menguntungkan secara bisnis. Pendanaan untuk infrastruktur ini bisa berasal dari pengelolaan sumber daya alam yang dikelola negara secara langsung, tanpa harus bergantung pada investasi asing atau utang luar negeri.

Selain itu, Islam juga memiliki sistem keuangan yang memungkinkan negara tetap mandiri dalam menjalankan pembangunan. Pemasukan negara dalam Islam tidak bergantung pada pajak, tetapi dari sumber lain seperti zakat, fa’i, kharaj, jizyah, dan hasil pengelolaan sumber daya alam. Dengan sistem ini, negara bisa membangun infrastruktur yang dibutuhkan tanpa harus menunggu adanya investor atau kepentingan bisnis yang mendikte arah kebijakan.

Maka dari itu, kasus tertahannya barang investor di Pelabuhan Belawan adalah gambaran nyata bagaimana sistem kapitalisme menciptakan ketimpangan ekonomi. Infrastruktur tidak dibangun berdasarkan kebutuhan masyarakat, tetapi lebih pada kepentingan bisnis. Akibatnya, jalur transportasi yang efisien tidak tersedia kecuali jika menguntungkan pemodal besar.

Selama sistem ekonomi masih berbasis kapitalisme, masalah seperti ini akan terus berulang. Sistem ini selalu mengutamakan profit di atas kepentingan rakyat. Islam menawarkan sistem ekonomi berbasis keadilan, dimana negara memiliki peran sentral dalam mengatur perdagangan dan distribusi kekayaan untuk kesejahteraan umat.

Dengan demikian, solusi mendasar untuk masalah ini bukan hanya memperbaiki kebijakan logistik, tetapi juga mengubah sistem ekonomi secara menyeluruh. Dengan menerapkan sistem ekonomi Islam, negara bisa memastikan bahwa infrastruktur yang dibangun benar-benar berpihak pada rakyat dan mampu mendukung perekonomian secara merata. [WE/IK].

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 4

Comment here