Opini

Kontroversi dan Penistaan Agama Terus Berulang, Mengapa?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Fatinah Rusydayanti

wacana-edukasi.com, OPINI– Baru – baru ini viral di salah satu media sosial TikTok, dengan inisial EM kembali membuat kontroversi. Kali ini dirinya meminta kepada pihak Kemenag (Kementerian Agama) untuk melakukan reformasi tafsir ayat pada salah satu surah dalam Al-Qur’an. Dalam unggahan tersebut, menurut EM, tafsir surah Al-A’raf ayat 157 dalam Al-Qur’an dianggapnya sebagai tafsir yang merusak pandangan teologi Kekristenan. Tentu saja postingannya menimbulkan kontroversi, dimana netizen saling berdebat satu sama lain yang berujung pada debat kusir tiada akhir.

Kontroversi sudah sering kali berulang, begitu pula dengan penistaan agama yang sudah sering menjadi topik viral, kita sebut saja dengan kasus Holywings hingga yang dilakukan oleh pejabat atau tokoh publik lainnya. Penghinaan agama, semakin hari semakin wajar di negeri kita, baik dilakukan non muslim terhadap Islam, ataupun sebaliknya. Padahal Indonesia sendiri dinobatkan sebagai negara tereligius di dunia berdasarkan survei “The Global God Divide” (2020). Bukankah seharusnya semakin religius seseorang semakin terhindar dirinya terhadap hal yang sia sia? Lalu mengapa masih saja terus terjadi?

Sekularisme dan Ide Kebebasan

Kita sepakat bahwasanya kehidupan hari ini memanglah tidak diatur dengan agama, sekalipun Indonesia adalah negara dengan mayoritas Muslim dan juga sekaligus menjadi negara dengan jumlah muslim terbanyak di dunia. Indonesia tidak jauh beda dengan negara di Barat sana yang menjadikan sekularisme sebagai asasnya yakni memisahkan peran agama dari kehidupan sehari harinya, apalagi dalam ranah politik. Alhasil, masalah penistaan agama tidak akan ditanggapi serius sebab dirasa bukan hal urgen untuk diselesaikan negara.

Belum lagi dengan adanya ide kebebasan yang amat sangat dijunjung tinggi. Dalam ide kebebasan ada 4 pilar kebebasan yang dianggap sebagai hak dasar yang wajib dipenuhi, yaitu kebebasan berkepemilikan, kebebasan bertingkah laku, kebebasan berpendapat, dan kebebasan beragama. Sehingga dalam hal ini, sah-sah saja untuk seseorang itu beragama apapun termasuk murtad, atheis, bahkan gonta-ganti agama. Disisi lain juga dibolehkan untuk menyampaikan pendapat sesukanya, termasuk ketika itu berkaitan dengan agama sekalipun tidak punya ilmu tentang itu. Kebebasan ini bahkan dijamin undang-undang. Akhirnya, para penista agama berlindung di balik jargon kebebasan berpendapat.

Islam sendiri melarang untuk mengolok olok agama lain Allah SWT berfirman dalam QS. Al – An’am ayat 108 “Dan janganlah kamu memaki sesembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa dasar pengetahuan. Demikianlah, Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan tempat kembali mereka, lalu Dia akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan.” Maka salah juga ketika ada umat muslim yang mengolok – olok sesembahan agama lain yang tidak diperuntukkan untuk dakwah seperti untuk membangkitkan pemikiran atau diskusi untuk mencari kebenaran.

Peran Negara Hari Ini

Akibat dari adanya sekularisme dan ide kebebasan dalam demokrasi, alhasil memang peran negara hari ini hanyalah sebagai regulator. Memang benar ada hukuman yang dapat menjerat para penista agama, itupun hanya akan disanksi atau dihukum ketika ada yang menuntut. Sebab sudah menjadi rahasia umum, bahwa kasus penistaan agama hanya akan ditangani ketika kasusnya viral dan mendapat reaksi penolakan dari umat, sehingga bergerak untuk melaporkan. Sehingga tak akan ada penindakan selama tidak ada pelaporan sekalipun ia menistakan agama.

