Opini

Koruptor Menggurita, kok Bisa?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Siti Sapura, S.Pd. (Pemerhati kebijakan publik)

wacana-edukasi.com– Tikus-tikus tak pernah kenyang
Rakus- rakus bukan kepalang
Otak tikus memang bukan otak udang
Kucing datang tikus menghilang

Lirik lagu di atas sangat cocok untuk menggambarkan watak kotor yang dilakukan  oleh sejumlah pejabat di negeri ini. Mulai dari pejabat daerah, provinsi, maupun pejabat pusat, yang notabene  gaji, tunjangan plus biaya operasional dengan nilai yang sudah sangat fantastis. Namun, semua itu tidak membuat mereka puas, sehingga tak mengherankan jika sebagian dari mereka berani melakukan korupsi yang jelas- jelas akan merugikan negara dan berdampak terhadap diri mereka sendiri.

Sebut saja di tahun 2021, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menangani berbagai kasus korupsi yang dilakukan oleh para pejabat daerah, yang meliputi bupati dan gubenur. Diantaranya, kasus korupsi yang dilakukan oleh mantan Gubenur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah, beliau diduga menerima suap sebesar Rp 2 miliar dari kontraktor. Juga kasus korupsi yang dilakukan oleh mantan Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat, ia diduga  melakukan  pengisian jabatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Nganjuk serta kasus yang menjerat mantan Bupati Kuantan Singingi Andi Putra yang diduga telah melakukan korupsi perpanjangan izin Hak Guna Usaha (HGU) sawit (suara.com 25/12/21).

Menurut Ali Fikri, Plt Juru Bicara KPK tingkat korupsi negeri ini mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun 2020 lalu. Tercatat hingga 30 November lalu, KPK telah menerima aduan sebanyak 3.708 kasus. Untuk itu, Ali mengatakan bahwa KPK akan terus meningkatkan kinerjanya dalam  upaya pemberantasan korupsi baik dengan cara pencegahan, penindakan maupun edukasi (Liputan6.com, 20/12/21).

Faktor Suburnya Korupsi di Negeri Ini

Korupsi seakan bukanlah sesuatu yang tabu lagi di negeri ini, seolah sudah menjadi gaya hidup mulai dari level rendah hingga ke level tinggi.

Adapun salah satu faktor yang menyebabkan  terjadinya tindakan korupsi yakni karena terlalu rakus. Hal itu bisa kita lihat dari banyak kasus korupsi yang latar belakang pelaku bukanlah semata untuk memenuhi kebutuhan hidup tetapi terindikasi untuk memperkaya diri sendiri.

Sistem pendidikan juga sangat mempengaruhi tingginya kasus korupsi di negeri ini. Tidak jarang jika melihat pelaku korupsi itu adalah orang-orang hebat yang berpendidikan tinggi. Hal ini diakibatkan tidak adanya penanaman akidah dan pembentukan karakter mulai dari pendidikan tingkat dasar, sehingga tujuan pendidikan yang seharusnya melahirkan generasi yang taat kepada Allah berubah menjadi generasi yang bermoral rusak dengan menganut pemikiran sekuler kapitalis.

Ditambah lagi, mahalnya biaya politik yang harus dikeluarkan para calon  dalam sistem demokrasi yang lahir dari sistem sekuler kapitalis. Mereka harus mengeluarkan uang yang banyak untuk sebuah jabatan, maka untuk mengembalikan uang yang telah mereka keluarkan, praktek korup itupun sudah menjadi sebuah keharusan.

Pemimpin dalam Persepektif Islam

“Sesungguhnya kepemimpinan merupakan sebuah amanah, di mana kelak di hari kiamat akan mengakibatkan kerugian dan penyesalan. Kecuali mereka yang melaksanakannya dengan cara baik, serta dapat menjalankan amanahnya sebagai pemimpin. (HR Muslim).

Menjadi pemimpin bukanlah ajang menumpuk harta, namun ada amanah yang akan dipertanggung jawabkan, seperti dalam sebuah kisah Khalifah Umar Bin Abdul Aziz ketika diamanahi menjadi Khalifah beliau menggigil, karena sadar beratnya pertanggung jawaban di hadapan Allah.

Kehidupannya pun sangat sederhana, Khalifah tidak pernah membangun rumah dan menyediakan fasilitas pribadinya dengan uang negara, padahal sebagai seorang Kepala negara, ia memiliki hak untuk difasilitasi oleh negara.

Sebelum menjabat sebagai Khalifah, sejarah mencatat pendapatan pribadi pertahunnya berkisar 50.000 dinar, tetapi begitu ia terpilih menjadi khalifah, segera ia lelang semua kekayaannya dan ia serahkan ke Baitul Mal (Kas Negara) untuk kepentingan umat hingga pendapatan pribadinya (pertahun) merosot menjadi 200 Dinar. Bahkan ketika wafat ia hanya meninggalkan 17 Dinar saja.

*Sanksi Pelaku Korupsi Dalam Islam*

Korupsi merupakan sebuah tindakan kejahatan yang merugikan baik bagi negara maupun orang lain. Untuk itu
Islam memiliki sanksi  yang tegas bagi pelaku korupsi. Hukumannya termasuk kategori ta’zir yaitu hukuman yang jenis dan kadarnya ditentukan oleh hakim, tergantung berat ringannya kasus kejahatan yang dilakukan. Bentuknya bisa beragam mulai dari yang paling ringan, seperti nasihat atau teguran sampai yang paling tegas, yaitu hukuman mati.

Demikianlah Islam memandang terkait kasus korupsi. Tidakkah kita ingin negeri ini terbebas dari korupsi? Jika iya, maka kita harus  memperjuangkan kembali tegaknya penerapan syariah kaffah di negeri ini.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 17

Comment here