Oleh : Lely Novitasari
(Aktivis Generasi Peradaban Islam)
wacana-edukasi.com, OPINI– Fenomena diabetes pada anak meningkat sangat tajam. “Kenaikannya hingga 70 kali lipatnya dan riilnya bisa lebih besar.”ni dikutip dari pernyataan Ketua Unit Kerja Koordinasi Endokrinologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Muhammad Faizi dalam media briefing IDAI, Selasa (1/2).
Secara rinci dijelaskan sebanyak 1.645 anak mengidap diabetes mellitus tipe satu yang merupakan penyakit autoimun, yaitu ketika sistem kekebalan tubuh menghancurkan sel-sel di pankreas yang memproduksi insulin. Bahanyanya dari penyakit ini, tubuh tidak mampu mengatur gula darahnya sendiri.
Faizi mencatat pasien diabetes anak umumnya usia antara 10-14 tahun yakni 46 persen, anak usia 5-9 tahun dengan 31,05 persen, anak usia 0-4 tahun itu 19 persen serta anak di atas usia 14 tahun tiga persen.
Melansir Voaindonesia, Ketua Umum IDAI, Piprim Basarah Yanuarso, menjelaskan pola makan sangat berkaitan erat dengan penyakit diabetes mellitus pada anak.
“Apabila makanan seorang anak dari awal mula yaitu sudah selalu tinggi karbohidrat, gula, dan minyak. Ini yang menjadi cikal bakal musibah (diabetes) seluruh dunia. Karena kalau anak-anak kita diberi makanan berupa snack-snack junk food, gula darah mereka cepat naik kemudian turun drastis. Mereka lapar lagi, makan yang seperti itu terus menerus sehingga insulinnya akan diproduksi secara terus-terusan,” pungkasnya.
Beliau melanjutkan, penyakit diabetes seperti epidemi senyap, walaupun tidak menular akan tetapi tren kenaikan kasus diabetes tipe 2 pada anak yang disebabkan selain dari pola makan, gaya hidup anak seperti sering menggunakan gadget turut memicu penyakit diabetes mellitus. Inilah yang perlu diwaspadai sebab diabetes tipe dua sama sekali tidak bisa memproduksi insulin.
Sementara itu Ketua Ikatan Ahli Kesehatan Indonesia (IAKMI) Pengurus Cabang Sumatra Utara, Destanul Aulia, mendorong pemerintah harus segera melakukan pemeriksaan secara massal terhadap anak dan remaja untuk menemukan kasus diabetes mellitus sebagai bentuk pencegahan lebih awal.
Mencegah Lebih Baik Dari Pada Mengobati
Buruknya pola makan pada anak hari ini, yang dikelilingi oleh pilihan makanan junkfood, cepat saji, hingga menjamurnya jajanan kekinian tanpa memperhatikan komposisi yang menyehatkan justru lebih diminati ketimbang makanan sehat. Sebab kesadaran dalam memilih makanan sehat belum sepenuhnya diketahui semua masyarakat.
Tak hanya pola makan, efek dari tingkat ekonomi yang menurun diantaranya bisa menjadi faktor penyebab pola makan yang tidak teratur apalagi memperhatikan pola makan sehat. Sekedar untuk membeli protein yang terjangkau seperti telur, masih belum semuanya terjangkau, apalagi sumber protein hewani lainnya. Tentu keinginan makan makanan yang berprotein seperti telur, ikan dan daging juga ingin dirasakan masyarakat. Namun apa boleh buat, kebutuhan yang lain juga harus dipenuhi.
Kemudian faktor ekonomi juga berimbas pada para pedagang terkhusus para penjual makanan dan minuman. Harga bahan pokok yang tinggi memaksa para pedagang berusaha putar otak agar usahanya tetap meraup untung.
Tidak adanya pengawasan ketat, ada saja oknum pedagang yang culas dan mengakali agar modal sekecil-kecilnya bisa mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya tanpa memperhatikan komposisi yang menyehatkan konsumen.
