Oleh: Aryndiah (Aktivis Muslimah)
wacana-edukasi.com, OPINI-– Kasus kriminalitas kian hari kian mengerikan, seperti kasus yang baru-baru ini terjadi, pada Jum’at, 3 Mei 2024 di Cimahi, seorang suami dengan tega menganiaya istrinya sebelum akhirnya dibunuh dan dimutilasi. Menurut Ketua RT setempat, sebelum dibunuh, pelaku dan korban terlibat cekcok, hingga akhirnya sang istri tewas, kemudian pelaku memutilasi tubuhnya dan menjajakan potongan tubuh korban kepada para warga. Kapolres Ciamis AKBP Akmal menyatakan, pihaknya masih mendalami motif pembunuhan yang dilakukan oleh pelaku, namun menurut saksi kunci, kemungkinan pembunuhan tersebut dilatarbelakangi persoalan ekonomi. (05/05/24, republika.co.id)
Kasus yang sama juga terjadi di Bali pada Jum’at, 3 Mei 2024, seorang Pekerja Seks Komersial (PSK) ditemukan tak bernyawa di sebuah koper. Diketahui pelaku pembunuhan adalah seorang pria yang memesan layanannya melalui aplikasi online. Menurut Kasi Humas Polresta Denpasar, AKP I Ketut Sukadi, motif pembunuhan dilatarbelakangi oleh ketidaksesuaian tarif layanan, yang awalnya 500 ribu, berubah menjadi 1 juta setelah menggunakan layanannya. Pelaku yang tidak terima, membuat korban mengancam akan mendatangkan pacarnya dan teman-temannya. Mendengar ancaman tersebut, pelaku emosi dan spontan menganiaya korban dengan menggorok lehernya menggunakan pisau dapur hingga tewas dan memasukkan tubuh korban ke dalam koper. (05/05/24, cnnindonesia.com)
Jika kasus di atas terjadi di lingkungan masyarakat, maka kasus yang sama juga kembali terjadi di lingkungan sekolah, seorang taruna di Kampus Sekolah TInggi Ilmu Pelayaran (STIP) Marunda di Jakarta Utara, dilaporkan meninggal dunia. Kematian korban membuat pihak keluarga curiga dan menuntut pihak kampus, karena ditemukan adanya dugaan kekerasan yang dialami korban yang melibatkan taruna senior tingkat dua di kampus tersebut. Menurut informasi yang diperoleh dari paman korban, Nyoman Budi Arto, korban dibawa ke toilet dan dihajar oleh seniornya. Kasus ini akan diselidiki lebih lanjut oleh Polres Jakarta Utara. (04/05/24, tirto.id)
Kasus kriminalitas yang kian kronis, harus menjadi perhatian setiap kalangan, mengingat nyawa manusia adalah anugerah berharga dari Sang Pencipta, namun bak jauh panggang dari api, nyawa manusia seolah tidak berharga lagi saat ini dan hanya dianggap sebagai angka semata, bahkan bagi beberapa orang, mereka merasa mempunyai hak untuk menghabisi nyawa manusia. Naudzubillah Min Dzalik.
Maraknya kasus kriminalitas menunjukkan bahwa ada yang salah pada sistem kehidupan kita, karena jika diamati lebih dalam, sistem hidup yang digunakan manusia saat ini adalah berbasis sekularisme dan liberalisme. Sistem ini mengharuskan adanya pemisahan agama dari kehidupan dan orientasi kebahagiaan terletak pada materi atau kepuasan jasmani semata. Hal ini sejalan dengan apa yang dialami oleh masyarakat sekuler saat ini, mereka rela melakukan apapun agar keinginannya tercapai, tidak peduli apakah perbuatannya benar atau salah menurut agama. Parahnya, ketika keinginannya tidak tercapai, mereka akan kehilangan kendali dan tidak mampu mengontrol emosinya, akibatnya perbuatannya akan merugikan orang lain atau dirinya sendiri.
