Oleh : Nita Savitri
Dikasih hati minta ampela. Teror dan meneror kembali setelah diberi kesempatan menghirup udara segar. Seakan tidak bosan kelompok ini melakukan aksi yang membuat warga meringis ketakutan.
Kelompok front bersenjata OPM (Operasi Papua Merdeka) berulah lagi. KKB (Kelompok Kriminal Bersenjata), istilah TNI bagi kelompok bersenjata Papua ini, telah melakukan teror kembali dengan menyandera pesawat perintis, PT Asi Pudjiastuti Aviation (Pilatus PC-6 S1-9364 PK BVY) di Lapangan Terbang Wangbe, Distrik Wangbe Kabupaten Puncak, Papua.
Kepala Penerangan Kogabwilhan III Kolonel CZI IGN Suriastawa, menjelaskan bahwa teror dilakukan pada Jum’at (12/3/21). Aksi penyanderaan terhadap pilot dan tiga penumpang pesawat Susi Air ini, dipicu kekecewaan mereka terhadap kepala kampung yang tidak menyerahkan dana desa kepada mereka. Juga larangan terhadap pesawat Susi Air agar tidak membawa penumpang dari aparat TNI/Polri. Tiga puluh orang anggota KKB meneror pilot dan tiga penumpang pesawat ini, dengan dua orang yang menodong dengan senpi berlaras panjang (Jakarta Indoglobe-News, 12/3/21).
Aksi teror OPM ini sudah menjadi langganan masyarakat sekitar. Mereka terbiasa menakuti warga dengan tidongan senjata berikut ancaman. Adanya baku tembak aparat keamanan/TNI dengan KKB juga tak dapat dihindari. Anehnya, senjata yang mereka miliki seakan tidak pernah habis. Salah satu sebab kepemilikan senjata api OPM, ternyata diperoleh dari oknum polres Ambon yang melakukan transaksi jual-beli demi pertemanan dan keuntungan pribadi (tribunnews.com,3/3/21).
Ketidakadilan dan Diskriminasi
Jika ditelusuri penyebab aksi teror yang menginginkan kemerdekaan Papua dari NKRI terdapat banyak faktor.
Pertama, berupa ketidakpuasan kesejahteraan warga Papua. Banyak bukti yang menunjukkan adanya kekayaan sumber daya alam melimpah dari bumi cenderawasih ini, tidak bisa dinikmati oleh warga setempat. Mereka tetap menjadi penonton terhadap ekploitasi kekayaan alam wilayahnya. Sementara pelakunya kebanyakan pendatang. Baik dari pulau seberang maupun negara asing. Kesenjangan yang mencolok pun tak bisa dielakkan, antara penduduk pribumi dengan pendatang.
Kekayaan SDA dan keindahan alam Papua, bagai magnet yang menarik decak kagum bangsa asing untuk mencicipi bahkan memilikinya. Ketidakmampuan negeri ini dalam pengelolaan SDA secara mandiri, dan keterikatan terhadap perjanjian bilateral dengan negara besar membuat ketundukan yang tidak terelakkan terhadapnya.
Walhasil kekayaan SDA melimpah, tidak bisa dinikmati seratus persen oleh warga asli setempat. Sehingga wajar timbul kesenjangan ekonomi antar warga asli Papua dengan pendatang. Inilah ciri kapitalis, selalu menimbulkan jurang perbedaan antara pemodal dengan rakyat biasa. Kepentingan pemodal/pengusaha lebih diutamakan dari pada rakyat biasa.
Kedua, adanya perbedaan tingkat pendidikan juga menjadi sebab perbedaan perlakuan. Banyak dari warga asli yang terbelakang dan tidak mengerti perkembangan zaman. Masih langka warga pribumi yang dapat mengenyam bangku sekolah tinggi. Apalagi di pelosok suku pedalaman, terasing dan kering pelayanan negara. Maka wajar adanya pemalakan OPM meminta jatah dana desa, kepada kepala kampung. Bagian protes dari kesenjangan yang tercipta.
