Oleh: Normah Rosman (Pemerhati Masalah Umat)
wacana-edukasi.com, OPINI-– Pemerintah telah membolehkan tenaga Kesehatan dan tenaga medis melakukan aborsi kepada korban tindak pidana perkosaan atau korban tindak pidana kekerasan seksual yang mengakibatkan kehamilan. Hal ini sebagaimana tertuang dalam aturan pelaksanaan Undang-Undang No 17 Tahun 2023 melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2024 terkait Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (tirto.id, 30/8/2024).
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 mengenai Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang No 17 Tahun 2023 tentang kesehatan, menurut ketua MUI Bidang Dakwah, M.Cholil Nafis, belum sesuai dengan ketentuan agama Islam. Menurutnya lagi, aborsi hanya dilakukan jika terjadi kondisi darurat medis, korban pemerkosaan, dan usia kehamilan belum genap 40 hari atau sebelum peniupan ruh. Tentunya hal ini bertentangan dengan fatwa Nomor 1/MUNAS VI/MUI/2000 yang menyebutkan jika aborsi yang dilakukan setelah nafkh al-ruh hukumnya adalah haram, kecuali jika ada alasan medis (mediaindonesia.com, 1/8/2024).
Aborsi, Apakah Menyolusi?
Kebolehan aborsi untuk korban pemerkosaan yang hamil sebagaimana dituangkan dalam PP No. 28 Tahun 2024 dianggap sebagai solusi untuk korban pemerkosaan. Padahal sejatinya tindakan aborsi hanya akan menambah beban korban, karena bagaimanapun tindakan aborsi tetap mengandung resiko tinggi. Aborsi juga sangat bertentangan dengan hukum Islam, meskipun ada pengecualian pada kondisi-kondisi tertentu yang dibolehkan hukum syara’. Pemerintah sebaiknya mempertimbangkan keputusan ini sebelum menekennya, mengingat Indonesia adalah negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia.
Tercatat 68.000 wanita meninggal setiap tahunnya karena aborsi yang tidak aman, dan menjadikannya penyebab utama kematian ibu (13%). Menurut laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), setiap 8 menit seorang wanita di negara berkembang meregang nyawa akibat dari komplikasi yang timbul dari aborsi yang tidak aman. Sedangkan di Indonesia, menurut Nurhafni (2022:2) kasus aborsi mencapai 2,5 juta kasus dan 1,5 juta di antaranya dilakukan oleh remaja. Karena tingkat aborsi di Indonesia masih sangat tinggi sehingga kematian ibu akibat aborsi menjadi keprihatinan. Aborsi sendiri ibarat fenomena gunung es yang seolah tidak tampak.
Dalam laporan Statistik Kriminal 2023 yang dirilis oleh BPS menyatakan jika ada sebanyak 1.443 kasus tindak kejahatan asusila pemerkosaan di Indonesia. Dan angka ini naik 23,9 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang mencatat 1.164 kasus. Tingginya tingkat pemerkosaan yang terjadi di negeri ini menjadi bukti jika negara tidak mampu memberikan jaminan keamanan kepada perempuan. UU TPKS seakan-akan tidak berdaya dalam mencegah terjadinya kekerasan seksual pada perempuan. Sebaliknya kasus kekerasan seksual pada perempuan semakin meningkat sebagaimana terlihat pada laporan yang dirilis oleh BPS. Negara seharusnya lebih mengupayakan lagi pencegahan dan jaminan keamanan yang kokoh terhadap perempuan.
Namun, dalam menyelesaikan masalah kekerasan seksual terhadap perempuan dalam sistem kapitalisme bagaikan pungguk merindukan bulan. Karena sistem inilah yang menjadi akar masalah dari pemerkosaan yang terjadi di negeri ini. Bagaimana tidak? Sistem kapitalisme dengan pandangan sekulernya telah menjadikan tiap individu memandang jika kebahagiaan hanya bisa dicapai dengan kepuasan jasadiyah semata termasuk kepuasan seksual. Sistem ini memaksa masyarakat untuk berperilaku liberal dan mengabaikan peran agama dalam membentuk perilaku mereka. Ditambah lagi dengan sistem hukum yang sangat lemah dan tidak memiliki efek jera. Sehingga kejahatan semakin menjadi-jadi serta kerusakan di mana-mana. Na’uzu billah.
