Opini

Ketika Moderasi Beragama Melanggengkan Imperialisme, Masih Patutkah Diperjuangkan?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Ummu Rifazi, M.Si

Wacana-edukasi.com, OPINI— Menjelang akhir masa kekuasaan rezim negeri ini, program moderasi beragama semakin masif digaungkan melalui berbagai cara. Yang terkini adalah lewat penyelenggaraan Festival Film Moderasi Beragama 2024.

Perhelatan yang digawangi Badan Litbang dan Diklat Kemenag ini diikuti oleh ratusan sineas muda dari kalangan mahasiswa dan siswa madrasah dengan total film 299. Pengemasan pesan moral harmonisasi toleransi dan keberagaman dalam bentuk film dianggap sebagai cara paling singkat dan efektif yang mampu mempengaruhi pemikiran dan perilaku masyarakat (kemenag.go.id, 29/08/2024).

Moderasi Beragama Melanggengkan Imperialisme

Sudah sepatutnya kaum muslimin mengetahui bahwa moderasi beragama atau moderasi Islam tersebut sama sekali bukanlah hasil ijtihad ulama mu’tabar. Gagasan ini datang dari para pemikir sekuler liberalis Barat, terutama mereka yang terlibat dalam berbagai proyek penelitian berdana besar untuk mencari celah-celah kelemahan kaum muslimin dan menyusupkan konsep-konsep pemikiran mereka.

Kegigihan upaya Barat ini sebagaimana firman QS Al Baqarah ayat 120 bahwa “ Dan orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan pernah rela kepadamu sebelum engkau mengikuti agama mereka. Katakalah, “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk yang sebenarnya”. Dan jika engkau mengikuti keinginan mereka setelah ilmu (kebenaran) sampai kepadamu, tidak akan ada bagimu pelindung dan penolong dari Allah”.

Mereka menggagas Islam moderat sebagai bentuk ajaran Islam yang bisa menerima konsep-konsep Barat seperti demokrasi, Hak Asasi Manusia (HAM), kesetaraan gender, pluralisme dan menerima sumber-sumber hukum yang tidak berdasarkan kelompok agama dan golongan tertentu (sekuler). Gagasan ini sedemikian gencar diaruskan karena mereka memahami bahwa penerapan Syariat Islam secara kaffah atau murni, tidak akan pernah membuka peluang bagi keinginan mereka yang ingin tetap menguasai dan mengendalikan sumber daya alam, tanah dan kekayaan kaum muslimin.

Mereka pun membidik Indonesia sebagai negeri yang kaya sumber daya alam dan 84% penduduknya muslim serta memiliki potensi kemajemukan dalam masyarakatnya untuk dijadikan poros sekaligus penjaga moderasi Islam ini. Para tokoh muslim yang berkeinginan memodernkan dan mereformasi Islam sesuai tuntutan jaman sebagaimana arahan Amerika pun lantas direkrut untuk menjadi penggerak dan penerap program ini (alwaie.net, 14/10/2021).

Dan hasilnya adalah sebagaimana yang kita lihat saat ini ketika mereka berhasil menjadikan penguasa negeri ini memasukkan program moderasi Islam dalam Rencana Jangka Panjang Menegah Nsional (RPJMN) 2020-2024. Mandat tersebut diberikan secara khusus terhadap Kementrian Agama (Kemenag) yang lantas menjadikannya sebagai salah satu program yang diprioritaskan Kemenag sejak tahun 2021 (kemenag.go.id, 01/05/2021).

Untuk melancarkan dan menuntaskan program tersebut di akhir masa kekuasaannya, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) 58/2023 tentang Penguatan Moderasi Beragama. Dikeluarkannya Perpres ini pun merupakan bentuk penjagaan pemerintah terhadap kekhawatiran mereka ketika hasil survei Pew Research Center di kawasan Asia Tenggara menunjukkan bahwa 64% masyarakat muslim Indonesia menyatakan kesetujuannya menjadikan Syariat Islam sebagai hukum negara (detik.com, 13/09/2023).

