Oleh Adibah NF (Pendidik Generasi dan Pegiat Literasi)
wacana-edukasi.com– “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar.” (TQS. Al Ahzab:70).
Saat ini, mengucapkan perkataan yang baik dan benar seolah menjadi sesuatu yang sangat mahal. Terlebih adanya sistem penggunaan media yang salah, karena terpapar konten salah yang disuguhkan berbagai kanal. Seolah mengatakan, sebuah kejujuran itu akan menghambat eksistensi dan jati diri.
Memang, perkembangan dunia digital kini sudah menyasar ke seluruh aspek kehidupan. Hampir semua manusia saat ini hidup terpengaruh oleh proses digitalisasi. Meskipun masih banyak warganet hanya sebatas menerima informasi tanpa mampu memahami dan mengolah serta menyaring informasi tersebut dengan baik. Tak dimungkiri, akhirnya warganetpun terpapar informasi yang buruk melalui konten-konten negatif yang menghujani dunia digital. Masa pandemi memang memunculnya perubahan besar dalam penggunaan media. Terkait hal ini, pemerintah mengklaim telah melakukan antisipasi dengan melakukan beragam edukasi yang berfokus mendidik masyarakat guna menyebarkan informasi yang akurat dan positif untuk menghentikan penyebaran konten negatif seperti hoax, malinformasi, disinformasi serta misinformasi.
Ada tiga hal yang dilakukan pemerintah dalam meredam sebaran konten negatif mulai dari tingkat hulu, menengah dan hilir. Di bagian hulu, Kominfo telah menggandeng 108 komunitas, akademisi, lembaga pemerintah, hingga lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang akan membantu memberikan edukasi literasi digital kepada publik. Ditingkat menengah, langkah preventif pun diambil pemerintah dengan menghapus akses konten negatif dan secara proaktif menyampaikan temuan isu konten negatif melalui kanal-kanal komunikasi yang ada dalam media sosial Kominfo serta laman resminya (viva.co.id,18/9/2021).
Sedangkan mengantisipasi bagian hilir, ada beberapa yang dilibatkan Kominfo seperti instansi pemerintah, media konvensional dan komunitas akar rumput, serta sosial. Di samping itu, pemerintah menyediakan fasilitas untuk masyarakat apabila menemukan konten negatif dengan cara mengadukan konten negatif tersebut melalui laman resmi aduankonten.id dengan cara mendaftarkan diri dengan mengunggah tautan disertai bukti aduan. Berharap, semua akun maupun situs web dan saluran lainnya yang dioperasikan pemerintah mampu menangkal penyebaran hoaks atau berita bohong yang berseliweran seperti konten-konten tentang prografi anak, konten terorisme, misinformasi vaksin Covid-19 dan lain-lain.
Minim Edukasi, Konten Negatif Tetap Diproduksi
Apakah benar untuk menjegal arus penyebaran konten negatif cukup dengan edukasi dan mengadakan webinar literasi? Mengingat, yang terjadi hari ini di masyarakat secara umum mulai anak-anak hingga dewasa hampir semuanya terpapar konten negatif. Meskipun pemerintah selalu berharap dengan memberikan edukasi, mampu menghentikan penyebaran konten negatif, namun faktanya konten negatif terus menjamur melalui mesin produksi yang tetap bebas melakukan operasi.
Mesin produksi itu tak lain adalah sistem demokrasi sekuler yang tetap dipakai dan diterapkan dalam kehidupan individu, bermasyarakat dan bernegara. Sebuah sistem yang memberikan jaminan kebebasan berperilaku dan berpendapat. Dengan jaminan ini, pembuat konten negatif akan berlindung di balik kebebasan tersebut. Merekapun akan bebas memproduksi konten apapun yang akan menghasilkan pundi-pundi uang di samping eksistensi dirinya.
Tak ayal lagi, demi meraup keuntungan tidak sedikit yang bersaing antarkonten untuk mendapatkan perhatian, meskipun harus melanggar nilai-nilai agama, hukum, penipuan, melecehkan orang lain, saling mencaci, pencurian identitas sampai hoakspun terjadi. Terpenting bagi para pembuat konten hanyalah eksistensi dan keuntungan.