Miris memang melihat kondisi masyarakat saat ini, banyak dari mereka yang mudah terpancing emosi dan tidak jarang tindakannya berujung fatal. Parahnya, kegagalan dalam pengendalian emosi juga dialami oleh kaum terpelajar, banyak dari mereka terlibat tindak kriminalitas. Jika hal ini terus terjadi, bahkan semakin memburuk, lantas bagaimanakah sistem pendidikan saat ini? Hingga banyak kasus kriminalitas terjadi di sekolah. Sekolah yang seharusnya menjadi tempat untuk membentuk kepribadian berbudi luhur pada siswa, nyatanya tidak mampu melakukan tugasnya.
Inilah akibat dari penerapan paham sekularisme dan liberalisme, sekolah pun tidak luput dari pengaruhnya. Siswa yang seharusnya sedang mempersiapkan masa depannya untuk menjadi pemimpin peradaban, nyatanya hanya difokuskan untuk mengejar materi semata yang berakibat lahirnya generasi tamak tanpa menyadari apakah perbuatannya benar atau salah, bahkan mereka dapat memaksakan kehendaknya agar keinginannya terpenuhi. Cara pandang seperti inilah yang mendorong manusia melakukan tindak kriminalitas dengan mudah.
Disamping itu, sistem hukum dan sanksi di negara ini juga lemah, banyak kasus kriminalitas terjadi, namun sanksi yang diberikan tidak memberikan efek jera pada para pelaku. Belum lagi, jika pelaku masih dibawah umur, mereka seolah mendapat perlindungan hukum, karena usia mereka masih dibawah 18 tahun, padahal jika mereka mampu melakukan tindakan keji, artinya mereka tahu apa yang dilakukannya dan paham akan konsekuensinya. Jika sistem sanksi masih lemah, maka kejahatan yang sama akan terus berulang, bahkan dengan cara-cara yang lebih keji.
Berbeda dengan sekularisme liberalisme, Islam menetapkan tujuan hidup manusia adalah untuk taat kepada Allah SWT dan terikat dengan aturan-Nya. Ketakwaannya kepada Sang Khaliq inilah yang akan menuntun manusia kejalan yang benar. Mereka akan berpikir berulang kali ketika hendak bertindak, karena mereka paham akan konsekuensi yang akan diterimanya baik di dunia atau ketika dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT di Hari Penghakiman kelak. Cara pandang seperti inilah yang akan membantu manusia dalam mengontrol emosinya, sehingga tidak mudah terjerumus ke jurang kemaksiatan, sekalipun keinginannya belum terwujud.
Disamping itu, untuk mencegah lahirnya generasi-generasi keji, Islam mewajibkan setiap warga negaranya mengenyam bangku pendidikan yang berbasis pada akidah Islam. Sistem pendidikan seperti ini, akan membentuk kepribadian Islam dalam diri setiap siswa, yaitu pola pikir Islam dan pola sikap Islam. Akidah ini akan membuat siswa mampu membedakan perbuatan baik dan buruk. Dengan demikian, lahirlah generasi dengan pribadi mulia yang taat kepada Allah SWT dan senantiasa menggunakan ilmunya untuk hal yang bermanfaat yaitu, memelihara agama (Islam) dan kemajuan peradaban, bukan hanya mengejar materi semata.
Di lain sisi, untuk mencegah merajalelanya tindak kejahatan, Islam memiliki sistem sanksi yang tegas dan menjerakan. Aturan Islam telah menjelaskan bahwa setiap tindak kejahatan akan dimintai sanksi di dunia dan sanksi di akhirat kelak. Oleh karena itu, sanksi-sanksi dalam Islam berfungsi berfungsi sebagai pencegah (zawajir) dan penebus (jawabir).
Demikianlah, hanya Islam saja yang mampu memberi solusi komprehensif atas kriminalitas yang merajalela saat ini. Namun, perlu diingat bahwa penerapan aturan Islam dalam kehidupan hanya akan terwujud oleh negara, karena negara memiliki wewenang penuh dalam mengatur warga negara dan menerapkan suatu hukum di wilayahnya.
Views: 29
Comment here