Tak hanya itu, Kemenag sebagai lembaga pemerintahan yang diberi amanah menjalankan program tersebut pun lantas menggaet Kepolisian Republik Indonesia (Polri) untuk memperkuat program moderasi beragama ini. Penguatan tersebut diwujudkan melalui pelatihan atau training of trainers (TOT) teknologi informasi dan pelatihan penggerak penguatan moderasi beragama terhadap para perwira di tingkat kepolisian. Kemenag bersama Polda Metro Jaya berkomitmen untuk menyukseskan program ini guna terwujudnya Indonesia damai tanpa perselisihan yang dipicu perbedaan kepercayaan (antaranews.com, 03/06/2024).

Oleh karenanya, sudah seharusnya kita semua menyadari bahwa gagasan Islam moderat merupakan upaya Barat untuk melanggengkan penjajahan mereka di negeri kaum muslimin ini. Perselisihan, keributan dan kekacauan yang terus melanda negeri ini justru terjadi karena negara ini tidak berhukum pada syariat Islam sehingga jauh dari rahmat Allah sebagaimana peringatan Allah di akhir ayat 120 QS Al Baqarah. Negeri ini menjadi mudah dijajah dan diadu domba serta dipecah belah kafir Barat.

Allah sudah mengingatkan kaum muslimin untuk berpegang teguh pada syariat Islam yang murni sebagaimana firmanNya dalam QS Al Baqarah ayat 208 agar kita tidak dijajah oleh kafir Barat sebagaimana firmanNya dalam QS An Nisaa ayat 141. Sehingga sangatlah tidak patut ketika kaum muslimin mendukung, menyukseskan dan bahkan memperjuangkan moderasi beragama atau moderasi islam ini dengan alasan apapun.

Islam Kaffah Bukan Ancaman

Allah telah memerintahkan agar kaum muslimin menjalankan syariat Islam secara kaffah (murni) tanpa memberikan peluang konsep-konsep selain ajaran Islam sebagaimana firmanNya dalam QS Al Baqarah ayat 208 “Wahai orang-orang yang beriman, masuklah ke dalam Islam secara kaffah (menyeluruh) dan janganlah mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya dia adalah musuh yang nyata bagimu”.

Penerapan syariat Islam secara menyeluruh sebagai sistem yang mengatur kehidupan bermasyarakat telah dicontohkan teladan terbaik Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam ketika Beliau mejadi kepala negara Islam pertama di Madinah al Munawwaroh. Di sepanjang kepemimpinan Baginda Rasul, Syariat Islam mengatur seluruh aspek kehidupan seluruh warganya baik muslim maupun non muslim. Syariat Islam memberikan keleluasaan bagi warga non muslim (kafir dzimni) untuk melakukan aktivitas ibadah mereka dan hal-hal keseharian mereka sesuai keyakinan agama mereka. Mereka tidak boleh diganggu dan tidak pula dipaksa meninggalkan agama mereka, namun hanya wajib membayar jizyah sebagai denda atas kekafiran mereka sebagaimana sabda rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam dalam hadis yang diriwayatkan Imam Abu Ubaid dari ‘Urwah bin az-Zubair bahwa “Sesungguhnya barang siapa yang masih tetap mengikuti agamanya Yahudi atau Nasrani, maka ia tidak boleh diganggu dan ia harus membayar jizyah”.

Namun demikian Syariat Islam melarang warga non muslim untuk menyebarluaskan agama mereka di tempat-tempat umum. Dengan cara ini, Syariat Islam menjaga dan melindungi agama dan keyakinan warga non muslim sekaligus juga menegaskan kedudukan Islam sebagai satu-satunya agama yang diridhai Allah dan sebagai syariat yang berhak menjadi sistem kehidupan ini. Hal ini sebagaimana firman Allah ta’alaa dalam QS Ali Imran ayat 19 bahwa “Sesungguhnya agama disisi Allah hanyalah Islam”. Dan Rasulullah pun telah bersabda bahwa “Islam itu tinggi dan tidak ada yang bisa menandingi ketinggian Islam” (HR Ad-Daruquthni (III/181 no. 3564).

Perlakuan baginda Rasul tersebut terus berlanjut sampai di masa kepemimpinan Khulafur Rasyidin dan para khalifah setelahnya. Ketika Islam menaungi 2/3 dunia selama 1300 tahun lamanya, selama itu pula kaum muslimin dan warga non muslim hidup berdampingan secara rukun, damai dan sejahtera dalam naungan Daulah Islam.

Maasyaa Allah, allahumma akrimna bil Islam, wallahu a’lam bisshawwab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 6

Comment here