Oleh Jumi Mansyur (Relawan Media)
Tenaga kesehatan (nakes) yang berada di garis terdepan melawan covid-19 pun tak lepas dari konflik horizontal
Wacana-edukasi.com — Nasib nahas dialami Salamat Sianipar (45), warga Desa Sianipar Bulu Silape, Kecamatan Silaen, Kabupaten Toba, Sumatera Utara. Pasalnya, gara-gara positif Covid-19 dan ingin melakukan isolasi mandiri di rumah, justru diamuk oleh warga sekitar. Peristiwa memilukan itu terjadi pada Kamis, 22/07/2021 (Kompas. Com. 24/07/2021).
Keponakan korban, Jhosua mengatakan bahwa kejadian berawal saat pamannya dinyatakan positif Covid-19 bersama dengan rekan kerjanya. Karena kondisinya dianggap hanya memiliki gejala ringan, oleh pihak petugas kesehatan lalu diminta melakukan isolasi mandiri di rumah. Aparat desa bersama warga kemudian memaksa korban untuk melakukan isolasi mandiri di sebuah gubuk di dalam hutan yang lokasinya jauh dari desa. Tapi setelah beberapa hari menjalani isolasi mandiri di tengah hutan itu korban tidak betah dan merasa depresi. Akhirnya korban pulang dengan harapan dapat melanjutkan isolasi mandiri di dalam rumahnya. Warga yang mengetahui hal itu merasa geram sehingga korban dianiaya secara membabi buta seperti binatang. Keponakan korban berharap agar aparat penegak hukum bisa mengusut tuntas kasus tersebut dan pelaku penganiayaan dapat dihukum setimpal.
Telah 1,5 tahun pandemi kejadian seperti ini masih saja terjadi. Sanksi sosial acap kali diterima oleh para penderita covid-19 baik itu Orang Tanpa Gejala, PDP, sampai yang telah sembuh sekali pun, diasingkan dari pergaulan sosial. Bahkan tenaga kesehatan (nakes) yang berada di garis terdepan melawan covid-19 pun tak lepas dari konflik horizontal ini. Terdapat nakes yang diusir dari kontrakannya karena dianggap membawa kuman penyakit yang disinyalir mampu menginfeksi orang-orang di sekitarnya.
Fakta yang disuguhkan di depan mata kita saat ini akan senantiasa kembali terulang, bila masyarakat tidak mendapatkan edukasi yang benar terkait covid-19. Meskipun sudah ada aparat penegak hukum yang konon katanya akan selalu memberikan perlindungan berupa keamanan dan kenyamanan, tapi semua itu hanyalah fatamorgana. Mengapa demikian? Sebab, meski pun aparat keamanan telah dikerahkan untuk memberikan perlindungan tapi justru itu tidak ada artinya apa-apa jika negara dalam hal ini penguasa yang ada dalam pemerintahan yang sejatinya adalah pihak yang bertanggung jawab secara penuh untuk memberikan perlindungan tersebut malah terkesan meremehkan dengan menyatakan bahwa coronavirus tidak akan masuk ke Indonesia, bahkan penggunaan masker dianggap tidak perlu, apatis , tidak mau tahu. Yang paling menyakitkan adalah Negara masih memasukkan Tenaga Kerja Asing (TKA) di saat rakyat diperlakukan pembatasan sosial.
Solusi yang diberikan oleh penguasa hanyalah dengan tetap menjaga protokol kesehatan (Prokes) dan menerapkan PPKM yang bertingkat tanpa mau peduli dengan pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat sehari-hari. Yang akibatnya malah masyarakat bukan hanya terancam mati karena wabah covid-19 ini tapi juga mati karena kelaparan.
Jadi, masihkah kita berharap bahwa penganiayaan yang dilakukan oleh sebagian masyarakat kepada pasien covid-19 ini bisa ditangani? Jawabannya tentu saja tidak! Jadi apa yang harus dilakukan saat ini? Ini adalah pertanyaan retoris yang jawabannya hanya bisa dijawab dengan sangat tuntas jika kita menggunakan solusi Islam .
Dalam Islam, wabah bukanlah hal yang belum pernah terjadi. Bahkan pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khatab, pernah terjadi wabah thoun. Yang dilakukan oleh Khalifah Umar adalah me-lockdown wilayah yang terkena wabah tersebut dengan tidak mengizinkan orang dari wilayah lain memasuki wilayah yang terinfeksi wabah dan orang yang ada di wilayah yang terkena wabah tidak diperkenankan untuk keluar sebab dikhawatirkan akan menjangkiti orang-orang yang sehat. Apa yang dilakukan oleh Khalifah Umar ini merujuk pada hadist dari Rasulullah Saw. Bukan hanya sekadar lockdown saja, Khalifah Umar pada waktu itu benar-benar mengerahkan segala daya dan upaya untuk menghentikan wabah tersebut dengan memberikan fasilitas kesehatan yang mumpuni dimasanya dan tetap mensuplai akomodasi untuk tetap menjamin keberlangsungan hidup masyarakat yang ada di wilayah tersebut.
Akan tetapi yang perlu diingat bahwasanya pemimpin sehebat Khalifah Umar dalam menangani wabah tidak akan mungkin bisa lahir di sistem Kapitalisme Sekuler seperti saat ini. Pemimpin sekaliber Khalifah Umar bin Khatab hanya bisa lahir dari rahim Negara Islam yang menerapkan Syariah Islam secara kaffah sehingga akan mendatangkan rahmat bagi seluruh alam semesta.
Wallahu a’lam bishowab
Views: 2
Comment here