Tabligul Islam

KRI Nanggala-402: Lemahnya Alutsista NKRI, Islam Memberi Solusi

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Sumarni

(Aktivis Muslimah Baubau)

Wacana-edukasi.com — Semenjak berita karamnya KRI Nanggala-402 di Perairan Selat Bali dan menyebabkan gugurnya 53 awak kapal tinggal menyisakan kepedihan yang mendalam, terutama bagi keluarga yang ditinggalkan.

Lebih dari itu, tenggelamnya KRI Nanggala-402 menjadikan Tanah Air kembali berduka, sebab KRI Nanggala-402 merupakan alutsista atau alat utama sistem pertahanan yang dimiliki RI dalam mempertahankan keamanan Tanah Air sejak tahun 1981. Oleh karena kecanggihannya kapal ini dijuluki sebagai ‘Monster Bawah Laut’ (Kompas.com, 21/04/2021).

Bahkan berdasarkan data terbaru di tahun 2020 dikutip dari TribunManado.com Indonesia pernah menjadi negara dengan kekuatan militer terkuat nomor satu di Asia Tenggara dan peringkat 16 di dunia.

Sayang, kapal secanggih itu, kini tinggal kenangan. Hilangnya KRI Nanggala-402 menjadikan kelayakan alutsista yang dimiliki negeri ini menjadi sorotan. Bahkan mengisyaratkan betapa rapuh dan lemahnya sistem pertahanan saat ini. Lebih menyedihkan lagi, saat evakuasi (pengangkatan kapal selam yang karam) harus dilakukan oleh kapal selam milik Singapura. Sebab negeri ini belum memiliki kapal dengan teknologi yang canggih untuk mengevakuasi secara mandiri.

Pertahanan Negara Lemah

Sudah selayaknya, peristiwa ini menjadi pelajaran bagi bangsa kita untuk lebih memperhatikan kesediaan dan kelayakan alutsista yang dimiliki. Sebab menyangkut keamanan dan pertahanan negara. Pasca tenggelamnya Nanggala alutsista menjadi sorotan para pengamat militer.

Salah satunya pengamat Militer ISESS Khairul Fahmi menjelaskan urgensi penggantian alutsista RI yang perlu didorong, tetapi juga harus menjawab kebutuhan. Seperti kapal selam, Indonesia seharusnya memiliki 12 kapal selam. Saat ini Indonesia baru memiliki 4 kapal selam (setelah KRI Nanggala kecelakaan), tersisa tiga yang beroperasi karena KRI Cakra-401 dalam proses overhaul (CNBC, 26/04/2021).

Selain itu, pengamat Militer Connie Bakrie menambahkan, juga menekankan MRO kapal Indonesia harus diperhatikan. Selain lambatnya proses peremajaan dan modernisasi alutsista RI, juga usia kapal yang terbilang sudah tua (26/4/2021).

Demikian jelas apa yang diamati para pengamat militer, (yang paham betul tentang kondisi kelautan) di atas memang mengeluhkan buruknya alutsista negeri ini, ini pula menunjukkan sistem pertahanan bangsa ini lemah dan titik kelemahan bisa dibaca oleh negara lain. Sehingga bisa saja dengan mudah mereka melakukan pelayaran di perairan Indonesia secara diam-diam.

Hal tersebut wajar saja terjadi, sebab selama ini negeri kita tercinta mengadopsi sistem kapitalisme yang berpemahaman sekuler, belum menjadikan kebutuhan alutsista sebagai kebutuhan yang sangat vital dan perlu diperhatikan terhadap pertahanan negeri ini. Sehingga tenggelamnya KRI nanggala-402 mengingatkan publik bahwa Negeri Maritim yang luas ini, tidak serius dalam memprioritaskan alutsista dengan alasan anggaran terbatas.

Lebih dari itu, kesalahan prioritas, berdampak pada korban jiwa prajurit terlatih, diremehkan musuh, dan menjadikan negeri ini sebagai ajang rebutan bagi kepentingan negara-negara besar yang rakus.

Islam Memberi Solusi

Islam sebagai sebuah sistem yang menyelesaikan segala problematika, tentu memiliki seperangkat aturan yang lengkap dan komprehensif. Termasuk dalam sistem pertahanan dan keamanan negara. Islam sejak dahulu telah memiliki sistem pertahanan yang kokoh, sehingga musuh gentar berhadapan dengan pasukan kaum muslim.

Sebab Islam memberikan perhatian yang besar pada bidang militernya. Bahkan dalam militer Islam bukan hanya sekadar menjadi badan pertahanan, melainkan sebagai departemen pelaksana kewajiban dari Allah SWT, yaitu menyebarluaskan Islam ke seluruh dunia dengan dakwah dan jihad.

Sebab itu, Islam menyediakan departemen khusus yakni departemen kemiliteran, dengan prajurit yang andal dan dituntut menguasai persenjataan tercanggih dan terkuat. Maka kekuatan militer menjadi kekuatan terstruktur.

Pembangunan industri militer ini adalah sebuah kewajiban negara untuk menggetarkan musuh-musuh Islam. Sebab perhatian yang besar pada sistem pertahanan dan keamanan negara. Maka negara memfasilitasi pembiayaannya. Pembiayaan kemiliteran didanai oleh _baitul mal_ dari pos kepemilikan negara.

Namun, jika dana dari pos ini tidak mencukupi, maka khalifah (pemimpin negara) boleh mengambil dari dana pos kepemilikan umum. Jika masih tak mencukupi, negara boleh mengambil pajak dari warga negara hingga dana tersebut terpenuhi, pajak dihentikan. Penarikan pajak ini bersifat sementara saja.

Oleh karena itu, sejarah kemiliteran Islam menorehkan prestasi yang begitu luar biasa. Sebab negara berperan secara mutlak, sumber dana yang mencukupi dan semangat yang didorong oleh akidah Islam.

Maka tak heran pada masa Kekhalifahan Turki Utsmani penguasaan atas samudra dengan mudah dilakukan. Adalah Khairuddin Barbarossa dan saudaranya pejuang ksatria tangguh yang telah menaklukkan samudra dan lautan Istanbul, tentunya dengan didukung oleh kapal-kapal yang canggih. Mampu menggetarkan musuh-musuh Islam.

Demikian kisah heroik para pahlawan lautan dalam menjaga keamanan dan pertahanan di dalam Islam. Semuanya dengan mudah dijalankan sebab dorongan akidah dan keimanan pada pencipta lautan dan alam semesta. Sangat berbeda dengan kondisi saat ini, ketika negara kita mengadopsi sistem kapitalisme. Sistem pertahanan tidak menjadi prioritas utama. Alhasil hanya menyebabkan gugurnya prajurit-prajurit terlatih.

Wallahu a’lam bishshawab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 2

Comment here