Surat Pembaca

Korupsi: Problem Sistemik dengan Solusi Parsial

blank
Bagikan di media sosialmu

Wacana-edukasi.com — Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia (Menpan RB) Tjahjo Kumolo tak menampik masih mendapati PNS atau ASN yang terjerat korupsi. Tjahjo menyebut setiap bulan Kemenpan RB memecat tidak hormat para PNS korup. Bahkan setiap bulannya ada sekitar 20-30% PNS yang sudah memikiki kekuatan hukum tetap tetapi akhirnya terpaksa diberhentikan secara tidak terhormat (Merdeka.com, 18 April 2021).

Prosentase tersebut merupakan jumlah yang cukup tinggi, mengingat kasus korupsi bukan menjadi hal baru, tetapi justru sebaliknya. Seolah tiada kata jera bagi pelakunya.
Tahun periode kepemimpinan presiden terus berganti, disusul dengan kabinet yang juga sejalan mengalami perubahan. Akan tetapi, penanganan korupsi di negeri ini masih menjadi PR yang belum terselesaikan. Bahkan setiap tahunnya ada kasus baru yang melibatkan para ASN (Aparatur Sipil Negara) dan pejabat pemerintahan lainnya.

Kasus korupsi seolah sudah mendarah daging, menjadi hal yang lumrah, dan sudah menjadi rahasia umum. Tentu banyak alasan yang dijadikan tameng pelaku korupsi, di antaranya masalah kurangnya gaji yang diterima, adanya kesempatan, atau jalan mereka untuk masuk dalam kubangan tersebut. Hal ini tentu sangat jauh dari citra mereka di tengah masyarakat. Sosok yang seharusnya menjadi pelindung dan contoh teladan.

Hukuman bagi Pelaku Korupsi

Korupsi merupakan tindakan yang kejam, bahkan merupakan bentuk kezaliman. Sebab telah mengambil sesuatu yang dengannya merugikan orang lain. Jika dilakukan oleh para ASN atau pejabat pemerintahan, berarti tindakan tersebut telah merugikan rakyat. Sehingga pelaku seharusnya mendapatkan hukuman yang seberat-beratnya. Namun sayangnya, di sistem (kapitalis-sekuler) saat ini hukuman yang berlaku tak menjadikan mereka jera. Bahkan beberapa tahun silam pernah terbongkar adanya rutan khusus untuk pelaku korupsi, yang cukup nyaman dan berbanding terbalik dengan rutan (rumah tahanan) pada umumnya. Sehingga kita tidak bisa berharap banyak dengan sanksi yang mereka dapatkan.
Wajar jika angka pelaku korupsi kian hari semakin bertambah.

Islam sangat melarang segala bentuk kezaliman. Termasuk bentuk korupsi, atau memakan harta sesama dengan cara yang batil. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT,  “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (TQS. An- Nisa :29).

Ketika Allah menurunkan larangan ini, tentu juga sepaket dengan sanksi tegas yang diberlakukan. “Adapun orang laki-laki maupun perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) balasan atas perbuatan yang mereka lakukan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana.” (TQS. Al-Maidah: 38).

Hukuman tersebut tentu akan setimpal dan memberikan efek jera pada pelaku dan orang lain. Sehingga bisa dijadikan sebagai langkah pencegahan agar tidak terulang kasus yang sama. Aturan tersebut dapat dijalankan apabila Islam telah diterapkan secara sempurna dalam berbagai aspek kehidupan, karena kita ketahui di dalam Islam telah mengakui bahwa Allah sebagai pencipta dan juga sebagai pengatur dalam kehidupan kita ini.

Ida Purwati

 

Wallahu a’alam bishshawab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 5

Comment here