Oleh: Yuyun Rumiwati (Muslimah Peduli Generasi dan Peradaban)
wacana-edukasi.com– Memasuki tahun baru 2022 apa yang kita rasakan dengan peradaban dunia, termasuk negeri ini? Perih, miris, dan serasa sesak dada ini saat melihat fenomena akidah umat dalam ambang bahaya. Khawatir dan was-was saat melihat kehormatan dan keamanan generasi tiada jaminan. Berbagai kasus pelecehan seksual silih bergulir. Sedang kurikulum pendidikan tiada harapan membuat mereka menjadi pribadi yang tangguh.
Pendangkalan Akidah
Berbagai fenomena pendangkalan akidah pun masih melingkupi umat, terbaru tentang fenomena spirit doll. Namun, fenomena ini terkesan dibiarkan. Semakin hari pengikut yang menggandrungi dan penasaran serta tertarik membeli dan mengadopsi boneka arwah ini makin meluas. Bahkan menjadi lahan bisnis yang dengan leluasa ditawarkan, sebagaimana yang dilakukan FH yang memiliki 347 boneka arwah.
Beratus ribu bahkan berjuta uang dikeluarkan untuk membeli dan mengasuhnya. Sedangkan di saat yang sama kesenjangan ekonomi makin melebar. Jurang pemisah antara si kaya dan si miskin sebagai nampak. Harga bahan pokok melambung tinggi. Jangankan membeli sesuatu yang tidak urgen, sebagaimana para artis. Sekadar memenuhi makan minum dan biaya sekolah anak saja banyak orang tua yang tiada berdaya meski perasaan peluh dan air mata tiada berhenti untuk iktiyar dan berdoa.
Inilah watak dan produk kapitalisme. Kesenjangan terus meninggi. Sedang kepedulian dan empati kian serasa kian hilang dari tengah umat. Mereka lebih fokus pada kesenangan diri dengan mengasuh boneka, dari pada membantu dan mengasuh anak-anak yang miskin.
Peristiwanya pendangkalan akidah sebenarnya bukan hal yang pertama terjadi. Hampir sepanjang tahun ada, meski dengan modus berbeda. Adanya kesan pembiaran terhadap kasus serupa, menjadi bukti bahwa peran negara untuk menjamin hak warga negara dalam beragam hanya sekedar dalam norma. Namun, aplikasi di lapangan tidak lepas dari ciri khas kapitalisme memandang agama.
Agama dianggap urusan pribadi, yang negara tidak akan mencapuri hal itu, bahkan andai warga negaranya pun tidak beragama, maka kapitalisme menganggap itu sah-sah saja karena pilihan beragama atau tidak dianggap sebagi berikut sebuah kebebasan. Andai Rasullah menyaksikan, tentu beliau sangat sedih melihat umatnya masih terlena dalam permainan syirik. Sulit membedakan mana yang Haq dan batil.
Ukhuwah Tercerai Berai
Hubungan antar umat masih teruji. Dengan semakin kokohnya ide moderasi di tengah-tengah umat. Adanya upaya masif pihak-pihak yang terus mengopinikan bahaya Islam radikal, Islam garis keras, di sisi lain mereka mengangkat sebagian kelompok umat dengan sebutan moderat, cinta damai dan sebagai. Padahal telah nyata pengelompokkan itu dalam rangka memecah untuk mengokohkan ideologis kapitalisme sekularisme di negeri-negeri muslim. Agar ide sekuler dan liberal mereka laku mereka jual. Hingga umat semakin jauh dari ajaran Islam yang seharusnya. Dengannya kekuatan umat Islam tidak bangkit.
Umat tidak hanya dilemahkan dari aspek pemikiran. Pun dilemahkan dari kekuatan persatuan dan ukhuwah. Musuh-musuh Islam sangat tahu betul kunci kekuatan umat tersebut. Namun, sayang sebagian umat belum sadar upaya pelumpuhan kekuatan Umat ini. Menjalin ukhuwah antar ormas Islam, antar sesama menjadi modal umum untuk perubahan kebangkitan. Ukhuwah atau persatuan itu akan kuat, saat kedekatan itu terjalin.
Umat Harus Bersinergi
Jika musuh-musuh Islam begitu fokus dan gencar menumpulkan kekuatan umat, hingga kemunduran terus menerus terjadi. Maka, bagi kita yang sadar kondisi ini tidak layak berleha-leha tanpa melakukan tugas dan tanggung jawab terhadap urusan umat Rasulullah Muhammad. Dengan bermodal kekuatan iman dan keyaakinan pertolongan Allah yang terus ada bagi hamba-hamba-Nya, maka iktiyar berlipat ganda harus diupayakan. Sebagai wujud kita untuk menyongsong pertolongan-Nya. Bukankah, Allah sendiri berfirman
قُلْ لِّلّٰهِ الشَّفَاعَةُ جَمِيْعًا ۗ لَهٗ مُلْكُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۗ ثُمَّ اِلَيْهِ تُرْجَعُوْنَ
“Katakanlah, “Pertolongan itu hanya milik Allah semuanya. Dia memiliki kerajaan langit dan bumi. Kemudian kepada-Nya kamu dikembalikan.”
(QS. Az-Zumar: 44, Juz: 24)
Kekuatan ini harus ditransfer ke tengah-tengah umat agar umat tidak putus asa dengan kondisi keterpurukan ini. Umat Rasulullah Muhammad adalah umat yang terbaik. Umat yang Allah utus kepada manusia, untuk mengemban risalah Islam yang berpotensi membawa Rahmad bagi seluruh alam.
كُنْتُمْ خَيْرَ اُمَّةٍ اُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ ۗ وَلَوْ اٰمَنَ اَهْلُ الْكِتٰبِ لَكَانَ خَيْرًا لَّهُمْ ۗ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُوْنَ وَاَكْثَرُهُمُ الْفٰسِقُوْنَ
“Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik.”
(QS. Ali Imran: 110)
Dakwah sebagai salah satu karakter umat terbaik. Maka aktivitas dakwah inilah yang harus dimasifkan sebagai bentuk iktiyar menjemput Nasrullah. Cukuplah dakwah dengan metode nabi dengan memfokuskan pada perubahan sistem yang harus terus dimasifkan dan disenergikan umat saat ini, kemenangan Islam dengan izin Allah segera tiba.
Adapun kapan kemenangan itu tiba, maka hak Allah yang menetapkan waktu terbaik. Kita hanya beriktiyar menyongsong dengan dakwah nan ikhlas. Hanya kepada Allah sajalah umat Islam harus berpegang teguh dan menyongsong satu-satunya jalan kemenangan yang telah Allah perintahkan.
Karena tiada kemenangan dan pertolongan selain dari Allah Swt. Allahu a’lam bi shawab.
Views: 22
Comment here