Opini

Korupsi Meningkat, Namun Pemberantasan Korupsi Melemah

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Nunung Suryana

Wacana-edukasi.com– Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menjadi perhatian publik, pasalnya sebagai lembaga pengontrol yang didirikan tahun 2002 itu elektabilitasnya dinilai mengalami penurunan. Di mata sebagian pengamat politik hingga rakyat melihat kinerja KPK semakin jauh dari harapan. Korupsi semakin meningkat, kinerja semakin buruk. Menjadikan reputasi KPK sebagai lembaga pengawas menjadi anjlok di mata publik. Tidak salah banyak pihak mempertanyakan dimana tanggung jawab KPK sebagai lembaga pembongkar korupsi, sekaligus pelindung hak rakyat.

Dilansir dari Tempo.com, Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati menyebut merosotnya tingkat kepercayaan publik pada komisi pemberantasan korupsi (KPK) bukan hal yang mengejutkan lagi.

Ketua YLBHI itu mengatakan ini dibuktikan dengan rekam jejak KPK sejak Revisi UU KPK pada tahun 2019 menjadi awal mulanya kemunduran lembaga anti rasuah tersebut. Penyebab kemunduran kinerja KPK dilihat dari dua aspek yang sangat menonjol.
Pertama : kuantitas, dimana KPK sering melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) hingga jumlah penyelidikan yang tidak menemui akhir yang bagus.

Kedua : kualitas, merujuk pada masih adanya tersangka buron Harun Masiku. Hingga barang bukti dibawa lari, tak heran angka kepercayaan publik terus menurun.

Sejak didirikan KPK terus mengalami banyak perubahan mulai dari revisi UU pada tahun 2019, hingga ketua KPK yang sudah beberapa kali diganti. Demi meningkatkan kualitas dalam menjalankan tugas sebagai lembaga pengontrol dan pemberantas korupsi. Namun hal ini, ternyata masih saja belum cukup efektif untuk menjadikan KPK sebagai lembaga yang amanah. Hingga hari ini angka korupsi semakin meningkat.

Menurut hasil survei ICW, Pada tahun 2019 ada 271 kasus korupsi yang ditangani oleh kejaksaan Agung, kepolisian dan KPK dengan jumlah tersangka 580 orang, kerugian negara Rp8,4 triliun. Pada tahun 2020 kasus korupsi ada 1.298 terdakwa dengan kerugian negara Rp56,7 triliun.

Memasuki tahun 2021 semester satu saja negara sudah mengalami kerugian sebanyak Rp26,83 triliun. Dalam beberapa tahun terakhir, dari masa Joko Widodo memimpin, nilai kerugian negara selalu menunjukkan peningkatan yang drastis. Sedangkan angka penindakan kasus korupsi oleh KPK fluktuatif.

Melihat data-data angka korupsi dan kerugian negara. Menjadi sebuah bukti akan ketakutan para aktivitis pada tahun 2019, ketika ada rencana UU direvisi membuat lembaga antirasuah ini tidak bisa bergerak secara leluasa. Dengan hadirnya dewan pengawas, KPK kini dianggap menjadi
penyempitan ruang gerak KPK dalam memburu para koruptor di negeri ini.

Pembungkaman atas kebebasan suara rakyat dan para aktivis yang menolak akan adanya korupsi dinegeri ini oleh penguasa represif pun tidak kalah menghawatirkan.

Memasuki era Presiden Joko Widodo kasus korupsi semakin banyak dan bervariasi, mulai dari kasus yang ringan hingga yang berat sekali pun terus saja terjadi. Peningkatan kasus korupsi di Indonesia, tentu saja sangat memprihatinkan. Peran KPK sebagai ujung tombak pemberantasan korupsi, nyatanya jauh diharapkan. Imbasnya tiap tahun negara harus mengalami kerugian yang sangat fantastis.

Ironisnya peningakatan angka korupsi justru terjadi di saat masa-masa pandemi. Dimana rakyat sedang menghadapi kesulitan hidup akibat ganasnya wabah. Saat rakyat sedang tertatih berjuang untuk bertahan hidup di kondisi sulit. Pejabat malah berasik ria, mengumpulkan harta milik rakyat. Sedangkan lembaga pengawas KPK melakukan tarik-ulur dalam melakukan tugas. Padahal Indonesia sedang menghadapi gelombang pandemi yang belum reda, dan berakibat pada tidak stabilnya ekonomi. Namun hal itu, tentu tidak menyurutkan hasrat para pejabat untuk memperkaya diri dari hasil korupsi.

Berbanding terbalik dengan tingkat angka korupsi yang semakin tinggi, sedangkan kinerja KPK yang semakin menurun, menandakan adanya penyelewengan jabatan di tubuh lembaga antirasuah tersebut. Meski sudah berkali-kali menangkap pejabat negara, anggota DPR, menteri, kepala daerah, sampai petinggi PARPOL. Namun praktik korupsi kian tumbuh subur di negeri ini.

Padahal KPK menjadi satu-satunya tumpuan rakyat, kini harus dicoreng dengan kinerja KPK yang semakin tidak pro terhadap hak rakyat. Tidak salah kehadiran KPK sebagai lembaga pengawas di tubuh negara dianggap sebagai pajangan semata, dimana Independensi KPK pun kian diragukan. Begitulah lembaga dalam sistem demokrasi, lembaga yang sejatinya diamanahkan untuk melindungi hak rakyat, malah dijadikan sebagai alat politik yang berkedok pemberantas korupsi.

Selama sistem demokrasi masih diterapkan, maka Indonesia tidak akan terbebas dari korupsi, dan hanya akan melahirkan banyak para pejabat pemerintahan yang korupsi. Dimana segalanya dilihat dari untung-rugi semata.

Dalam negara Islam, hak-hak umat diperhatikan negara. Para pemimpin akan melindungi harta umat, agar tidak digunakan secara tidak adil. Negara akan menjamin keamanan harta umat dengan membangun sebuah lembaga yang disebut dengan Majelis Umat sebagai lembaga pengontrol. Majelis Umat yang dipilih dari rakyat dan anggotanya terdiri dari perwakilan umat Islam dan non muslim. Baik laki-laki maupun perempuan.

Anggota lembaga Majelis Umat inilah yang akan menyuarakan aspirasi umat. Baik saran maupun kritikan kepada segala kebijakan yang diambil pemimpin sebelum diterapkan ke umat. Anggota majelis umat juga berhak melaporkan kepada Khalifah tentang pejabat yang korupsi dan menyalahgunakan kekuasaan secara bebas tanpa dibayangi oleh ketakutan terhadap penguasa zalim. Itulah solusi yang Islam hadirkan untuk melindungi hak-hak umat dari kezaliman penguasa. Dengan begitu, hak umat akan aman dan terlindungi.

Wallahu’alam Bisshowab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 2

Comment here