Pengaruh dari sebuah sistem dalam aktivitas termasuk dunia perdagangan sangat terasa. Dimana sistem ini sangat terasa kapitalistik. Akibatnya masyarakat seakan didorong hidupnya hanya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dalam sandang, pangan, papan. Seramnya dalam pemenuhan aktivitas ini justru agama tidak boleh ikut campur.
Imbas dari menyingkirkan agama, ketiadaan rasa diawasi juga akan dihisab/ dipertanggung jawabkan setiap aktivitasnya. Standar kebaikan hanya sampai tidak saling mengganggu antar individu. Hal ini memungkinkan ketika ada praktik kecurangan atau kedzoliman per individu akan cenderung acuh tak acuh, selama kehidupan pribadi dan keluarganya aman serta nyaman.
Tak ubahnya seperti menyimpan bom waktu, lambat laun tanpa pencegahan dini, fenomena diabetes semakin mewabah dan sulit ditanggulangi. Bertambah besar lagi efeknya ketika peran negara kurang ketat dalam mengawasi serta kurang menjamin produk pangan yang beredar aman dikonsumsi.
Negara yang masih menganut sistem kapitalisme, ini dapat dilihat dari cara mengatur ekonominya, akan lebih dominan mendukung industri besar yang memberikan keuntungan sekalipun produknya tak memiliki kriteria halal dan toyyiban.
(Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang diteken kepala negara pada 2 Februari 2021. Aturan itu merupakan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Terdapat aturan di dalamnya tentang perizinan serta investasi asing untuk industri besar. Dengan syarat tertentu, diantaranya ada yang diwajibkan membentuk perseroan terbatas (PT) dengan dasar hukum Indonesia dan berkedudukan di dalam negeri.
Aturan ini membolehkan industri miras berada di daerah yaitu Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, dan Papua. Niscaya dimana ada industri di situ ada pasar konsumennya. Walaupun mayoritas penduduk negeri ini beragama Islam, apakah etis memberikan perizinan industri produk yang jelas keharamannya dan sangat tidak toyyib? Dimana perlindungan bagi umat Islam?
Lalu, bagaimana industri pangan lainnya? Apakah begitu mudahnya diberikan perizinan boleh edar jika dilihat dari nilainya dapat menghasilkan keuntungan besar? Apakah sistem kapitalis-sekular mampu menjamin keamanan pangan serta masih layak dipertahankan?
Penjagaan Pangan oleh Islam
Islam mengajarkan untuk setiap pemeluknya memakan makanan halal lagi toyyib. Tak hanya diperhatikan zatnya, serta kandungan gizinya juga cara mendapatkannya.
Allah Ta’ala menyampaikan dalam firmanNya;
“Wahai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan, karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al Baqarah: 168)
Kesadaran masyarakat khususnya umat Islam dapat terbentuk disaat sebuah sistem mengarahkan dan mengkondisikan setiap produk pangan terjaga kehalalannya lagi toyyib. Sistem yang mempunyai aturan halal haram hanya ada di dalam Islam. Sebagai satu-satunya agamanya yang mempunyai aturan dalam menjalankan sistem kedaulatan negara.
Ketika negara menerapkan Islam sebagai sebuah sistem. Kekuasaan negara inilah yang menjadi peran sentral dalam mendorong maayarakatnya lebih memperhatikan asupan makanan dan minuman yang dikonsumsi, mengkontrol peredaran pangan dari hulu hingga ke hilir. Mulai dari produsen hingga ke pedagang ecer semua diperhatikan.
Sebagaimana Islam diterapkan dalam sebuah sistem bernegara di masa Rasulullah Saw di Madinah hingga kekhalifahan terakhir di masa Ustmaniyah.
Di masa Rasulullah setelah hijrah ke Madinah dan menerapkan aturan Islam dalam naungan negara, masih terdapat pasar yang dikelola oleh Yahudi. Namun pengelolaan pasar oleh Yahudi ini sebagaimana disebut di Al-Qur’an digambarkan bahwa mereka menganggap halal untuk mengambil harta orang lain ini (orang-orang umi , QS 3:75), tentu saja hal ini bertentangan dengan ajaran Islam.
