Oleh : Fatimah Ummu Aqilah (Aktivis Muslimah Batam)
Perempuan. Kiprahnya sebagai bagian dari sebuah peradaban tidak bisa dipandang sebelah mata. Dulu keberadaan perempuan tidak lebih hanya sebagai pemuas nafsu kaum pria. Keberadaannya seolah tidak berarti. Kehidupan yang dijalaninya pun hanya berkutat sekitar dapur, sumur dan kasur.
Berbicara tentang perempuan berarti membicarakan sosok yang sangat jauh dari kemajuan, peradaban dan kemuliaan. Bahkan adalah hal yang tabu bila perempuan bisa mengecap pendidikan setara dengan laki-laki.
Islam Datang Memuliakan Perempuan
Tak bisa dipungkiri, sepanjang perjalanan kehidupan manusia, hanya sistem Islamlah yang memberikan tempat mulia untuk kaum perempuan. Posisi perempuan yang termarjinalkan dalam kehidupan Arab jahiliah lambat laun hilang berganti dengan penghormatan pada kaum yang dinomor duakan tersebut.
Hanya dalam sistem Islam saja, kaum perempuan merdeka secara finansial selamanya. Mereka tidak dibebani tanggungjawab menafkahi siapapun termasuk dirinya sendiri.
Kehidupan perempuan dalam Islam benar-benar memfokuskan diri untuk menjadi pencetak generasi berikutnya.
Tugas utama sebagai ummu warobbatul bait (ibu dan pengatur rumah tangga), terkonsentrasi untuk menjadikan anak-anaknya sebagai faqih fiddin. Penerus dan pengisi peradaban berikutnya.
Maka tak heran tinta emas sejarah mencatat, dibalik kesuksesan seorang Imam Syafi’i ada sosok Ibundanya yang begitu gigih menjadikan anaknya sebagai seorang ulama.
Demikian pula halnya dengan Ibunda Khadijah binti Khuwailid isteri Rasulullah Saw. Menjelma menjadi sosok yang berpengaruh saat awal-awal kedatangan Islam. Dengan harta, jiwa dan raga beliaulah kaum muslimin mampu bertahan dari kondisi sulit di masa lalu.
Islampun memberikan kesempatan pendidikan seluas-luasnya kepada perempuan sama seperti pada lelaki. Sehingga dalam Islam, lahirlah sosok-sosok ulama wanita yang berpengaruh di zamannya.
Rufaida Al-Aslamia ialah sosok perawat wanita Muslim pertama, sekaligus dokter bedah pertama dalam dunia Islam adalah contohnya.
Kapitalisme Menghilangkan Kodrat Perempuan
Kini, kehidupan kaum perempuan dalam kungkungan kapitalisme sungguh menyayat hati. Perempuan hari ini tak ubahnya mesin pencetak uang atas nama kebebasan. Rusaknya tatanan kehidupan masyarakat akibat sistem bobrok kapitalisme, memaksa perempuan menjadi tulang punggung keluarga. Berjibaku mengais rezeki bersaing bersama para lelaki. Meninggalkan kodratnya sebagai seorang ibu.
Melalui ide kesetaraan gender, kapitalisme telah berhasil menyingkirkan peran mulia perempuan sebagai tonggak sebuah peradaban. Sehingga kaum perempuan sendirilah yang merasa bangga dapat mengaktualisasikan dirinya. Padahal sejatinya mereka diperalat oleh cukong-cukong kapitalis untuk meraup keuntungan sebanyak-banyaknya.
Harga upah perempuan yang murah, pekerjaan yang teliti dan tidak banyak tuntutan menjadi keuntungan tersendiri bagi para kapitalis.
Mereka akan menggiring para perempuan untuk bekerja dengan berbagai alasan termasuk mengatasnamakan kebebasan.
Akibatnya, tatanan kehidupan masyarakat menjadi rusak. Karena anak-anak yang seharusnya dalam pengayoman ibu, diasuh oleh kerasnya kehidupan luar. Terpapar pornografi, narkoba, seks bebas hingga menjadi generasi yang tidak memiliki harapan.
Bagi perempuan yang paham kodratnya sebagai wanita, bekerja meninggalkan kewajiban adalah pilihan sulit. Kebutuhan hidup yang tinggi karena kesenjangan ekonomi, rendahnya kepedulian di tengah masyarakat, dan abainya penguasa menambah daftar tingkat stress kaum perempuan. Karena merekalah yang paling terdampak dari sistem kapitalisme ini.
Saatnya Kembali Kepada Sistem Islam
Islam adalah agama sekaligus ideologi yang mampu memecahkan berbagai problematika manusia. Kehidupan manusia saat diterapkan sistem Islam adalah kehidupan yang ideal.
Keberadaan perempuan di sektor publik bukan berarti menanggalkan kewajiban mereka yang utama. Kiprah mereka di masyarakat juga bukan dalam rangka aktualisasi diri sebagai bentuk kesetaraan gender.
Namun lebih kepada memberikan kontribusi yang bermanfaat bagi umat.
Perempuan ditempatkan dalam Islam sebagai kehormatan yang wajib dijaga dan dilindungi baik oleh dirinya, masyarakat bahkan negara. Kembali kepada sistem Islam berarti kembali kepada fitrah. Fitrah sebagai seorang perempuan hanya akan didapatkan dalam sistem Islam. Bukan yang lain
Untuk itu, upaya seruan kembali kepada sistem Islam wajib dimasifkan di tengah-tengah masyarakat. Termasuk kaum perempuan.
Peran perempuan dalam hal ini tidak dapat dianggap remeh.
Kecakapan perempuan dalam menjalin komunikasi yang lebih luwes dari pada lelaki menjadi kemudahan dalam dakwah. Peluang dakwah semakin mudah karena adanya ikatan emosi antara mereka dengan orang yang didakwahi.
Pun demikian halnya dengan pekerjaan perempuan yang lebih banyak disektor pendidikan. Interaksi yang intens antara guru dengan siswa lebih memudahkan dalam memberikan pemahaman tentang Islam kaffah.
Keterlibatan perempuan di berbagai kegiatan masyarakat juga memudahkan mereka untuk bergaul, menyampaikan gagasan Islam kaffah.
Potensi perempuan yang begitu besar ini, jika diarahkan untuk menggencarkan dakwah kepada sistem Islam sudah barang tentu akan mempercepat terjadinya perubahan sistem. Dari sistem kapitalisme kepada sistem Islam.
Wallahu a’lam bishshowwab
Views: 60
Comment here