Opini

Khilafah Ajaran Islam, Wajib Diperjuangkan

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Miliani Ahmad

wacana-edukasi.com–Setelah melewati berbagai macam propaganda busuk, akhirnya kata jihad dan khilafah menjadi kata yang tidak boleh lagi distigma. MUI dalam Ijtima’ Ulama ke-7 pada bulan November lalu telah menegaskan bahwa khilafah merupakan bagian dari ajaran Islam. MUI berharap agar masyarakat dan pemerintah tidak boleh lagi memberikan pandangan buruk terhadap keduanya.

Meskipun begitu, MUI masih berpendapat bahwa khilafah bukan satu-satunya sistem pemerintahan yang diakui Islam. Menurut MUI, selain khilafah ada juga sistem republik, monarki, kesultanan dan juga keemiran.

Upaya Mendistorsi Makna Khilafah

Selama ini nampak jelas adanya upaya yang mengkait-kaitkan khilafah dengan isu radikalisme terorisme. Pasca kebijakan WoT, narasi kebencian terhadap Islam makin meningkat. Banyak ajaran Islam yang disasar semisal kata jihad dan khilafah.

Akibatnya, khilafah digambarkan dengan sesuatu yang menakutkan. Terjadi monsterisasi dengan berbagai tudingan, diantaranya menyebut khilafah sebagai ideologi radikal. Tudingan ini makin menunjukkan kesalahpahaman dalam memaknai khilfah. Sebab khilafah bukanlah ideologi melainkan bagian dari ajaran Islam.

Tentu bukan tanpa maksud tuduhan ini dilontarkan. Tujuannya sangat jelas. Mereka mencoba mencabut kepercayaan umat terhadap khilafah. Hingga akhirnya makna khilafah semakin teraleniasi dari tubuh umat.

Selain itu, khilafah juga kerap dituding mengancam negara. Khilafah kerap digambarkan anti keragaman, intoleran, eksklusif dan cenderung memaksakan hukumnya. Jelas ini merupakan penyesatan politik (tadhlil siyasih) yang amat vulgar. Bagaimana mungkin khilafah bisa digambarkan demikian padahal realitasnya berkrbalikan.

Pada praktiknya, khilafah tidak pernah memaksa umat lain untuk memeluk Islam. Tidak terbukti pula tidak toleran. Kita bisa merunut sejarah, sepanjang khilafah diterapkan justru harmonisasi antar pemeluk agama berjalan dengan baik. Tidak ada diskriminasi antara muslim dan non muslim. Semuanya memiliki kesamaan hak dan hukum di mata negara.

Khilafah, Satu-satunya Sistem Kepemimpinan dalam Islam

Kita patut mengapresiasi gebrakan MUI yang telah meluruskan stigma buruk terhadap makana khilafah. Kondisi ini amat dibutuhkan mengingat kesimpangsiuran dan salah kaprah dalam memahami makna khilafah makin menjadi.

Namun perlu digarisbawahi terkait khilafah bukanlah satu-satunya sistem kepemimpinan yang diakui Islam. Statement ini jelas keliru dan berseberangan dengan hadist nabi Saw.

“Dahulu kaum Bani Israil selalu dipimpin oleh para nabi. Saat seorang nabi wafat, maka akan digantikan oleh nabi lainnya. Sungguh, tidak akan ada nabi setelah aku. Yang ada adalah para khalifah yang jumlahnya banyak.” (H.R Muslim)

Hadist ini mempertegas bahwa tidak akan ada nabi setelah kepemimpinan Rasulullah Saw. Yang ada hanyalah khalifah dengan kepemimpinan yang disebut khilafah.

Di samping itu, para sahabat nabi pun telah berijma’ bahwa mengangkat seorang khalifah adalah wajib. Kesepakatan ini diperkuat dengan adanya penundaan pemakaman rasul sebelum terpilihnya seorang khalifah dari kaum muslim. Kondisi ini menunjukkan bahwa pengangkatan seorang khalifah adalah perkara penting yang tidak boleh ditinggalkan. Sebab tanpa adanya khalifah, umat bisa tertimpa dosa.

Kedua sumber hukum ini makin memperjelas bahwa perkara mengangkat khalifah adalah sesuatu yang penting. Dan khilafah sebagai institusi yang menjalankan roda kepemimpinannya menjadi mutlak untuk ditegakkan. Tentu, jika merujuk pada sumber hukum tersebut, kita tidak akan menemukan sistem kepemimpinan lain semisal republik atau monarki yang diakui sebagai sistem kepemimpinan Islam.

Khilafah, Wajib Diperjuangkan!

Seluruh ulama telah bersepakat tentang kewajiban menegakkan khilafah. Tidak ada perbedaan pendapat di antara mereka kecuali mereka yang tuli (ashamm) terhadap syariah. Dasar kewajiban penegakkannya adalah syarak yang digali dari nash dan juga ijma’ sahabat.

Saking pentingnya, Imam ‘Alauddin al-Hashkafi al-Hanafi berpendapat bahwa menegakkan khilafah adalah suatu kewajiban yang prioritas (ahammul wajibat). Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh banyak ulama lainnya seperti Imam Sa’duddin At-taftazani yang wafat pada tahun 791 H.

Selain dalil, secara fakta kebutuhan akan khilafah juga tak bisa dinafikan. Bejibunnya masalah yang dihadapi dunia menunjukkan bahwa sistem yang memimpin hari ini tak mampu menyelesaikan masalah. Kemiskinan, kebodohan, kelaparan, seks bebas, tindakan kriminal ataupun bencana yang tak berkesudahan, semuanya membutuhkan solusi alternatif. Berharap solusi dari kapitalisme ataupun sosialisme tentu tak akan membawa perubahan. Sebab kedua sistem ini telah terbukti tak mampu menyelesaikan semua problem yang dihadapi dunia hari ini.

Hanya khilafah solusi hakiki. Maka, sudah menjadi kewajiban umat Islam untuk memperjuangkannya. Meski sulit, tak layak umat mengeluh bahkan lari dari gelanggang perjuangan. Sudah saatnya umat bangkit. Jika bukan kita lalu siapa lagi?

Wallahua’lam bish-showwab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 176

Comment here