Kita ambil contoh pada kasus penistaan agama yang dilakukan mantan gubernur DKI Jakarta, yang setelah bebas dari penjara justru masih bisa menduduki posisi jabatan yang yang bisa dibilang tidak sembarang, yakni sebagai komisaris utama Pertamina. Atau konten masak babi campur kurma yang dilakukan oleh konten creator yang sampai sekarang masih eksis – eksis saja di media sosialnya.

Hal ini jelas tidak memberi efek jera, apalagi efek preventif. Paling – paling cuma dimintai maaf, didenda atau paling parah di penjara, namun karir yah tetap aman – aman saja. Bagaimana akhirnya bisa menjadi contoh bagi masyarakat? Bukannya takut untuk melakukan hal serupa yang ada malah jadi terinspirasi untuk ikut-ikutan. Jika demikian, wajar jika kontroversi ataupun kasus penistaan agama akan terus berulang dengan cara cara yang makin diluar nalar. Lalu, bagaimana agar kasus penistaan agama dan sejenisnya dapat disolusikan?

Islam Rahmatan Lil Alamiin

Islam bukan hanya sekedar agama ritual yang hanya mengatur hubungan pribadi dengan pencipta, tetapi juga mengatur hubungan pribadi dengan dirinya sendiri pun mengatur hubungannya dengan sesama manusia. Ia tidak hanya rahmat bagi muslimin saja tapi apabila diterapkan ia menjadi rahmat bagi seluruh alam baik itu muslim ataupun non muslim. Islam memiliki seperangkat peraturan yang mengatur seluruh kehidupan manusia, termasuk dalam bernegara, yang disebut dengan sistem kekhilafahan yakni sistem yang menerapkan syariat Islam.

Berbeda dengan sistem sekuler yang gagal dalam memberantas penistaan agama, sistem khilafah Islamiyah memiliki mekanisme untuk membela dan melindungi agama Islam. Dakwah dilakukan tidak hanya individu tapi juga negara, sehingga pensuasanaan aqidah terjaga dalam negara. Selain itu terdapat sanksi hukuman yang tegas bagi pelaku penistaan agama, dimana hukum ini bersifat khas yaitu sebagai jawabir dan zawajir. Jawabir ialah sebagai penebus dosa bagi pelaku, sehingga ketika ia muslim tidak dijatuhi lagi hukuman di akhirat karena sudah dijatuhi hukuman di dunia. Adapun zawajir ialah sebagai langkah preventif agar yang melihat takut untuk melakukan hal yang serupa.

Tidak hanya dalam negeri, Islam akan tegas kepada siapapun dan dimanapun, sekalipun penistaan agama yang dilakukan di luar negeri. Sebagaimana sejarah pun mencatat kisah pemerintahan Khalifah Abdul Hamid II (1876–1918) yang di masa beliau menjadi pemimpin Khilafah Utsmani di Turki yang berhasil mencegah tindak penistaan terhadap Nabi. Kala itu, Prancis pernah merancang drama teater yang diambil dari karya Voltaire (seorang pemikir Eropa) yang menghina Rasulullah Muhammad. Beliau pun mengirim ultimatum kepada perwakilan Turki di Paris agar membatalkan rencana tersebut. Namun, apabila tetap bersikeras menggelarnya, Prancis akan menerima akibat politik yang bakal dihadapinya. Prancis pun dengan serta merta membatalkannya.

Kumpulan teater tersebut, datang ke Inggris. Bermaksud menggelar drama serupa. Khalifah Abdul Hamid II langsung mengultimatum Kerajaan Inggris agar menghentikan pementasan drama tersebut. Khalifah menegaskan, “Saya akan mengeluarkan perintah kepada umat Islam dengan mengatakan bahwa Inggris sedang menyerang dan menghina Rasul kita! Saya akan mengobarkan jihad akbar!” Inggris pun membatalkan pementasan drama tersebut.

Beginilah ketegasan khalifah dalam khilafah Islamiyah, berwibawa dan tegas kepada yang melanggar syariat. Sekalipun ada kasus penistaan agama, tidak akan muncul berulang – ulang seperti hari ini bak mati satu tumbuh seribu.

Wallahu’alam Bishawab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 18

Comment here