wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Komisi pemberantasan korupsi (KPK) mengatakan, pengelolaan lembaga pemasyarakatan (lapas) di Indonesia rawan terjadi tindak pidana korupsi. Juru bicara penindakan dan kelembagaan KPK, Ali Fikri mengatakan pihaknya menerima beberapa aduan dari masyarakat mengenai sejumlah modus korupsi di lapas. Modus itu antara lain, dugaan pungutan liar, suap-menyuap, penyalahgunaan wewenang hingga pengadaan barang dan jasa (www.nasional.kompas.com 09/05/2023).
Ali mengatakan, KPK juga telah menemukan sejumlah persoalan di dalam Lapas. Temuan ini mengacu pada hasil kajian Kedeputian Pencegahan dan Monitoring. Beberapa masalah itu antara lain, timbulnya kerugian negara karena masalah lapas yang kelebihan kapasitas (overload), mengistimewakan narapidana kasus korupsi di rutan atau lapas. Kemudian, mekanisme check and balance pejabat dan staf Unit Pelaksana Teknis di rutan atau lapas dalam memberikan remisi ke warga binaan pemasyarakatan; risiko menyalahgunakan kelemahan sistem data pemasyarakatan (SDP) hingga korupsi pada penyediaan bahan dan makanan.
Dugaan pungli Rp 4 miliar adalah bukti integritas lembaga dan pegawai KPK perlu untuk dipertanyakan. Orang-orang yang dipilih menjadi pegawai atau penyidik KPK mestinya memiliki integritas tinggi dalam memerangi korupsi. Ini karena merekalah tumpuan dan harapan bagi rakyat agar korupsi tidak terus menyubur di lembaga pemerintah.
Namun apa daya, sistem demokrasi sekuler bisa menggerus itu semua. Demi cuan, integritas tergadaikan. Demi uang, kejujuran dikorbankan. Demi nafsu kekuasaan, amanah pun bisa dikhianati.
Nyatanya, sistem pemerintahan demokrasi memang melahirkan pejabat korup di semua sisi, diakui maupun tidak. Dari korupsi kelas teri, seperti pungli, hingga kelas kakap, seperti suap miliaran. Di sisi lain, sistem sekularisme tidak membentuk ketakwaan yang menjadikan tiap individu mampu menjaga diri dari godaan harta dunia dan saling menasihati antar individu jika ada yang berbuat curang atau menipu rakyat. Yang terjadi, mereka justru melakukan korupsi berjamaah tanpa malu dengan perbuatan maksiatnya.
Islam memiliki mekanisme jitu dalam memberantas korupsi hingga ke akar-akarnya, yaitu peran negara, masyarakat, dan individu yang memiliki integritas dalam memberangus setiap kejahatan dan kemaksiatan, termasuk korupsi.
Sistem sanksi Islam ini memiliki dua fungsi, yaitu sebagai penebus dosa dan efek jera. Untuk kasus korupsi, sanksi yang berlaku adalah takzir, yakni sanksi yang khalifah berwenang untuk menetapkannya. Takzir bisa berupa hukuman penjara, pengasingan, diarak dengan disaksikan seluruh rakyat, hingga hukuman mati, tergantung level perbuatan korupsi serta kerugian yang ia timbulkan.
Inilah gambaran Islam yang mampu mewujudkan sistem anti korup, yaitu penerapan Islam kaffah dalam bingkai khilafah.
Oleh : Alfiyah (Pontianak, kalbar)
Views: 6
Comment here