Opini

Kuota Haji Dikorupsi?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Sumariya

wacana-edukasi.com, OPINI-– Beberapa waktu lalu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerima laporan pengaduan tentang dugaan korupsi kuota haji 2024. Setidaknya terdapat lima laporan yang masuk ke KPK, diantaranya:

Laporan pertama, diterima KPK dari Gerakan Aktivis Mahasiswa UBK Bersatu (GAMBU) pada Rabu, 31 Juli 2024. Mereka mendesak KPK memeriksa Menteri Agama Yaqut Cholil dan Wakilnya Saiful Rahmat Dasuki.

Laporan kedua, dilayangkan oleh Front Pemuda Anti-Korupsi pada Kamis, 1 Agustus 2024. Mereka menyebut ada kejanggalan dalam pengalihan kuota haji secara sepihak oleh Kemenag RI.

Laporan ketiga, datang dari mahasiswa STMIK Jayakarta. Mereka membuat laporan pengaduan ke KPK pada Jumat, 2 Agustus 2024.

Laporan keempat, dilayangkan oleh Aliansi Mahasiswa dan Pemuda untuk Keadilan Rakyat (AMALAN Rakyat) pada Senin, 5 Agustus 2024.

Laporan kelima, dilayangkan oleh kelompok masyarakat yang tergabung dalam Jaringan Perempuan Indonesia (JPI) kepada KPK pada Selasa, 6 Agustus 2024.

Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto, mengatakan pihaknya pasti menelaah laporan apabila sudah dimasukkan ke bagian Pengaduan Masyarakat (Dumas) KPK, (CNNIndonesia.com, 7/8/2024).

Persoalan korupsi di negeri ini memang tiada habisnya. Meski belum terbukti, dugaan penyalahgunaan dana haji oleh Kementerian Agama tetap menjadi perhatian besar. Pasalnya, Kementerian inilah yang bertanggung jawab atas dana haji yang cukup besar milik rakyat yang sudah mendaftarkan diri berhaji. Di satu sisi, rakyat diminta mempercayakan uang puluhan juta milik mereka kepada kementerian agama. Di sisi lain, rakyat khawatir uang mereka di salah gunakan mengingat korupsi sudah merajalela di kalangan elit politik, sementara menyetor sejumlah uang adalah persyaratan pendaftaran haji.

Sangat jelas terlihat, bahwa sistem kapitalisme telah menghadirkan persoalan haji yang cukup rumit di negeri mayoritas muslim ini. Pasalnya, sistem kapitalisme yang berorientasi materi atau keuntungan memandang haji sebagai persoalan ekonomi bukan ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Alhasil, negara yang seharusnya hadir sebagai pihak yang menjamin terpenuhinya hak-hak yang terkait pelaksanaan haji, berujung pada persoalan.

Korupsi dana haji hanya merupakan salah satu persoalan yang cukup membuat rakyat sakit hati dan terzalimi. Pasalnya, mahalnya biaya haji, antrian haji yang panjang, pelayanan yang tidak maksimal, juga menjadi isu tahunan saat musim haji. Hal ini sekaligus membuktikan bahwa negara tidak lebih sekedar regulator bagi rakyat bukan pelayan. Mirisnya, negara menjadi objek ekonomi untuk meraih keuntungan materi, bahkan untuk kepentingan segelintir orang. Negara juga terbukti gagal mengusut dan memberantas korupsi di negeri dengan terus bermunculannya dugaan korupsi di lembaga pemerintahan, sebagaimana dugaan korupsi dana haji. Ini semua merupakan hasil tata kelola kapitalisme dalam mengurusi urusan rakyatnya. Sistem ini telah nyata hanya mementingkan kepentingan pemilik modal atau konglomerat.

Sangat berbeda dengan pengelolaan haji di bawah penerapan sistem Islam Kaffah, Khilafah Islamiyah. Islam memiliki pandangan khas terkait kepemimpinan. Kepemimpinan dalam Islam tegak di atas landasan aqidah Islam, yaitu adanya unsur pertanggungjawaban seorang pemimpin, bukan hanya kepada rakyatnya tetapi juga kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala pencipta manusia. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah mencontohkan sekaligus memerintahkan pemimpin atau penguasa dalam Islam, mengemban amanah ri’ayah (mengurus) dan junnah (menjaga) umat.

Haram hukumnya bagi negara menjadikan urusan pelayanan dan penjagaan umat sebagai objek bisnis atau ekonomi, sebagaimana dalam sistem kapitalisme. Haji adalah bagian dari kewajiban umat Islam bagi yang mampu, sehingga sebagai pengurus umat Khilafah wajib memudahkan pelaksanaan haji dan pelayanannya bagi masyarakat.

Negara tidak boleh menjadikan pengurusan haji sebagai sumber pemasukan negara. Biaya yang dikeluarkan rakyat benar-benar hanya diperuntukkan operasional pelaksanaan ibadah haji. Dengan dorongan rukhiyah pejabat negara Khilafah merupakan pejabat yang amanah dan takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala sehingga jangankan korupsi, mengambil keuntungan sedikitpun dari pengurusan haji tidak akan dilakukan. Kalau pun ada pejabat yang berani melakukan hal tersebut, negara Khilafah menyiapkan sanksi tegas dan menjerakan berdasarkan syariat Islam. Apalagi haji merupakan bagian dari syiar Islam sehingga negara akan memaksimalkan pelayanannya.

Negara Khilafah membentuk Departemen khusus yang mengurus haji dan umroh dari pusat, hingga ke daerah. Tugasnya mengurusi terkait dengan persiapan, bimbingan, pelaksanaan, hingga pemulangan ke daerah asal. Departemen kesehatan dan perhubungan yang berada di bawah Departemen kemaslahatan umat akan dikerahkan untuk mendukung pelaksanaan haji setiap tahunnya.

Sebagai contoh, pada masa Sultan Abdul Hamid II, Khilafah saat itu membangun sarana transportasi massal dari Istanbul, Damaskus, hingga Madinah untuk mengantarkan jamaah haji. Jauh sebelum Khilafah Utsmaniyah, Harun ar-Rasyid, Khalifah Abbasiyah, sudah membangun jalur haji dari Irak hingga Hijaz Mekkah ke Madinah. Pos pelayanan umum yang menyediakan logistik, termasuk dana zakat bagi yang kehabisan bekal dibangun di masing-masing titik jalur haji. Semua itu dilakukan negara sebagai bagian dari melayani rakyat, bukan mencari keuntungan. Semua ini, menjadi gambaran betapa khalifah-khalifah di masa kekhilafahan berbondong-bondong mengambil peran dalam memudahkan masyarakat melaksanakan ibadah yang berhubungan langsung dengan pencipta ini bukan malah mengambil celah melakukan kecurangan.

Selain itu, Islam memiliki sistem pendidikan berkualitas yang akan mencetak individu-individu hingga pejabat-pejabat berkepribadian Islam, sehingga hal ini akan mencegah lahirnya manusia-manusia berjiwa koruptor. Apalagi suasana yang dibangun di lingkungan masyarakat dan pemerintahan adalah suasana berlomba-lomba dalam beramal saleh, sehingga secara otomatis akan mengontrol tingkah laku individu masyarakat.

Demikianlah pelaksanaan ibadah haji dalam Khilafah akan berjalan optimal dengan pengelolaannya yang bersumber dari syariat Islam dan di tangan pejabat yang amanah dan bertakwa.

Wallahu a’lam bishshawab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 7

Comment here