Opini

Korupsi Kian Menggurita di Indonesia

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: A Tenri Sarwan, S.M.

Wacana-edukasi.com, OPINI– Kasus megakorupasi kian bertambah. Namun hukuman yang diharap mampu memberikan efek jera, justru yang ada hanya melahirkan bibit-bibit baru yang semakin menggurita.

Sebut saja kasus megakorupsi terbaru, Mohammad Riza Chalid terseret kasus korupsi tata kelola minyak mentah serta produk kilang Pertamina dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) 2018-2023 yang merugikan negara Rp 193,7 triliun. (Beritasatu.com, Rabu 26 Februari 2025)

Mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said menilai bahwa kasus korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina (Persero) merupakan praktik lama yang kembali muncul dengan melibatkan pelaku baru. (Kompas.com, Minggu 2 Maret 2025)

Ada apa gerangan, apakah hukum di negeri kian tumpul hingga kasus kejahatan luar biasa (extraordinary crime) yakni korupsi tak kunjung mereda malah kian menggurita?

— Gunung Es? —

Terungkapnya kasus megakorupsi bukanlah hal tabu, bahkan seiring berjalannya waktu kasus ini akan terus bertambah dan mungkin dengan jumlah kerugian yang semakin di luar nalar.

Semuanya adalah praktik lama, ibarat gunung es, yang tersembunyi justru jauh lebih banyak daripada yang nampak. Begitulah sistem ini dibentuk. Pribadi pejabat yang tak takut pada ancaman Sang Pencipta. Hingga sangat mudah bagi mereka melakukan tindak kecurangan. Didukung dengan peradilan yang tak mampu hadirkan efek jera. Seakan mereka turut mengamini perilaku korup para pejabat berdasi.

Lagi dan lagi rakyat yang harus jadi korban. Apakah negara sedang memelihara para koruptor? Bagaimana tidak, kian waktu kasus korupsi negeri kian menggurita dengan jumlah fantastis. Hingga kemunculan ‘Liga Korupsi Indonesia’ seakan negeri ini memang sedang memperebutkan piala bergilir.

Apalah daya ‘Liga Korupsi Indonesia’ memang akan muncul diselenggarakan oleh sistem kapitalis-sekuler. Maka, jangan heran jika kasus baru akan muncul kembali jika sistem kapitalis-sekuler masih bercokol.

Asas kapitalis-sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan membuat manusia memiliki hak penuh dalam mengatur kehidupan sosial lalu menihilkan peran Tuhan hanya pada ranah ibadah. Menjadikan kasus korupsi akan terus tumbuh subur sebab manusia dijadikan sebagai pembuat aturan sesuka hati. Tak kenal halal/haram yang ada adalah kepentingan dan kapital. Kasus korupsi mungkin mendapatkan tersangka dan terdakwa tapi tak mampu menghadirkan efek jera. Hingga tak lama kasus korupsi lain akan terungkap terus berulang sampai titik kehancuran sistemik dan lagi rakyat yang jadi korban.

Sampai kapan ummat mau berada dalam lingkaran rusak ini? Kasus korupsi yang kian menggurita ini, telah amat nyata di depan mata, apalagi yang ummat harapkan?

— Hanya Sistem Islam? —

Islam yang paripurna dan sempurna tentu memiliki solusi terbaik untuk ummat karena hadirnya dari Sang Pencipta. Rasulullah saw. bersabda, “Siapa saja yang kami beri tugas melakukan sesuatu pekerjaan dan kepada dia telah kami berikan rezeki (gaji) maka yang diambil oleh dia selain itu adalah kecurangan (ghulul).” (HR Abu Dawud). Juga dalam hadis, “Barang siapa berlaku ghulul maka ia akan membawa barang yang digelapkan atau dikorupsi itu pada hari kiamat.” (HR At-Tirmizi).

Di dalam Islam amat jelas bahwa korupsi adalah tindakan haram yang menyebabkan pelakunya berdosa. Hadirnya pemimpin, pejabat atau pegawai amanah tersebab ketundukan dan ketaatan kepada Rabb-Nya.

Tak akan didapati ‘Liga Klasemen Korupsi’ dalam sistem Islam tersebab orang-orang yang telah diberikan amanah mengurusi urusan ummat tahu betul bahwa semuanya akan dimintai pertanggungjawaban kelak. Mereka memahami bahwa hukum akhirat jauh lebih berat dari hukum dunia, hingga tak heran dimasa kepemimpinan Islam bahkan rakyat saja berani mengakui kesalahannya dan siap mendapatkan hukuman. Umar bin Abdul Aziz bahkan menangis saat mendapatkan amanah menjadi khalifah sebab sadar betul tanggung jawab yang dipikulnya adalah amanah besar dimana dia bertanggung jawab pada seluruh rakyatnya.

Teladan kepemimpinan Umar bin Khattab bahkan tak sudi menyalakan lampu diruang kerjanya saat anaknya datang bertamu karena tahu dia datang bukan dalam rangka membicarakan urusan ummat. Begitulah wajah penguasa didikan kepemimpinan Islam sangat hati-hati dalam menggunakan fasilitas negara.

Hari ini kita dapatkan sebaliknya, BBM yang merupakan hak rakyat, seharusnya dinikmati dengan mudah dan murah. Yang terjadi justru rakyat ditipu, sudahlah mahal, lalu dioplos pula, na’udzubillah. Inilah dampak penerapan sistem rusak dan merusak yang sudah terlalu sering menunjukkan kerusakannya.

Walhasil, sampai kapan ummat masih mau ditipu dengan harapan kosong? Bukankah tidak ada sistem terbaik selain berasal dari Sang Pencipta.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

اَفَحُكْمَ الْجَـاهِلِيَّةِ يَـبْغُوْنَ ۗ وَمَنْ اَحْسَنُ مِنَ اللّٰهِ حُكْمًا لِّـقَوْمٍ يُّوْقِنُوْنَ

“Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?”
(QS. Al-Ma’idah 5: Ayat 50). [WE/IK].

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 1

Comment here