Oleh Ilma Mahali Asuyuti
Wacana-edukasi.com, OPINI-– Krisis identitas muslim adalah keadaan di mana individu muslim mengalami kebingungan dan ketidakpastian dalam memahami serta menerima identitas mereka sebagai seorang muslim. Krisis identitas ini membuat seseorang tidak yakin dengan dirinya atau jati dirinya karena diakibatkan oleh banyak faktor di sekelilingnya yang memengaruhi mindsetnya.
Faktor-faktor tersebut antara lain, banyaknya budaya asing yang masuk ke pikiran atau kehidupan seseorang, bebasnya aktivitas di media sosial, circle pertemanan, lingkungan di sekitarnya, dan lain-lain. Seperti pada kasus Camillia Laetitia Azzahra, putri dari Mantan Gubernur Jawa Barat, M. Ridwan Kamil.
Camillia mengunggah sebuah postingan di akun Instagramnya bahwa dia memutuskan untuk membuka hijabnya dengan alasan sedang mencari jati diri.
“Hai semuanya, setelah banyak pertimbangan dan diskusi yang amat sangat panjang dengan keluarga aku, aku memutuskan untuk melepas kerudungku. Karena bagi aku, secara personal, seorang muslim yang baik adalah mereka yang melakukan syari’at ajaran agama dari hati. Bukan soal penampilan tapi soal hati yang bersih,” tulisnya.
Keputusan tersebut memicu berbagai respon dari setiap masyarakat, sebagian menyayangkan dan mengkritiknya karena dianggap telah meninggalkan nilai-nilai agamanya (Islam). Sedangkan sebagian yang lain mendukung keputusannya karena dianggap sebagai kebebasan berekspresi.
Hal tersebut memberikan gambaran bahwa seorang muslim, khususnya muslim Indonesia, ternyata telah kehilangan identitas mereka sebagai seorang muslim. Mereka seolah ragu dengan identitas dan nilai-nilai agama mereka sendiri. Apalagi dengan adanya Sekularisme-Liberalisme hari ini, yaitu memisahkan aturan agama dari kehidupan dan menjalani hidup dengan segala kebebasannya.
Pengaruh lainnya yang menyebabkan krisis identitas adalah dipengaruhi oleh sosial media. Kehidupan saat ini, khususnya Gen-Z, kebanyakan dihabiskan untuk menjelajahi sosial media, mulai dari banyaknya konten-konten yang menayangkan berpacaran, scrolling online shop yang membuat gaya hidup semakin hedonis (bermewah-mewah), konten buka tutup aurat, dan masih banyak lagi yang menyebabkan hilangnya nilai-nilai agama, karena tidak bisa mengontrol diri dengan selalu mengikuti hawa nafsu sesaat.
Dengan banyaknya trend di media sosial, membuat banyak orang menjadi FOMO (Fear of Missing Out), dengan kata lain, takut ketinggalan trend saat ini. Alhasil segala upaya mereka lakukan agar diterima dan diakui oleh lingkungan dan teman mereka.
Ketika mereka tidak bisa memenuhi atau mengikuti trend tersebut, maka terjadilah apa yang menurut sudut pandang psikologis sesuatu yang akan berdampak buruk pada mental health, karena mereka akan merasa cemas dan khawatir terhadap pandangan orang lain. Maka terjadilah stress.
Selain itu, pengaruh yang lain adalah dari lingkungan dan circle pertemanan. Seperti kasus Camillia ini, dia saat ini sedang menempuh pendidikan di Inggris, di mana budaya dan kebiasaannya berbanding jauh dengan budaya dan kebiasaan lokal di Indonesia. Alhasil pengaruh yang ia dapatkan lebih besar, apalagi Inggris merupakan salah satu Negara penganut Sekuler-Liberalisme.
Dari sini, hilanglah identitas mereka karena besarnya pengaruh yang terjadi dari lingkungannya sampai-sampai hilangnya nilai agama dari pemikiran mereka. Mereka bahkan memandang bahwa agama tidak usah lagi ikut campur dalam urusan kehidupan mereka.
Itulah akibat dari penerapan Sekularisme-Liberalisme, membuat seseorang tidak lagi yakin dengan nilai dan ajaran agama, bahkan malah terkungkung dalam kebebasan.
Dalam Islam, hijab merupakan identitas dan jati diri seorang muslimah. Bukan hanya sekedar penutup kepala, bukan juga sebagai fashion atau style. Lebih daripada itu, hijab adalah kewajiban agama yang tak terbantahkan, bagian dari keimanan dan kepatuhan seorang muslimah.
Hijab ini salah satu bentuk iman dan taqwa seseorang terhadap Rabb-nya, Allah SWT, dan bentuk patuh pada ajaran Islam. Juga iman atau percaya bahwa Allah memerintahkan itu untuk kebaikan setiap manusia, khususnya muslim. Menjaga martabat perempuan dan melindungi mereka. Hijab juga salah satu cara untuk menjaga kesopanan dan alat untuk memerdekakan diri.
Untuk menjaga keimanan ini, maka Khilafah sebagai sistem pemerintahan yang berlandaskan pada aqidah Islam merupakan benteng perlindungan bagi kaum muslimin khususnya muslimah, agar dapat menjaga pemikiran dan pemahaman mereka sejalan dengan Al Qur’an dan As Sunnah.
Kewajiban hijab ini telah Allah perintahkan di dalam Al Qur’an surat An Nur ayat 31 dan Al Ahzab ayat 59:
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, . . .”
(QS An Nur : 31)
“Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang-orang mukmin : “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(QS Al Ahzab : 59)
Jadi, hijab tidak hanya sekedar simbol penutup aurat fisik, tetapi juga melambangkan kesungguhan dalam menjaga kesucian dan kehormatan diri sebagai individu beriman. Juga merupakan suatu komitmen untuk mempertahankan nilai-nilai agama dan menjaga kehormatan dirinya.
Dengan demikian, Khilafah akan memberikan perlindungan terhadap muslimah dari tekanan dan pengaruh negatif dari sekelilingnya yang dapat memengaruhi keputusan mereka dalam masalah berhijab. Khilafah juga berperan sebagai wadah yang menegakkan nilai-nilai keIslaman dan memberikan dukungan bagi muslimah dalam menjaga hijab syar’i mereka.
Wallahu’alam bisshawab
Views: 194
Comment here