Opini

Kurikulum Industri Mencetak Generasi Bermental Materi

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Retno Purwaningtias, S.IP

(Aktivis Muslimah)

“Siapa saja yang menginginkan dunia, maka hendaklah menguasai ilmu. Siapa saja yang menginginkan akhirat, hendaklah menguasai ilmu. Dan siapa saja yang menginginkan keduanya (dunia dan akhirat), hendaklah juga menguasai ilmu.”

(HR. Ahmad)

Wacana-edukasi.com — Hadist di atas menjelaskan pentingnya ilmu bagi siapa saja yang menginginkan kehidupan dunia dan akhirat. Oleh sebab itu, Islam mewajibkan umatnya untuk menuntut ilmu dengan mengenyam pendidikan. Namun di kehidupan hari ini yang semakin kapitalis, dunia pendidikan kian mengarah pada nilai materi. Pendidikan dijadikan sebagai mesin penggerak industrialisasi negara untuk menghasilkan lulusan yang siap bekerja.

Fenomena ini menunjukkan bahwa hari ini tujuan utama dalam pendidikan telah menyimpang jauh. Negaralah yang memiliki andil paling besar dalam penyelenggaraan sistem pendidikan yang berorientasi materi.

Mengutip dari kompas.com, (27/07/2021), Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa perguruan tinggi dan pelaku industri perlu berkolaborasi untuk mendidik mahasiswa. Menyesuaikan dengan kurikulum pendidikan hari ini yang berbasis industri, Presiden mengajak pelaku industri untuk mendidik para mahasiswa agar mereka memiliki pengalaman yang nantinya setelah lulus, mereka akan memenuhi kualifikasi yang dibutuhkan dunia kerja dan mampu bersaing di pasar kerja yang semakin terbuka di era globalisasi.

Apabila tak mampu diserap pasar kerja, mereka akan menjadi industriawan yang bisa menciptakan lapangan kerja sehingga dapat meningkatkan status sosialnya sekaligus menjadikan UMKM Indonesia juga naik kelas bersama-sama (okezone.com, 27/07/2021)

Mahalnya ongkos menuntut ilmu di sistem kapitalisme hari ini menjadikan ilmu selalu dihargai dengan materi. Jenjang pendidikan yang semakin tinggi, biaya untuk bisa mengaksesnya pun akan semakin tinggi pula. Banyak orang tua tak ingin rugi karena telah menghabiskan banyak biaya untuk pendidikan anaknya. Maka, tak heran jika semangat mengembalikan modal yang pernah dikeluarkan semasa belajar dengan bisa bekerja menjadi motivasi tersendiri.

Para orang tua berlomba menyekolahkan anak-anaknya dengan tujuan utamanya adalah materi, yaitu untuk mendapatkan pekerjaan. Sehingga, yang dibangun dalam benak anak-anak mereka adalah belajar bukan lagi untuk menuntut ilmu agar menjadi manusia yang cerdas dan bermanfaat untuk umat, melainkan untuk mendapatkan ijazah sehingga setelah lulus bisa langsung mendapat pekerjaan. Inilah pola pikir menyesatkan yang dihasilkan akibat mengadopsi sistem kapitalisme.

Selain itu, tidak ada kurikulum yang pakem untuk bisa diterapkan di sistem ini. Tidak ada kurikulum yang berlaku selamanya karena selalu menyesuaikan dengan kepentingan para elitis. Seperti halnya hari ini di mana pendidikan dituntut untuk menghasilkan lulusan yang
berkualitas dengan program yang sesuai dengan tuntutan dunia kerja, sehingga bisa mencetak buruh-buruh industri yang dipekerjakan untuk para borjuis.

Maka pemerintah pun melakukan perubahan kurikulum menjadi kurikulum berbasis industri karena melihat angka pengangguran lulusan perguruan tinggi yang semakin meningkat sebab mereka tak mampu memenuhi kualifikasi yang dibutuhkan industri global. Akhirnya kurikulum pun diubah demi mengikuti arus globalisasi. Kita bisa melihat bahwa perubahan kurikulum ini tentu saja ini bukan untuk kepentingan pendidikan generasi, melainkan untuk memenuhi kebutuhan kapitalis mencari buruh korporasi.

