Oleh Watini Aatifah
Dalam politik Islam, kepemimpinan merupakan amanah, yang harus dijaga dan ditunaikan sebagaimana mestinya
Wacana-edukasi.com — Baru baru ini kita mengetahui beberapa tindak pidana dan hukuman yang dijatuhkan pada HR5 menjadi perbincangan publik. Bahwa vonis yang diberikan kepada HR5 dirasa tidak adil. Bahkan Fadli Zon Wakil Ketua Umum Partai Gerindra menilai vonis tersebut tidak adil bila dibandingkan dengan vonis perkara pidana maupun korupsi lainnya yang divonis sama.
“Apa yang dikenakan pada HR5 vonis 4 tahun ini sungguh menggelikan menurut saya ya, karena jelas perasaan ketidakadilan di masyarakat dan ini berlebihan. Sangat berlebihan apa yang dituduhkan dan apa yang dijatuhkan hukuman kepada HR5 hanya gara-gara kasus Swab ini, ‘’kata Fadli Zon di kutip dari unggahan video You Tube pribadinya Fadli Zon official, Jum’at (25/6/21)
Di sini kita melihat bahwa matinya keadilan dalam negeri ini. Sistem sekuler yang diterapkan dalam penegakan hukum di Indonesia terbukti gagal dalam mewujudkan keadilan. Ulama yang kritis pada penguasa justru divonis dengan pidana yang tak masuk akal.
Seperti halnya yang disampaikan oleh Lieus Sungkarisma pada jum’at pada suatu media. ‘’Bagaimana mungkin seorang yang hanya didakwa menyebarkan kebohongan melalui YouTube dan menyebabkan keonaran, divonis lebih berat dari kebanyakan vonis terhadap koruptor’’ ujar koordinasi Forum rakyat (detik.com 25/6).
Berbicara tentang kebohongan dan keonaran maka pejabat itu sendiri yang lebih sering membuat gaduh dan kebohongan pada publik, semestinya hukum pidana yang diberikan pada HR5 juga harus diberlakukan sama pada para penguasa yang membuat kegaduhan.
Berbeda dengan kasus menantu Presiden RI. Dikutip dari CNN National. Pelanggaran dilakukan dua kubu. Kubu petahana Akhyar Nasution dan-Salman Alfarisi menghadiri acara Bersama relawan di Cafe Roda Tiga Jalan Sei Serayu Medan, Sabtu (26/9). Mereka bernyayi Bersama tanpa menggunakan masker. Sementara kubu penantang, Bobby -Aulia, menggelar deklarasi dukungan sedulur Bobby-Aulia Rahman di café D’kedan di hari yang sama. Ruangan itu penuh sesak oleh para pendukungnya yang hadir (CNN Indonesia 29/9/2020)
Fakta di lapangan jelas sekali bahwa kedua kubu telah melanggar peraturan saat kampanye. Namun amat disayangkan pelanggaran tersebut masuk dalam domain spesialis pelanggaran pilkada, padahal di dalam konteks hukum tertinggi Kesehatan dan kesejahteraan masyarakat seharusnya menjadi prioritas utama. Konstitusi kita tidak mengatur adanya pembedaan setiap warga negara, dihadapan hukum, bahkan konstitusi UUD 1945 tegas bahwa, segala kewarganegaraan sama dihadapan hukum.
Dengan demikian masyarakat merasakan bahwa penguasa tebang pilih dalam penegakan hukum. Hukum di negeri ini disetir dan digunakan sesuai kepentingan mereka, di mana hanya tajam pada aktivis atau masyarakat yang kritis terhadap penguasa dan tumpul pada yang pro terhadap penguasa. semua ini bertujuan untuk melindungi kekuasaannya.
Selain itu terdapat pejabat-pejabat yang membuat lelucon. Hal ini menimbulkan keresahan pada masyarakat. Masih ingat dulu waktu itu ada yang mengatakan bahwa covid-19 tidak akan masuk ke Indonesia, ada juga yang mengatakan Covid-19 makan nasi kucing tidak akan lagi kena Covid-19?
Pernyataan para pejabat seperti di atas tidak hanya membuat gaduh dalam negeri ini tapi juga bikin geram masyarakat, dimana seharusnya penguasa mengatur strategi untuk mencegah masuknya wabah ke dalam negeri. tapi amat disayangkan penguasa malah membuka lebar pintu masuk ke Indonesia untuk para investor dan pengunjung dari luar negeri dan sibuk mengatur strategi bagaimana agar wisata dalam negeri bisa laku keras, bahkan memberikan diskon besar-besaran bagi pelanggan.
Ini adalah potret ketidakseriusan penguasa dalam melindungi dan mengurus rakyat. Padahal di negara tetangga sedang bekerja keras melindungi rakyatnya dengan memberlakukan lockdown. Namun hal ini menjadi bahan guyonan bagi para pejabat di negeri kita sendiri.
Berbeda dalam politik Islam, kepemimpinan merupakan amanah, yang harus dijaga dan ditunaikan sebagaimana mestinya. Ketika amanah ini di minta oleh Abu Dzar al-Ghifari dari Nabi Saw dengan tegas baginda menyatakan pada Abu Dzar, sebagaimana dikutip dalam hadits bahwa:
“Sesungguhnya kepemimpinan itu adalah amanah, kehinaan dan penyesalan pada hari kiamat. Kecuali orang yang mengambilnya dengan sesungguhnya, dan menunaikannya apa yang menjadi kewajibannya dengan baik.”
Agar menjadi pemimpin yang di cintai dan didoakan rakyatnya. Seorang pemimpin pun harus mencintai dan mendoakan rakyatnya, dengan cara mengurusi seluruh urusan rakyat dengan penuh kasih sayang, memenuhi kebutuhan mereka, dari sandang pangan, Kesehatan,Pendidikan,keamanan mereka, hingga penegakan hukum secara adil tanpa mengistimewakan suatu pihak.
Hal ini berbanding terbalik dengan fakta yg terjadi di lapangan. Pejabat justru membiarkan rakyat berjuang sendiri, bahkan memerangi rakyat dengan menggunakan peraturan-peraturan yang mereka buat untuk menyerang rakyat. Seperti yang kita rasakan saat ini. dalam sistem kapitalisme berbanding terbalik dengan Islam. Kita sebagai rakyat dibuat bingung dengan penegakan hukum. Hanya kepemimpinan dalam Islamlah yang mampu mensejahterakan rakyat dan menegakan hukum secara adil.
Wallahu’alam bisowab
Views: 8
Comment here