Opini

Konsumsi Air Galon, Masyarakat Rentan Miskin?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Kiki Zaskia, S. Pd. (Pemerhati Sosial)

Wacana-edukasi.com, OPINI-– Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2019 jumlah kelas menengah di Indonesia 57,33 juta orang atau setara 21,45 persen dari total penduduk. Namun, kini di tahun 2024 tersisa 47,85 juta orang kelas menengah atau 17,13 persen. Artinya, 9,48 juta warga kelas menengah yang telah menjadi masyarakat dalam kategori miskin.

Tak hanya itu, dalam sepuluh tahun terakhir masyarakat kelas menengah di Indonesia juga telah menjadi rentan miskin.

Menurut Menteri perencanaan pembangunan nasioanl (PPN), Bambang Brojonegoro mengatakan, masyarakat menjadi rentan miskin disebabkan oleh scarring effect pandemi covid-19 diantaranya yaitu:

Pertama, banyaknya perusahaan yang harus gulung tikar menjadi pailit sehingga buruh/pekerja mendapatkan pemutusan hubungan kerja (PHK).

Kedua, kenaikan suku bunga juga menjadi penyebab karena nilai tukar rupiah melemah, sehingga daya beli masyarakat menjadi lemah harga barang serba naik.

Ketiga, adanya cuaca ektrim el nino yang menjadi pemicu harga beras menjadi naik.

Keempat, maraknya masyarakat yang bermain judi online.

Bahkan kondisi rentan miskin yang dialami masyarakat kini juga disinyalir karena masyarakat yang mengurangi pendapatannya untuk mengeluarkan biaya pemenuhan air minum berupa air kemasan botol dan atau air galon.

Meski begitu, analisa Menteri PPN mengenai pengeluaran masyarakat yang membeli air galon menimbulkan kontroversial, Anthony Budiawan, Manajer Direktur PEPS (Political Economy and Policy Studies) menganggap sebagai upaya menkambing hitamkan masyarakat atas kegagalan rezim joko widodo dalam menjamin pemenuhan kebutuhan air masyarakat.

Deforestasi & Kapitalisasi Sumber Daya Air

Masyarakat di Indonesia khususnya di wilayah metropolitan mengalami penderitaan karena sulitnya mengakses air bersih yang layak konsumsi, apatah lagi saat pandemi. Misalnya, di daerah Muara baru, Jakarta utara.

Dalam sebuah kanal Youtube Watchdoc (Ditayangkan, 10/02/24), warga Jakarta Utara, harus membeli air untuk kebutuhan sehari dalam kisaran Rp. 130.000,00- Rp. 500.000,00.

Salah satu warga mengakui bahwa wilayah yang ditinggalinya adalah wilayah yang kumuh dan miskin (kumis) namun mereka harus membeli air dengan harga yang lebih mahal daripada masyarakat yang mampu.

Derita sulitnya akses air sangat menyulitkan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dengan usaha kecilnya, anak-anak dan perempuan menjadi pihak yang paling disulitkan sebab anak-anak dan perempuan membutuhkan sanitasi yang lebih banyak untuk perawatan anak dan kebersihan tubuh apatah lagi alat reproduksi perempuan.

Massifnya deforestasi di Pulau Jawa menjaadi pemicu sulitnya akses air, dalam sebuah Webforum Hari Hutan International 2021 oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dalam kegiatan tersebut LIPI menyajikan sebuah data bahwa, area hijau di Pulau Jawa kini tersisa hanya 24 persen dari idealnya 30 persen total luas wilayahnya. Hanya tersisa 19 persen saja tutupan hutannya. Sebab, digantikan dengan pemukiman, perkotaan, industry, jalan raya, dll.

Manfaat hutan selain sebagai penghasilan oksigen yang dibutuhkan manusia, di hutan setiap pohon ibarat sungai yang menyimpan cadangan air. Sehingga, deforestasi sangat berdampak buruk bagi tersedianya cadangan air bersih.

Selain itu, kapitalisasi sumber daya air dengan kondisi masyarakat yang sulit mengakses air bersih di perkotaan menghadirkan Perusahaan seperti brand asal Prancis, Danone. Meski begitu, sejak tahun 2002 perusahaan tersebut beroperasi di wilayah Polanharjo, Klaten, warga lokal banyak yang mengeluh kekurangan air. Kini, masyarakat harus membeli air dengan harga mahal.

Masalah baru juga timbul dengan hadirnya perusahaan air minum praktis dengan botol kemasan plastik yang semakin tumbuh-subur kini juga telah menjadi masalah lingkungan baru, melimpahnya sampah plastik yang sulit untuk diuraikan.

Tentu, hal tersebut semakin menampakkan bahwa penyebab kemiskan bukanlah masyarakat yang gandrung dengan air minum kemasan botol atau galon, namun pada tata kelola kebijakan pemerintah dalam pembangunan ruang hidup masyarakat serta korporasi tanpa berbasis ramah lingkungan. Namun, basisnya hanya pada keuntungan yang besar bagi pemerintah.

Padahal, dalam pasal 33 ayat 3 bahwa bumi dan air dan kekayaan alamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Namun, kenyataannya sulitnya akses air bersih akibat kapitalisasi sumber daya air.

Hal ini tidak terlepas dari hegemoni kepentingan politik internasional dengan interverensi World Bank dan Monetary Fund yang telah menimbulkan banyak kebijakan pemerintah yang lebih mendukung investasi asing dengan konsekuensi rakyatnya sendiri menjadi korban.

Islam Menjamin Kebutuhan Rakyat

Dalam sebuah hadist Rasulullah SAW bersabda:
Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara padang rumput, api, air (HR. Abu Dawud & Ahmad)

Dalam Islam kebutuhan dasar manusia berupa air bersih harus dijamin bisa di akses dengan mudah oleh masyarakat. Dalam hal ini, pemerintah tidak hanya berperan menjadi fasilitator namun menjadi eksekutor dalam mengelola sumber daya air masyarakat.

Pemerintah juga akan mengembangkan inovasi untuk pelestarian hutan dan menemukan formulasi terjaganya kualitas air masyarakat dengan penelitian yang dibangun oleh sistem pendidikan Islam yang orientasi untuk kepentingan umat.

Adapun pihak swasta sebagai bagian dari umat tidak ada masalah mengonsumsi selama tidak menggunakan alat pengeboran dengan kedalaman yang sangat dalam yang mampu membuat sumur-sumur warga mati atau kering.

Selain itu, kesejahteraan masyarakat dalam Islam terjamin dengan baitu mal serta maksimalnya pengelolaan sumber daya manusia dan sumber daya alam dalam negara khilafah. Ssitem khilafah tidak menjadikan pajak sebagai sumber utama pendapatan negara namun untuk kondisi paling krusial saja saat kas negara benar-benar krisis.

Hal yang perlu diinsapi bahwa rentannya kemiskinan yang terjadinya pada masyarakat kini disebabkan permasalahan kompleks lintas Kementerian yang belum mampu diselesaikan, sehingga masyarakat menjadi korban atas dipertahankannya kapitalisme sebagai formulasi kebijakan negeri-negeri kaum muslim kini.

Wallahu ‘alam bisshawab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 6

Comment here