Ketiga, stigma bahwa rakyat asli Papua sebagai suku terasing, primitif tidak akan bisa mengisi peran pembangunan, membuat diskriminasi masih dirasakan. Sehingga banyak jabatan penting dan strategis dipercayakan pada warga pendatang, yang membuat kecemburuan sosial tercipta..
Penyelesaian KKB
Solusi masalah Papua, sebenarnya hanya bergantung pada sikap pemerintah untuk memberi pelayanan yang sama seperti rakyat di wilayah Indonesia lainnya. Walau berbagai dialog sudah dilakukan untuk mengembalikan rakyat yang membelot, tapi realisasi keadilan masih jauh dari harapan. Pemerataan pembangunan sampai pelosok pedalaman ibarat pungguk merindukan bulan. Hanya sebatas mimpi dan janji, belum terealisasi.
Memangkas habis anggota KKB sampai ke akar, musti dilakukan secepatmya. Jika tidak gerombolan bersenjata ini semakin membesar. Upaya intervensi asing terhadap KKB, juga harus dihadapi secara tegas dan cepat. Kasus Timor Timur sudah memberi pelajaran berharga, disintegrasi akibat pihak asing mencampuri urusan dalam negeri.
Lain halnya dengan sistem Islam, mewujudkan kesejahteraan secara adil merata bagi rakyatnya. Tidak hanya golongan kuat/mampu berusaha saja. Tetapi semua diberi kesempatan mencari rezeki dengan peluang yang sama. Tidak ada diskriminasi perlakuan berdasar warna kulit atau bentuk rupa.
Dalam Islam, manusia dipandang sebagai makhluk yang sama. Hanya tingkat ketaqwaan menjadi pembedanya. Negara akan memberikan pelayanan dan kesejahteraan kepada warganya, baik yang muslim maupun non-muslim.
Pemenuhan kebutuhan dasar, tercukupinya makan, pakaian dan rumah layak senantiasa diperhatikan. Pun jaminan pelayanan kesehatan, pendidikan, berikut sarana dan prasarananya akan diberikan secara merata hingga pelosok wilayah. Negara memperoleh kekayaan dengan mengelola berbagai harta. Baik dari kepemilikan umum, berupa SDA seperti aneka tambang mineral, kekayaan hutan, laut, dsb. Juga adanya dana umat berasal dari zakat, kharaj, usyr, Fa’i dsb.
Kepengurusan masyarakat yang adil di seluruh wilayah pastinya tidak akan memicu protes kesenjangan kemakmuran. Setiap warga negara berhak merasakan kesejahteraan tanpa diskriminasi atau perbedaan. Hal ini pernah dicontohkan oleh Rasulullah SAW dan diteruskan oleh sahabat Abu Bakar. Sepeninggal wafatnya Rasulullah, sahabat Abu bakar pergi ke rumah Aisyah ra. menanyakan amalan apa yang belum dilakukan seperti Rasul? Maka Aisyah menjawab pergi ke pasar untuk menyuapi pengemia Yahudi yang buta.
Kemudian Abu Bakar pun mengunjungi pengemis yang dimaksud, menggantikan posisi Rasulullah menyuapinya. Sepanjang makan sang pengemis tidak berhenti mengolok-olok Rasul dengan kata- kata kotor dan tidak sopan. Serta- merta Abu Bakar menjadi geram, dan menyuapkan makanan secara kasar. Pengemis pun tersadar, bahwa orang yang menyuapinya kali ini, tidaklah sama seperti biasa. Sehingga terbongkarlah siasat Abu Bakar. Beliau pun menceritakan bahwa manusia agung yang biasa menyuapi adalah orang yang diolok-olok olehnya. Tetapi sekarang manusia agung itu sudah wafat, dan Abu Bakar berusaha menggantikannya. Tetapi ternyata kesabaran Abu Bakar tidak sehebat Rasulullah SAW. Mendengar cerita Abu Bakar, serta merta menangislah pengemis Yahudi tersebut dan kemudian bersyahadat masuk Islam.
Inilah secuil kisah yang membuktikan keadilan dalam sistem Islam, yang membuat kaum non muslim berbondong-bondong masuk Islam. Terpesona dengan keindahan dan keagungan ajaran-Nya.
Wallahua’laam bishawwab
Views: 1
Comment here