Oleh: Anita Rachman (Pemerhati Sosial Politik)
Wacana-edukasi.com — “Saya begitu ketemu tema yang bagus langsung saya catat dihandphone, setelah itu saya mulai menulis, biasanya sehari bisa dua sampai tiga tulisan”
Pernyataan dari Bu Rut Sri Wahyuningsih di atas adalah yang paling saya ingat dari obrolan virtual melalui ZOOM yang diprakarsai oleh Creator Nulis, Senin, 07 September 2020, pukul 19.30. Masyaa Allah… takjub, bagaimana bisa menghasilkan dua hingga tiga tulisan dalam sehari. Satu tulisan saja saya kadang baru selesai paling cepat dua hari. Apa rahasianya? Mampukah kita seperti beliau?
Ibu rumah tangga dengan dua anak ini ternyata adalah seorang mualaf. Beliau memeluk Islam di usia 29 tahun. Tidak banyak yang diceritakan bagaimana kisahnya sebagai mualaf. Namun satu yang pasti, pesat sekali perkembangan beliau. Tidak hanya sekedar belajar Islam dengan sangat baik, namun sudah terlibat dalam aktivitas dakwah, menyampaikan Islam, termasuk akhirnya aktif sebagai penulis ideologis yang karyanya sudah bertebaran di banyak media.
Beberapa amanah sebagai tim editor dan kontributor tetap media online juga berhasil dipegang, membuktikan kemampuan beliau dalam hal literasi tak diragukan lagi. Kesuksesan tak mungkin diraih dengan cara instan. Demikian juga dengan prestasi demi prestasi yang berhasil diraih Bu Rut, khususnya dalam hal dakwah bil qalam. Dalam kesempatan inilah Bu Rut mencoba berbagi bagaimana hingga akhirnya berada pada posisinya hari ini.
Pertama dan yang utama adalah komitmen. Untuk apa, untuk siapa kita menulis. Sematkan dalam hati Lillahita’ala, niat ikhlas karena Allah. Jadikan aktivitas menulis sebagai salah satu ikhtiar ibadah, berfastabiqulkhairat dalam menyampaikan kebaikan, tentang apa yang sudah diketahui tentang Islam, walau hanya satu ayat. Berharap setiap goresan penanya menjadi hujjah di hadapan Allah ta’ala, bagaimana upaya pembelaan kita terhadap agama yang mulia ini.
Kedua, niat saja tentu tak cukup. Manusia adalah makhluk yang paling mudah berubah suasana hatinya. Untuk mengikat agar niat tak cepat menguap, Bu Rut menyarankan untuk menuliskan niat kita dan menempelkanya di tempat yang mudah terlihat. Hal ini nampak sepele namun tak boleh disepelekan. Bu Rut sudah membuktikan keefektifan trik ini agar kita tetap konsisten dengan komitmen awal yang sudah kita buat. Dengan melihat tulisan tersebut ibarat jam alarm yang bisa memberikan shock therapy, menggerakkan kita untuk segera memulai menulis.
Orang sukses harus memiliki target, begitu juga penulis. Tetapkan target berapa tulisan yang akan dihasilkan dalam satu hari, atau satu pekan, atau satu bulan. Kemudian tuliskan secara detail, hari apa saja kita akan menulis, jam berapa dan berapa lama. Tidak harus panjang, namun konsisten. Dan kunci untuk bisa konsisten atau istiqomah adalah memang diawali dengan memaksa diri untuk melakukannya. Dari dipaksa kemudian menjadi bisa, dari bisa menjadi terbiasa, dari terbiasa akhirnya menjadi luar biasa.
Namun ingat satu hal, untuk bisa sampai pada tahap luar biasa tidaklah cukup dalam hitungan hari atau bulan bahkan tahun. Ikuti terus saja prosesnya sampai suatu saat kita akan tiba pada titik luar biasa dengan ikhtiar maksimal dan ijin Allah tentunya. Kesuksesan Bu Rut hari inipun adalah hasil dari sekian tahun yang telah beliau lalui dengan menjaga komitmen, menulis, menulis dan terus menulis, hingga akhirnya menjadi habits, dan mengantarkannya menjadi penulis hebat.
Ketiga, kirim tulisan kita ke media. Langkah ini adalah salah satu cara untuk mengukur kemampuan kita, dilihat dari respon pembaca. Apapun responnya adalah ilmu bagi kita. Dengan dikirim ke media juga melatih kita untuk lebih serius dan bertanggungjawab terhadap apa-apa yang kita sampaikan.
Keempat, tantang diri dengan membuat blog-blog pribadi. Hari ini adalah eranya teknologi. Jadi manfaatkan semua perangkat teknologi yang ada untuk mem-publish karya-karya kita. Asah kemampuan diri menyampaikan dakwah audio visual, agar dakwah lebih menarik, sehingga target audience bisa lebih luas. Pelatihan-pelatihan yang mendukung juga sudah sangat banyak dan mudah didapatkan.
Kelima, ikuti komunitas-komunitas menulis. Menulis sendiri itu berat, kita tidak akan kuat. Maka, carilah tempat dimana kita bisa curhat. Dengan bergabung bersama orang-orang yang se-ide, se-pemikiran akan menjadi kekuatan tersendiri, apalagi bagi penulis pemula. Akan ada banyak ilmu dan pengalaman yang bisa kita jadikan amunisi. Semangat juga prestasi-prestasi teman-teman seperjuangan akan menular dan memotivasi kita untuk terus meningkatkan kemampuan literasi.
Keenam, ikuti challenge menulis, misalnya lomba menulis atau tantangan 30 hari nonstop menulis. Langkah ini cukup efektif memacu adrenalin sekaligus mengukur sejauh mana kemampuan kita dan membuktikan seberasa kuat komitmen kita. Bu Rut sudah membuktikan dengan mengikuti challenge ini, mampu mempercepat langkahnya membentuk habits menulis, karena kita ”dipaksa” untuk terus menulis. Rasa dikejar-kejar deadline menjadi latihan mental yang akan menempa kita menjadi penulis yang kuat baik secara kecepatan maupun kualitas tulisan.
Ketujuh, jangan pelit ilmu. Sesedikit apapun ilmu ataupun pengalaman yang pernah kita dapatkan, berbagilah kepada yang lain. Ibarat galon yang terus mengalirkan isinya ke gelas-gelas kosong, akan memungkinkan galon tersebut untuk selalu di isi dengan air-air yang baru dan begitu seterusnya. Semakin kita berbagi ilmu, maka akan semakin bertambah pula ilmu-ilmu baru, termasuk keberkahan dan pahala jariyah karena kita telah menyampaikan kebaikan.
Kedelapan, saat kita berada pada kondisi futur, dengan sebab apapun, maka kembalilah ke point pertama, yaitu komitmen. Apa niat atau tujuan kita menulis? Untuk apa? Untuk siapa? Pegang komitmen itu kuat-kuat. Karena menulis bukanlah gift, menulis bukanlah bakat, tetapi menulis adalah buah kerja keras, hasil perjuangan yang panjang, belajar dan terus belajar, memaksa diri untuk menulis dan terus menulis, hingga akhirnya kita merasakan nikmatnya kemenangan.
Kemenangan seorang penulis adalah saat kita merasa aktivitas menulis bukan lagi beban tapi justru kebutuhan. Kebutuhan yang didasari cita-cita tinggi, yaitu menorehkan kemuliaan Islam, hingga Islam kembali Allah menangkan dan kita tercatat sebagai bagian dari mereka yang berjuang.
Wallahu’alam bishawab.
Views: 95
Masyaa Allah jazakillah ilmunya