Pantaslah arus konten negatif melaju tak bisa dibendung sebatas pemberian edukasi. Sebab, edukasi yang dilakukan minim tanpa solusi hakiki dilihat dari tiga hal ; Pertama, edukasi tidak bersandar pada aspek mendasar yakni ketakwaan. Ide kebebasan yang lahir dari demokrasi akan menjadikan masyarakat dalam bertingkahlaku dan berpendapat sesuai ide yang dianutnya.
Kedua, tidak diiringi regulasi yang melarang sektor lain menyebar aktifitas negatif, sektor sosial dan ekonomi, politik masih toleran terhadap pornografi dan manipulasi. Ketiga, tdak ada definisi yang baku terhadap makna konten negatif.
Media dalam Aturan Islam
Pada era digital ini, saat perkembangan teknologi semakin massif, tak bisa dihindari banyaknya kreator konten dan para influencer bermunculan. Untuk itu, perlu sistem yang mampu meredam semua hal yang berpotensi mengaruskannya. Sistem aturan itu hanyalah berasal dari Islam semata, bukan dari sistem yang melahirkan kebebasan yang kebablasan yakni kapitalisme demokrasi. Islam punya solusi dalam mengantisipasinya melalui edukasi yang bersandar pada keimanan dan aspek ketakwaan.
Dalam Islam, terdapat larangan penyebaran aktivitas negatif yang berkaitan dengan sektor pergaulan, politik, maupun ekonomi. Siapa saja yang hendak melakukan penyebaran konten bermuatan pornografi maupun manipulasi, dapat dicegah sedini mungkin. Karena mengenai definisi konten negatif sudah jelas berdasarkan apa-apa yang sudah termaktub dalam larangan syariat, dengan acuannya adalah halal dan haram. Sehingga masyarakatpun mampu memilah, mana yang mengandung konten negatif atau tidak.
Selain itu, peran negara yakni Khilafah, akan mengeluarkan aturan melalui undang-undang pengaturan informasi yang bisa mendukung masyarakat untuk tetap berpegang teguh pada syariat Islam. Apabila terdapat warganet yang berpotensi menyebarkan ide atau konten yang bermuatan syirik, sesat, dan membahayakan akan terawasi dengan ketat. Peran negarapun berfungsi optimal dalam mengontrol dan mengarahkan rakyatnya untuk tetap berada dalam ketaatan.
Islam juga mengajarkan etika dalam menggunakan internet dan bagaimana cara menyampaikan sebuah konten. Tidak diperkenankan dalam Islam menyampaikan konten-konten yang tidak bermanfaat. Sebaliknya, konten yang disampaikan harus mampu memberikan dorongan kebaikan kepada masyarakat. Baik untuk meningkatkan mutu pendidikan, tips hidup sehat dan berpegang teguh kepada hukum syariat, meningkatkan keimanan kepada Allah Swt, dan mengokohkan persatuan umat.
Ringkasnya, media dalam Islam berfungsi untuk membangun masyarakat yang kokoh akidahnya, menyebarkan pemikiran-pemikiran dan hukum Islam, membongkar kezaliman dan kekufuran akibat ideologi kufur kapitalisme demokrasi, serta menghalau konten apapun yag berseberangan dengan syariat Islam. Tak akan ada sedikitpun celah bagi masuknya konten negatif apapun bentuknya.
Satu-satunya cara untuk menghentikan maraknya konten negatif hanyalah dengan menghentikan mesin produksinya (kapitalisme demokrasi) dan diganti dengan mesin yang mampu memproduksi konten-konten yang bermanfaat bagi umat, menyelamatkan umat dan memberi kesejahteraan bagi umat, yakni sistem Khilafah Islam yang hanya akan menerapkan sistem aturan Islam secara sempurna.
Wallahu a’lam Bishshawab.
Views: 3
Comment here