Bagaimana Islam Melindungi Perempuan?
Islam memuliakan perempuan, memberikan jaminan keamanan atas perempuan dan memiliki sistem sanksi yang tegas serta menjerakan. Jaminan yang diberikan tak terlepas dari pandangan Islam yang menyatakan jika perempuan adalah makhluk Allah yang wajib dipenuhi hak-haknya dan dijaga kehormatannya. Adapun beberapa mekanisme yang akan dijalankan negara Islam sesuai dengan tuntunan syariat Islam. Adapun mekanisme Islam dalam melindungi perempuan sebagai berikut:
Pertama, Islam akan menerapkan sistem pendidikan yang akan menuntun tiap individu agar berperilaku sesuai dengan syariat Islam. Dengan pemahaman yang baik maka dapat mencegah terjadinya pemerkosaan dan pergaulan bebas.
Kedua, Islam juga akan menerapkan sistem pergaulan yang akan mengatur interaksi antara laki-laki dan perempuan baik di kehidupan pribadi maupun sosial. Islam memerintahkan kepada setiap perempuan dan laki-laki untuk menutup aurat, juga melarang segala sesuatu yang dapat merangsang sensualita. Karena kejahatan seksual pada umumnya dipicu oleh ransangan dari luar, sehingga mendapat tuntutan untuk memenuhi naluri seksual mereka. Islam juga membatasi interaksi laki-laki dan perempuan, kecuali pada aktifitas tertentu seperti, kegiatan ekonomi di pasar, pendidikan di sekolah, layanan kesehatan di rumah sakit atau pelayanan kesehatan lainnya, dan lainnya yang sesuai syara’.
Ketiga, Islam memiliki sistem kontrol sosial, yaitu perintah langsung dari Allah terkait amar ma’ruf nahi mungkar. Di mana tiap individu dalam masyarakat akan saling menasehati dalam kebaikan dan mencegah terjadinya kejahatan dan maksiat.
Keempat, Islam memuliakan perempuan dengan memberikan jaminan keamanan melalui sistem sanksi yang tegas dan menjerakan. Adapun sanksi bagi parapelaku perkosaan yaitu berupa had zina. Had zina yaitu dirajam atau dilempari batu hingga mati jika pelakunya muhshan (telah menikah), dan hukuman jilis (dicambuk) 100 kali serta diasingkan selama setahun jika pelakunya ghairu muhshan (belum menikah).
Hukum Islam yang ditegakkan bukan hanya sebagai hukuman dunia, tapi juga sebagai penebus dosa pelaku kemaksiatan di akhirat kelak (jawabir). Hukuman dalam Islam juga berfungsi sebagai pencegah kejahatan (zawabir), di mana orang lain merasa ngeri dengan hukuman yang didapatkan karena melanggar peraturan, sehingga akan mengurungkan niat pelaku kejahatan. Kedua hal ini merupakan ciri khas dalam penerapan sistem sanksi dalam Islam, dan hanya bisa dilakukan oleh Khilafah.
Jika terjadi pemerkosaan dalam negara Islam maka negara wajib melindungi dan menjaga perempuan korban pemerkosaan sesuai dengan tuntunan Islam, termasuk jika korban hamil. Secara fiqih, Islam memperbolehkan aborsi jika usia kehamilan belum genap 40 hari dan aborsi juga boleh dilakukan dalam kondisi darurat yang sesuai dengan ketentuan syariat Islam. Negara juga akan memberikan kontrol yang ketat terkait pelaksanaan aborsi. Kemuliaan perempuan hanya akan terwujud di bawah naungan Khilafah Islamiyah. Wallahu a’lam.
Views: 24
Comment here