Surat Pembaca

Ketika Pesantren dalam Genggaman Kapitalisme

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Santy Mey

wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA-– Pesantren sejatinya merupakan lembaga pendidikan Islam tradisional, dimana para santrinya tinggal dan belajar bersama dibawah bimbingan guru atau lebih dikenal dengan kyai. Para kyai senantiasa mengajarkan ilmu agama Islam berdasarkan kitab-kitab berbahasa Arab. Selain mempunyai asrama tempat menginap para santrinya, disekitar kompleks pesantren juga terdapat mesjid yang cukup luas diperuntukan sebagai tempat beribadah, ruang untuk belajar dan kegiatan keagamaan lainnya.

Bahkan sejak dulu, kita sudah mengenal Pesantren salafiyah yang terkenal sebagai salah satu lembaga pendidikan agama Islam yang masih mempertahankan pola pendidikan pesantren tradisional, dimana kurikulumnya khusus mengajarkan kitab-kitab klasik seperti kitab kuning.

Sementara, seiring dengan perkembangan zaman, lembaga Pesantren sudah banyak yang moderen. Bahkan saat ini, kurikulum pengajaran juga disesuaikan dengan sekolah umum yakni kurikulum merdeka yang merupakan salah satu program pemerintah. Dimana pada kurikulum tersebut, siswa diberikan kebebasan untuk memilih mata pelajaran yang diminati saja.

Demikian pula baru-baru ini, Pemerintah Kabupaten Bandung menawarkan kerjasama dengan pihak pesantren untuk membantu pertumbuhan perekonomian umat dengan membuka program bisnis. Salah satunya berupa program pengembangan perikanan dan peternakan.(www.liputan 6.com) 21 Juni 2024.

Disamping itu, Pemerintah Kabupaten Bandung mengklaim bahwa program pinjaman bergulir tanpa bunga dan tanpa agunan yang sudah berjalan, dengan menganggarkan sejumlah Rp 70 miliar, sebagai solusi permodalan. Namun pada kenyataanya, pemerintah bekerjasama dengan Bank dalam merealisasikan program pinjaman modal bergulir, dan mustahil bila Bank terbebas dari bunga dan agunan. Maka disini, pemerintah telah melibatkan praktek ribawi kedalam pesantren.

Selain itu, disistem politik demokrasi saat ini, telah memberikan kebebasan kepada pondok pesantren untuk menerima tawaran kerjasama dari pihak-pihak yang mempunyai kepentingan tertentu. Bahkan, membolehkan menerima donatur dari pihak luar, tanpa memperhatikan halal dan haram. Karena itu, pondok pesantren dalam genggaman kapitalisme sekularisme jauh dari hukum syara’.

Sementara, sudah jelas bahwa perealisasian dari program OPOP (One Pesantren One Product) telah berjalan diberbagai daerah dengan sokongan dana yang cukup besar. Namun, ada yang perlu dicermati dari program-program yang telah berjalan tersebut, alih-alih agar pesantren dapat mandiri dan bisa membiayai sendiri padahal sejatinya merupakan upaya lepas tangan negara untuk anggaran pembiayaan pendidikan.

Disamping itu, pesantren yang seharusnya dipersiapkan untuk mencetak generasi ulama dan pemimpin dimasa depan, akan teralihkan dengan kegiatan ekonomi komersial bagi para santri. Sehingga, hal tersebut bisa memandulkan kebangkitan generasi Islam yang berpikiran cemerlang.

Dengan demikian, dapat dipastikan kapitalisme telah berhasil mencampuradukkan pendidikan dan bisnis. Terbukti dengan dibuatnya program demontration plot (demplot) bisnis peternakan dan perikanan bagi pondok pesantren yang notabenenya sebagai lembaga ilmu agama Islam.

Sedangkan kita tau, bahwa yang namanya bisnis identik dengan untung dan rugi. Dengan demikian, dibalik program OPOP ada indikasi hanya untuk mencari keuntungan oleh segelintir orang yang mempunyai kepentingan saja. Sementara, dampak yang akan terjadi kepada para santrinya yakni akan membentuk jiwa pebisnis, bukan lagi sebagai penuntut ilmu agama Islam yang amanah.

Lain halnya dalam pandangan Islam, bahwa pesantren merupakan lembaga pendidikan yang tidak hanya aktif sebagai salah satu pusat untuk menimba ilmu pengetahuan, tetapi juga sebagai benteng pertahanan umat, pusat dakwah serta sebagai pusat pengembangan masyarakat muslim.

Dengan demikian, pemerintahan dibawah naungan Khilaffah yang dipimpin seorang Khalifah mempunyai tanggungjawab untuk menjaga fungsi pesantren sebagai lembaga pendidikan agama Islam. Hal tersebut, agar dapat menjadikan para santri yang berkualitas sampai menghasilkan ulama-ulama yang mumpuni. Sesuai dengan sabda Rasulullah Saw,” Seorang imam (Khalifah) adalah raa’in/pengurus urusan rakyatnya dan akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya” (HR Al-Bukhari).

Karena itu, pondok pesantren akan fokus menekankan pembinaan yang dimulai dari aqidah, sehingga terbentuk akhlak mulia sebagai fondasi utama pendidikan Islam. Dengan demikian, para santri tidak hanya sebatas menimba ilmu agama saja, tetapi harus bisa mengimplementasikan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari, agar dapat tercapai tujuan untuk mencetak para santri menjadi pribadi-pribadi muslim yang kaffah.

Wallahu’alam bishawab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 14

Comment here