Oleh karena penguasaan pasar dikuasai oleh kaum Yahudi, umat Islam tidak bisa menerapkan nilai-nilai aturan Islam di pasar. Maka pada saat itu Rasulullah memandang pentingnya mendirikan pasar bagi kaum Muslim yang akan menerapkan nilai-nilai aturan Islam. Lalu didirikanlah pasar untuk umat Islam hingga umat Islam mendapat jaminan keamanan dalam memenuhi kebutuhannya.
Di masa Umar Bin Khattab misalnya, keberadaan pasar sebagai penggerak denyut nadi perekonomian juga begitu diperhatikan. Dengan diberikannya amanah Qadhi Hisbah (pengawas pasar) yang bertugas mengawasi jalannya perputaran transaksi para pedagang dan pembeli agar tidak ada praktik kecurangan di dalamnya. Serta memberikan sanksi tegas saat ada yang melanggar aturan.
Kisah penjual susu yang menyuruh anaknya mencampur dagangan susu dengan air agar mendapatkan keuntungan lebih, dengan tegas sang anak teringat akan sanksi keras yang diberikan kepada siapa saja yang berbuat curang. Bahkan ia pun memiliki pendirian yang kuat hingga berani menolak perintah untuk melakukan kecurangan sebab meyakini ada Allah Maha Melihat.
Sistem Islam yang diberlakukan dalam mengatur sebuah negara termasuk dalam pemenuhan kebutuhan pangan, tak hanya mampu menjaga para konsumen/pembeli, tapi juga mendorong kesadaran umat Islam akan adanya pengawasan dari Yang Maha Melihat.
Sekiranya umat Islam memiliki kesadaran akan hari akhir dan penghisaban, terlebih para pemegang kekuasaan. Praktik kecurangan dan menghalalkan segala cara untuk meraih keuntungan dapat diminimalisir dengan sanksi tegas dari Islam, yang mampu memberikan zawajir dan jawabir, memberikan pencegahan (efek jera) dan penebusan dosa di akhirat kelak.
Hadist yang disampaikan Nabi shallallahu alaihi wasallam:
“Sungguh, tidaklah engkau meninggalkan sesuatu karena takut kepada Allah, melainkan Allah Ta’ala akan memberikan engkau (menggantikan) dengan sesuatu yang lebih baik darinya”.
(HR. Ahmad dan Al Baihaqi).
Diantara cara yang bisa diambil saat Islam diterapkan dalam naungan konstitusi agar terjamin keamanan pangan:
1. Menegakkan aturan Islam termasuk yang berkaitan dengan keamanan pangan, seperti memastikan bahan makanan yang halal dan thayyib (baik, sehat, dan bersih), menghindari makanan yang diragukan dan meragukan, serta menegakkan sanksi tegas terhadap praktik penipuan dan pemalsuan makanan.
2. Meningkatkan pengawasan dan regulasi oleh lembaga penguasa terhadap aktivitas produksi, distribusi, dan penjualan makanan di seluruh rantai pasok, dari hulu hingga hilir. Produsen hingga konsumen akhir.
3. Memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan yang terjangkau untuk seluruh elemen masyarakat.
4. Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya makanan sehat dan aman melalui edukasi dan kampanye publik, serta memberikan akses mudah dan terjangkau terhadap informasi tentang kandungan nutrisi, label gizi, dan informasi keamanan pangan.
5. Membuka ruang terbuka hijau di berbagai wilayah agar masyarakat juga anak-anak mempunyai ruang gerak beraktivitas fisik dengan senang dan aman.
Dengan keamanan dan kesejahteraan yang diberikan oleh negara, serta cara di atas dilaksanakan dengan baik dan berkesinambungan, serta dimonitor agar dapat memberikan hasil yang optimal, bahaya fenomena diabetes pada anak dapat diminimalisir serta terjaminnya keamanan pangan bagi seluruh warga negaranya dapat diwujudkan secara nyata, sehingga tercipta masyarakat yang sehat serta produktif.
Wallahu’alam bishowab
Views: 18
Comment here