Oleh: Nana Juwita, S.Si.
Wacana-edukasi.com, OPINI-– Sebelum adanya kasus keracunan makanan, masyarakat juga dikhawatirkan dengan obat sirup yang menyebabkan anak-anak menderita gagal ginjal, dimana gagal ginjal ini disebabkan oleh obat sirup yang mengandung zat kimia seperti etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) yang melebihi ambang batas aman.
Mohammad Syahril selaku Juru bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyampaikan jumlah kasus gagal ginjal sebanyak 324 kasus, dimana ada 27 orang dirawat, dan meninggal 195 orang, yang sembuh 102 orang,” kata Syahril dalam konferensi pers update gagal ginjal akut secara daring (nasional.kompas.com, /08/11/2022). Belum selesai kasus gagal ginjal kini muncul jenis makanan atau jajanan impor yang menyebabkan keracunan pada anak-anak.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM RI) Taruna Ikrar menyampaikan bahwa Jajanan La Tiao asal China ditarik dari pasaran akibat adanya Kejadian Luar Biasa Keracunan Pangan (KLBKP) di sejumlah wilayah. Diantaranya Lampung, Sukabumi, Wonosobo, Tangerang Selatan, Pamekasan, hingga Riau, adapun korban keracunan mayoritas anak-anak.
Dimana setelah dilakukan uji laboratorium, ada empat jenis jajanan La Tiao yang terdeteksi mengandung bakteri bacillus cereus. Bakteri itu dapat memicu sejumlah keluhan akibat cemaran, yakni mual, diare, muntah, hingga sesak napas (cnbcindonesia.com, 2/11/24).
Adanya kasus tersebut di atas menunjukkan lemahnya jaminan keamanan pangan dan obat di negeri ini. Semua ini adalah akibat penerapan sistem Demokrasi Kapitalisme. Masyarakat yang memiliki usaha dalam bidang obat dan makanan hanya berfikir pada bagaimana mendapatkan keuntungan yang besar tanpa memikirkan keselamatan masyarakat. Inilah ciri dari penerapan Demokrasi Kapitalisme.
Sementara negara abai dalam mengawasi produk makanan dan obat yang halal bagi masyarakat. Hal ini terlihat dari bebasnya perusahaan obat menjual obatnya di pasaran tanpa ada uji layak terlebih dahulu oleh negara. Pemeriksaan terhadap obat dan makanan yang baik dan halal harusnya menjadi standar bagi sebuah negara agar umat terjamin keamananya, dalam mengkonsumsi obat dan makanan tersebut.
Namun dalam negara yang menjalankan sistem sekuler kapitalis, hal ini bisa terabaikan mengingat peran negara bukan sebagai pengurus rakyat. Namun negara hanya berperan sebagai regulator yang malah memberikan keuntungan bagi para pemilik modal besar. Bahkan rawan terjadi kongkalingkong antara penguasa dan para pengusaha. Hal ini terlihat bahwa tindakan yang diambil oleh aparat penegak hukum hanya sekedar menarik obat atau makanan yang dianggap membahayakan. Tidak ada sanksi hukum yang tegas dan menjerakan dari negara bagi pemilik perusahaan obat tersebut, dan bahkan tetap membiarkan perusahaan beroperasi, sekalipun telah terbukti obat yang diproduksi mengandung zat berbahaya.
Muhadjir Effendy selaku Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) sebelumnya juga meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo segera mengusut dugaan pidana dalam produksi obat sirup dengan bahan kimia etilen glikol yang melebihi ambang batas. Polri bersama BPOM terus melakukan investigasi, namun belum ditemukan pihak atau oknum yang bertanggung jawab atas kejadian yang menewaskan ratusan anak tersebut.
Dari hasil pemeriksaan ditemukan 2 perusahaan yang memproduksi obat sirup berbahaya yaitu dengan cemaran EG dan DEG di luar ambang batas aman. Perusahaan tersebut adalah PT Yarindo Farmatama dan PT Universal Pharmaceutical Industries. Sejumlah obat dari dua perusahaan itu juga telah ditarik dari peredaran dan keduanya diselidiki oleh pihak BPOM dan Kepolisian (nasional.kompas.com, /08/11/2022).
Negara Islam yang berlandaskan pada Al-quran dan As-Sunah akan mampu menjamin kehalalan obat dan makanan di tengah-tengah umat Islam. Setiap individu yang hidup di dalam naungan Islam akan taat terhadap aturan yang dijalankan oleh Negara. Karena Islam terdiri dari aturan yang mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri (seperti pakaian,makanan, minuman), mengatur hubungan diantara sesama manusia (seperti muamalah, pendidikan, kesehatan dll), juga mengatur hubungan manusia dengan Sang Pencipta (shalat, puasa,zakat, haji).
Hal ini menegaskan bahwa manusia tidak boleh bebas dalam menjalani kehidupannya semua haruslah diatur dengan aturan yang berasal dari Allah SWT. Agar kehidupan selamat dunia dan akhirat.
Penting untuk dipahami oleh umat bahwa menjaga diri dari obat dan makanan yang halal adalah wajib bagi umat Islam. Bahwa Islam menegaskan ketika manusia akan memenuhi kebutuhan makan maka manusia harus memastikan bahwa makanan yang dimakan didapatkan dengan cara yang halal.
Begitupun bahan makanan yang akan dimakan haruslah dari bahan yang halal, sehingga tidak membahayakan kesehatan. Namun umat juga harus memahami bahwa jaminan akan obat dan makanan halal bukanlah hanya tugas individu, namun butuh suport dari negara. Aturan terkait makanan halal tegas disampaikan di dalam (QS: Al-Baqarah ayat 168) yang artinya:
“Wahai manusia, makanlah sebagian (makanan) di bumi yang halal lagi baik dan janganlah mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya ia bagimu merupakan musuh yang nyata”
Negara Islam memiliki berbagai mekanisme dalam memastikan keamanan pangan dan obat, diantaranya dengan adanya Kadi Hisbah. Hisbah adalah peradilan yang menyelesaikan berbagai perselisihan yang dapat membahayakan hak-hak jamaah. Praktik Kadi Hisbah ini juga pernah dicontohkan oleh Umar r.a.
Dimana Umar pernah berkeliling di pasar-pasar sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW. Harun ar-Rasyid, al-Muhtasib juga melakukan aktivitas berkeliling di pasar, menguji timbangan dan takaran dari penipuan, juga mengawasi transaksi-transaksi para pedagang (pelaku bisnis) yang tidak sesuai dengan Islam.
Inilah gambaran bagaimana mekanisme sistem Islam menjaga keamanan obat dan makanan di tengah-tengah umat. Masihkan umat berharap pada Demokrasi Kapitalisme yang terbukti gagal menjamin keamanan obat dan makanan? wallahu a’lam bishawab
Views: 1
Comment here