wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Blackpink, girlband asal Korea mengadakan konser di stadion utama Gelora Bung Karno (GBK) pada 11-12 Maret 2023 lalu. Generasi muda Indonesia disibukkan dengan konser sang idola, baik di dunia nyata maupun maya. Semuanya dipenuhi dengan serba-serbi Blackpink. Bahkan, bertepatan dengan konser di Jakarta, Blackpink telah pecahkan rekor dunia sebagai kelompok penyayi perempuan yang paling banyak didengar di Spotify seluruh dunia.
Antusiasme generasi muda terhadap konser group yang terdiri dari Lisa, Rose, Jennie dan Jiso ini sangat tinggi. Lebih dari 70 ribu Blink, sebutan untuk penggemar Blackpink, menghadirinya (Tempo, 13/03/2023). Loyalitas generasi muda terhadap sang idola, Blackpink, semakin terlihat dengan terjual habisnya tiket konser dengan harga yang tidak murah. Harga tiket konser Blackpink dipatok sekitar Rp. 1.350.000 hingga Rp. 3,8 juta. Di tangan calo, harga tiket bisa mencapai Rp. 10 juta (Detik, 11/3/2023).
Hal tersebut membuktikan bahwa generasi muda hari ini rela mengeluarkan berapa saja demi hal-hal yang disukai. Tetapi, bila kita berfikir mendalam, kita akan temukan adanya obsesi yang tinggi pada generasi muda. Hal itu karena adanya kapitalisasi teknologi. Hal-hal yang menguntungkan akan terus dihembuskan di tengah-tengah generasi muda, sehingga menciptakan obsesi yang terpolarisasi. Dengan demikian, generasi mida menjadi kehilangan esensi hakiki sebagai seorang Muslim yang seharusnya fokus pada mengejar ridha Allah SWT.
Strategi marketing kapitalis bukanlah hal yang sepele. Hal tersebut sudah menjelma menjadi industri yang terus berkembang ke segala sisi, bahkan hingga masuk ke sendi-sendi masyarakat, terutama generasi muda hari ini. Hal itu memunculkan obsesi dari para generasi muda guna mengejar standar kapitalis yang mereka sebar secara masif.
Kencangnya strategi kapitalisme untuk untuk meredam nilai-nilai kebangkitan Islam, telah membuat esensi kehidupan generasi Muslim terkubur. Banyak yang lupa jati dirinya sebagai seorang Muslim. Mereka enggan memperlihatkan keislamannya, atau bahkan menjadi bagian yang menyudutkan Islam.
Dengan landasan kapitalisme, aktivis islami tidak jarang malah mendapatkan diskriminasi oleh sebagian pihak. Seperti yang terjadi pada aktivitas rohis yang dicap radikal, pengemban dakwah yang dituduh intoleran, pengerdilan dan pembubaran pengajian, serta masih banyak lagi. Anehnya, hal-hal tersebut terjadi di negara dengan jumlah Muslim terbanyak di dunia. Generasi muda pun menjadi pasif pada problematika yang ada di tengah masyarakat. Generasi beralih menjadi individualis yang hanya berkutat pada mengurusi urusan sendiri.
Ini menjadi bukti, negara tanpa visi membina generasi. Layaknya kapitalisme yang menciptakan strategi tanpa henti untuk menyetir generasi, maka perlu visi yang terstruktur pula untuk menghentikan ini semua. Karena jika dibiarkan begitu saja, generasi akan semakin tergerus oleh kapitalisme yang meletakkan prioritas pada materi. Standar generasi hanya sebatas mencari kebahagiaan semu dan berlari-lari mengejar materi. Obsesi mereka kian mengakar pada hal-hal yang tidak bermakna. Perkara baik dan buruk semakin samar, bahkan tiada. Semua berlandaskan pada kebebasan yang menyesatkan.
Untuk menyelesaikan semua ini, maka kita perlu menggunakan aturan Islam secara menyeluruh, guna membangun peradaban yang mulia. Peradaban yang menempatkan peran generasi sebagai garda terdepan untuk menjalankan visi hakiki. Dengan Islam, peran generasi muda akan berdaya secara efektif. Tidak ada lagi generasi yang kehilangan arah bahkan terhipnotis oleh standar duniawi.
Semua itu akan terwujud, karena dalam aturan Islam, landasan tertuju pada meraih ridha Allah SWT. Langkah setiap generasi akan terkontrol oleh keimanan dan hubungan langsung dengan Allah Sang Pencipta, sehingga menjadi enggan untuk melakukan hal yang sia-sia.
Hanya dalam Islam, yang aturannya diterapkan secara menyeluruh di bawah sistem pemerintahan Islam, yang dapat mencetak generasi berkepribadian Islam. Upaya mencetak generasi berkepribadian Islam ini butuh dukungan sistem. Sebab, semua bidang kehidupan itu saling berkaitan. Itulah yang dicontohkan Rasulullah SAW ketika Beliau membangun peradaban Islam pertama di Madinah.
Wallahu A’lam bish-shawwab
Carminih, S.E.
Views: 18
Comment here