Opini

Lampiran Investasi Miras Dicabut, Polemik Berlanjut?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Astuti, S.Pi. (Pemerhati Sosial)

wacana-edukasi.com, Presiden Jokowi menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal dengan membuka izin investasi untuk industri minuman keras (Miras) dari skala besar sampai ke skala kecil. Ketentuan ini diteken kepala negara pada awal bulan Februari 2021. Mengutip dari detikcom, Selasa (2/1/2021) Prepres ini mengatur semua bidang usaha bagi kegiatan penanaman modal. Aturan ini tertuang dalam Pasal 2 dan lampiran-lampiran yang mengatur soal pembukaan investasi baru bidang usaha miras yang tertuang dalam lampiran III salinan Perpres. Isi lampiran tersebut, diantaranya ; daftar bidang usaha minuman beralkohol beserta syaratnya, investasi hanya dilakukan di daerah tertentu dan memberi izin investasi pada industri minuman keras (miras) mengandung alkohol, minuman mengandung alkohol anggur, dan minuman mengandung malt. Empat provinsi tersebut yaitu ; Provinsi Bali, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Provinsi Sulawesi Utara, dan Provinsi Papua dengan memperhatikan budaya dan kearifan setempat.

Kebijakan tersebut  mendapat  kritik keras dari Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas dengan mengatakan  bahwa negara telah kehilangan arah. Ia melihat bangsa ini sekarang seperti bangsa yang telah kehilangan arah, karena tidak lagi jelas oleh kita apa yang menjadi pegangan bagi pemerintah dalam mengelola negara ini (tribunnews.com)

Beberapa hari kemudian, Presiden Jokowi menerima mendapat banyak masukan dari ulama-ulama, MUI, Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, dan ormas-ormas lainnya, serta tokoh-tokoh agama yang lain, dan juga masukan-masukan dari provinsi dan daerah. Presiden Jokowi akhirnya mencabut Lampiran III pada Perpres 10/2021 yang berisi ketentuan investasi miras pada Selasa, 2/3/2021.

Polemik Miras Berlanjut

Lampiran III ini pun tak berhenti menuai polemik setelah dicabut. Pihak yang setuju akan lampiran ini pun menyatakan pendapatnya, diantaranya Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Viktor Laiskodat mengatakan ia memahami keputusan presiden untuk membatalkan lampiran perpres itu. Namun, beliau menyayangkan hilangnya potensi ekonomi yang lebih luas.

Padahal jikalau kita melihat Perpres ini, Presiden Jokowi hanya mencabut lampiran ketiga regulasi tersebut yang berkaitan dengan izin investasi miras atau minuman beralkohol. Perpres tentunya tetap berlaku, terkecuali lampiran di bagian ketiga nomor 31, 32, 33. Sehingga takkan memberhentikan penjualan Miras. Apalagi pemberlakuan UU Cipta Kerja Nomor 11/2020 inilah yang mendorong Perpres mengenai klausul investasi miras. Total izin yang keluar sudah ada 109 di 13 provinsi.

Sebaliknya, dukungan datang dari Ketua Bidang Fatwa MUI Asrorun Ni’am Sholeh mengatakan, MUI mengapresiasi langkah Presiden Jokowi yang mencabut aturan investasi miras dalam lampiran perpres itu. Kemudian, Asrorun berharap, keputusan pencabutan tersebut dapat menjadi momen bagi pemerintah dalam meneguhkan komitmen untuk berpihak pada kemaslahatan bangsa. Dan juga berharap, momentum pencabutan aturan itu mampu membuat pemerintah mengkaji ulang seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan yang menjadi polemik di masyarakat (nasional.kompas.com)

Islam Solusi

Meski lampiran investasi miras dicabut, bukan berarti peredaran miras akan menghilang. Sistem demokrasi sekuler inilah penyebabnya. Dalam sistem demokrasi ini, hukum agama tidaklah menjadi standar menetapkan Undang-undang (UU). Sistem demokrasi tidak menginginkan agama mencampuri kehidupan. Walaupun negeri ini mayoritas muslim. Maka banyak muncul UU kontroversi yang menyalahi aturan Islam. Halal/haram tidak akan dipertimbangkan dalam pembuatan UU.

Dalam Islam Polemik seperti ini takkan pernah berlanjut. Aturan syariat Islam mengatur sangat jelas, miras haram. Dari Anas bin Malik, dia berkata; “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat sepuluh golongan dengan sebab khamr: orang yang memerasnya, orang yang minta diperaskan, orang yang meminumnya, orang yang membawanya, orang yang minta di antarkan, orang yang menuangkannya, orang yang menjualnya, orang yang makan hasil penjualannya, orang yang membelinya, dan orang yang minta dibelikan. (HR. Tirmidzi).

Ini mengingat dampak buruk terhadap miras begitu berbahaya. Sehingga tidak akan dijadikan pendapatan bagi Negara, atau bahkan mengundang investasi luar. Bukan hanya untuk urusan kesehatan saja, juga efek negatif perilaku yang muncul setelah meminum miras. Dan untuk menjaga akal (maqashidu al-syariah). Dengan miras, gerakan hilang akal akan menyebar. Bila manusia hilang akal maka yang akan bekerja bukanlah manusia, tetapi binatang yang berupa manusia. Inilah yang kata Allah “mereka menjadi seperti binatang bahkan lebih sesat lagi.”(ulaaika kal an’am balhum adhal)

Walhasil solusi untuk menyelesaikan problem manusia sepanjang zaman adalah diterapkannya sistem Islam, yang hukumnya takkan berubah. Patut kita renungkan, adakah yang lebih layak memberi aturan selain Allah? Allah Swt. berfirman : ” (Demikianlah) hukum Allah, yang telah berlaku sejak dahulu, kamu sekali-kali tidak akan menemukan perubahan pada hukum Allah itu.” (al-Fath: 23).

Wallahu A’lam.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 1

Comment here