Opini

Lagi-lagi Kebocoran Data, di Mana Keamanan Data Warga?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Azizah S.Pd (Pengamat Kebijakan Publik)

wacana-edukasi.com, OPINI–Teguh Aprianto menyatakan bahwa 34 juta data paspor WNI diperjualbelikan di dunia maya. Hal itu dia sampaikan dalam cuitannya di media sosial Twitter. “Data yang dipastikan bocor di antaranya nomor paspor, tanggal berlaku paspor, nama lengkap, tanggal lahir jenis kelamin dan lain-lain”, tuturnya.

Dari pihak Ditjen Imigrasi kemudian menindaklanjuti kasus ini. Ditjen tengah bekerja sama dengan Kementerian Kominfo dan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) dalam rangka menelusuri dugaan kebocoran data tersebut. Pihak BSSN juga membenarkan telah menindaklanjuti temuan tersebut. Ariandi Putra sebagai Juru Bicara BSSN mengaku, BSSN tengah melakukan asistensi dan investigasi tentang isu tersebut. BSSN telah melakukan koordinasi dengan tim Pusat Data Nasional (PDN) Kemenkominfo, Direktorat LAIP Kemenkominfo, CSIRT Kemenkumham, Pusdatin Kemenkumham dan Ditjen Imigrasi (tirto.id, 8/7/2023).

Alfons Tanujaya sebagai pakar keamanan siber menilai kebocoran data berulang yang terjadi di aplikasi dan laman pemerintah menunjukkan tidak adanya prosedur pengamanan data yang baik. Menurutnya, hal ini bisa dicegah jika pemerintah menerapkan standar internasional ISO 27001 dan 27701 sebagai kerangka atau pedoman dalam perlindungan data pribadi. Beliau menyatakan bahwa pemerintah saat ini kalah dari swasta dalam hal pengamanan data. Badan swasta lebih cekatan dalam melakukan evaluasi setelah mengalami kebocoran. Apabila ini terus terjadi maka yang menjadi korbannya adalah masyarakat.

Berdasarkan jumlah Penyelenggara Sistem Elektronik yang ditangani sebanyak 65 PSE Privat dan 33 PSE Publik terhitung sejak tahun 2019 hingga 2023 Kemenkominfo telah menemukan 98 kasus dugaan pelanggaran perlindungan data pribadi yang terkait kebocoran data pribadi dan pelanggaran lainnya.

Negara Kurang Serius

Jika kebocoran data sering terjadi bahkan berulang kali, maka bisa dikatakan dunia siber Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Wajar jika kritik terhadap pemerintah terus mengemuka karena kinerja Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) dan Kemenkominfo seolah mandul. Perannya tampak minimalis untuk melakukan pencegahan dari serangan peretas. Imbasnya, rakyat adalah pihak yang paling dirugikan.

Hal ini harusnya bisa diantisipasi karena rentannya dunia siber seiring perkembangan informasi dan teknologi. Namun, nampak kurang perhatian negara dalam melakukan pengamanan dan pencegahan kebocoran data. Ibarat kantong bocor, mau diisi data berapa pun selalu bocor.

Harusnya negara belajar dari satu kesalahan kebocoran data, bukan sebaliknya. Data bocor lalu kecolongan terjadi berkali-kali. Mana mungkin sebuah negara yang memiliki dana besar , sistem yang saling terhubung, serta infrastruktur digital yang mumpuni, kalah oleh perilaku dan “keusilan” seorang peretas?.
Ini menunjukkan negara tidak berdaya melawan individu. Agak menggelikan, jika satu negara dibuat pusing oleh seorang peretas data.

Di era digitalisasi saat ini, kerentanan dunia siber bisa dimanfaatkan oleh orang-orang yang memiliki modal besar untuk memperjualbelikan data sesuai kepentingan mereka. Oleh karena itu, negara seharusnya memiliki _political will_ sebagai negara yang memiliki potensi SDM dengan dana besar yang bersumber dari kekayaan alam negeri ini. Sayangnya, ini sulit terwujud jika negara tidak memiliki visi besar sebagai negara adidaya yang kuat, mandiri, dan berdikari.

Butuh Negara Yang Bervisi Besar

Negara bertanggung jawab melindungi dan menjaga data pribadi warga negaranya . Negara harus memastikan jaminan keamanan data agar tidak disalahgunakan untuk kepentingan politik pihak tertentu. Selain itu, kewajiban negara adalah melindungi privasi warga negara.
Fungsi negara salah satunya ialah memberikan kenyamanan, perlindungan, dan keamanan bagi setiap warganya. Pada masa keterbukaan informasi saat ini, kejahatan di dunia maya pasti terjadi, salah satunya ialah peretasan data warga. Oleh karena itu, sudah menjadi hal yang wajib negara melaksanakan tugasnya dengan baik untuk menjaga rakyatnya.

Islam sebagai sistem paripurna akan mengemban tugas tersebut secara serius dan amanah. Kepentingan dan kemaslahatan rakyat menjadi prioritas negara dalam melakukan pelayanan dan tanggung jawabnya. Islam akan mengerahkan segala potensi yang ada untuk mewujudkan negara kuat dengan teknologi hebat. Dengan ini, fungsi negara sebagai pelindung keamanan data akan tepat dan bermanfaat.
Semua ini akan berjalan tatkala tata kelola negara diatur berdasarkan syariat Islam dengan kinerja sebagai berikut:

Pertama, negara mengatur keuangan dengan konsep Baitul Mal. Sumber dana Baitul Mal akan sangat besar jika kekayaan milik umum seperti minyak bumi, batu bara, dan tambang lainnya dikelola negara dan tidak diprivatisasi seperti saat ini. Dengan besarnya dana, negara dapat membangun infrastruktur dan instrumen digital yang menunjang pelaksanaan keamanan data pribadi setiap warga.

Kedua, negara melaksanakan sistem pendidikan berbasis Islam yang mampu mencetak SDM-SDM berkualitas, andal, unggul, dan berkarakter mulia. Dukungan SDM mumpuni seperti para ahli dan pakar di bidang teknologi informasi sangat penting untuk mewujudkan sistem keamanan siber.

Ketiga, melindungi privasi atau data pribadi haruslah memiliki prinsip berikut:
1. Proaktif, bukan reaktif. Artinya, negara fokus pada antisipasi dan pencegahan, bukan baru bergerak ketika muncul masalah.
2. Mengutamakan perlindungan data pribadi warga. Negara harus memastikan data pribadi warga benar-benar terjaga secara maksimal dalam sistem IT yang hebat.
3. Perlindungan yang diintegrasikan ke dalam desain teknologi secara holistik dan komprehensif. Regulasi dan sinergi antar lembaga saling menyempurnakan, bukan saling menyalahkan.
4. Sistem keamanan total. Seluruh lembaga informasi harus bersinergi dengan baik, yakni melakukan tugas, pokok, dan fungsinya dengan jelas.

Dengan infrastruktur, instrumen hukum, serta tata kelola yang terintegrasi dengan baik, keamanan data pribadi warga negara terjamin. Visi besar sebagai negara adidaya akan mewujud dalam paradigma Islam sebagai ideologi yang sistematis dan terstruktur dalam institusi negara Khilafah.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 15

Comment here