wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Tetangga adalah keluarga terdekat kita. Kemungkinan besar, merekalah yang menjadi orang pertama yang akan melihat kita ketika terkena musibah atau pihak yang bisa dipercaya ketika kita sedang tidak di rumah. Sehingga betapa berharganya kedekatan dengan para tetangga.
Namun apa daya, sikap individualistik yang hadir pada masyarakat hari ini membuat ungkapan itu sudah senyap terdengar. Hidup sendiri, tanpa memedulikan sanak sekitar terasa lebih nyaman.
Hal miris pun mewarnai sikap individualistik ini. Baru saja terjadi, seorang ibu dan anak ditemukan sudah dalam bentuk kerangka, mati di dalam rumahnya sendiri di Cinere. Para tetangga sudah lama tak berjumpa, sekitar sebulan tidak nampak keluar rumah.
Kasus serupa juga sudah pernah terjadi di Kalideres. Kematian seorang ayah, ibu, dan anak baru ditemukan setelah tercium bau busuk dari dalam rumahnya. Kejadian ini tambah mengenaskan dikarenakan kasus ini bukan terjadi di lingkungan yang jarang penduduk atau rumah yang berjauhan, namun pada perumahan yang berjejer rumah di dalamnya.
Peristiwa ini dapat mengindikasikan betapa lemahnya ikatan sosial antara kita hari ini. Terkikisnya sikap saling peduli, saling kepo terhadap kabar, tetangga dan rasa kemanusiaan yang sudah terasa hambar. Sikap yang ada hanyalah apatis. Disibukkan dengan urusan pribadi dan merasa tak nyaman jika ada tetangga yang menanyakan keadaan dirinya.
Sikap individualistik ini lahir dari rahim kapitalisme. Sebuah paham yang menjadikan keuntungan materialis adalah hal yang utama, yang menjadi pandangan umum masyarakat umum hari ini. Termasuk dalam menjalin sebuah hubungan. Hubungan saling peduli, empati hanya bisa terjalin ketika bisa menghasilkan keuntungan bagi keduanya. Tak ada hubungan yang gratis. Hubungan saling tahu menahu kabar tetangga adalah sebuah hal yang aneh terjadi di sistem hari ini. Maka tak heran, sebulan dua bulan tak ada kabar dari tetangga adalah hal yang lumrah.
Hal ini justru sangat berbeda dalam Islam. Kepeduliaan terhadap tetangga adalah hal yang penting. Bahkan Ketika kita memasak hidangan yang berbau dan dikhawatirkan tercium oleh tetangga, kita diperintahkan untuk memperbanyak kuahnya. Ini baru saja dalam hal makanan. Kita bahkan diwajibkan untuk saling amar makruf nahi munkar, saling tolong menolong, dan membantu beban finansial.
Rasulullah saw. bersabda, “Bukanlah seorang mukmin, orang yang kenyang sementara tetangganya kelaparan di sampingnya.” (HR Bukhari). Dalam hadis lain, Nabi saw. bersabda, “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka janganlah ia menyakiti tetangganya.” (HR Bukhari).
Wallahu a’lam bishawab
Alya Amaliah (Bogor)
Views: 3
Comment here