Padahal, mengubah kurikulum pendidikan menjadi kurikulum berbasis industri adalah solusi parsial untuk mengatasi masalah ketenagakerjaan di negeri ini. Karena masalah pengangguran adalah masalah yang bersifat sistemik, tidak akan pernah bisa selesai selama masih menerapkan sistem yang rusak. Masalah hanya akan bisa selesai bila sistem yang rusak ini diganti dengan sistem sahih yang berasal dari Sang Pencipta, yaitu Islam.

Dalam sistem Islam, pendidikan tidak hanya dipandang sebagai perkara penting, tetapi Islam telah menjadikan pendidikan sebagai salah satu kebutuhan dasar masyarakat. Maka dari itu, akses pendidikan dalam sistem Islam akan didapatkan masyarakat dengan biaya yang sangat murah, atau bahkan gratis.

Meskipun murah atau gratis, mutu pendidikan juga akan diperhatikan oleh pemerintah karena negara mempunyai sumber pendapatan yang sangat besar dari kekayaan milik negara. Hasil kelola dari kekayaan negara akan didistribusikan kembali kepada rakyat melalui pembiayaan pendidikan, kesehatan dan layanan publik yang lain. Dengan cara yang sama, negara juga akan membangun infrastruktur pendidikan serta sarana dan prasarana yang lebih memadai, serta mampu memberikan gaji dan penghargaan yang tinggi kepada ulama atas jasa dan karya mereka.

Demikian juga masalah ketenagakerjaan. Negara tidak akan menyuruh masyarakatnya untuk berjuang sendiri agar bisa mendapatkan pekerjaan karena hal itu adalah tugas negara. Dalam daulah Islam, lapangan pekerjaan akan disediakan oleh negara sehingga setiap orang akan mudah mendapatkan pekerjaan. Artinya, tidak akan ditemukan para pencari kerja yang mengular seperti pemandangan yang kerap ditemukan hari ini.

Semua masyarakat disegala aspek kehidupan akan sejahtera karena negara menjalankan perannya dengan baik sesuai dengan aturan-aturan Allah. Ini karena seorang penguasa dalam sistem Islam adalah pengayom yang memiliki kewajiban untuk mengurusi rakyatnya, termasuk masalah pendidikan dan lapangan pekerjaan. Mereka hanya tunduk pada hukum syara‘ dan hanya takut pada pertanggungjawaban atas kepemimpinan mereka di hadapan Allah di akhirat kelak. Rasulullah Saw., bersabda:

“Seorang Imam (pemimpin) adalah pemelihara dan pengatur urusan (rakyat), karena itu ia akan diminta pertanggungjawabannya atas urusan rakyatnya” (HR. al-Bukhari dan Muslim).

Selanjutnya mengenai kurikulum pendidikan. Dalam sistem Islam, kurikulum akan merujuk pada kurikulum berbasis akidah Islam. Kurikulum pendidikan dalam sistem Islam tidak akan pernah merujuk pada mainstreaming arus global, melainkan akan selalu merujuk pada wahyu Allah, sehingga kurikulum dalam pendidikan Islam tidak akan pernah berubah-ubah. Tujuannya adalah untuk menghasilkan generasi yang memiliki kepribadian Islam, yakni pola pikir dan pola sikap Islam.

Tak akan pernah diragukan lagi bahwa output pendidikan Islam akan menghasilkan generasi yang jauh dari persaingan duniawi dan individualisme karena orientasi mereka adalah kemaslahatan umat dan memberikan kebaikan bagi dunia. Para generasi dicetak menjadi generasi yang memiliki kepribadian Islam sekaligus menguasai kompetensi yang dibutuhkan dalam berbagai aspek kehidupan. Karena Islam akan selalu memadukan orientasi dunia dan akhirat menjadi satu kesatuan.

Mereka akan ditempa menjadi lulusan yang bermental pemimpin peradaban yang akan menerangi kegelapan dunia dengan cahaya Islam yang rahmatan lil ‘alamin. Hal ini pernah dibuktikan dengan lahirnya ilmuwan-ilmuwan muslim yang tak hanya pandai ilmu saintek namun juga cakap dalam ilmu agama di masa kejayaan Islam saat Islam dijadikan sistem yang mengatur kehidupan manusia.

Demikianlah saat pendidikan diterapkan di bawah sistem Islam. Sangat berbeda bila diterapkan dalam sistem sekuler yang rusak dan penuh dengan masalah.

Wallahu’alam Bishowwab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 7

Comment here