Opini

Little Mom, Sebuah Delusi Edukasi

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Riannisa Riu

Dengan demikian, pendidikan seks yang digambarkan dalam film-film layar kaca seperti “Pernikahan Dini”, “Dua Garis Biru”, maupun Little Mom yang sedang trending saat ini adalah sebuah bentuk delusi edukasi.

Wacana-edukasi.com — Serial Drama TV Series “Little Mom” dari Indonesia rupanya menuai sukses di banyak negara. Dilansir dari news.pikiran-rakyat.com (Senin, 20/09/2021), tayangan ini berhasil trending di 22 negara termasuk di Hongkong, Turki dan Amerika Serikat. Little Mom sendiri adalah serial televisi yang berkisah tentang Naura, gadis SMA berusia 16 tahun yang bercita-cita menjadi seorang dokter kandungan. Namun cita-citanya kandas karena ia hamil di luar nikah oleh pacarnya, Yuda yang ternyata pindah ke Jepang meninggalkan Naura.

Aktris cantik yang didapuk memerankan tokoh Naura mengakui pada m.showbiz.com (Selasa, 07/09/2021), bahwa berdasarkan hasil pencariannya, kasus anak di bawah umur yang hamil di luar nikah itu sangat banyak tetapi tidak terlalu terekspos dan tidak pernah ada yang tahu bagaimana kisah hidup mereka. Sang Aktris menyatakan bahwa ia berniat untuk membuat para penonton dan fansnya teredukasi agar jangan sampai mengalami kejadian seperti tokoh Naura.

Seks education atau pendidikan seks untuk mengedukasi masyarakat agar tidak melebihi batas dalam pergaulan sebenarnya bukanlah hal baru. Tentunya masih segar dalam ingatan kita, munculnya film kontroversial “Pernikahan Dini” yang dibintangi artis cantik Agnes Monica dan Syahrul Gunawan, juga “Dua Garis Biru” yang mengundang pro-kontra perdebatan karena mempertontonkan gadis SMA yang hamil di luar nikah dan terpaksa menikah muda.

Little Mom nyaris tidak ada bedanya. Serial ini dibuat dengan tujuan yang sama seperti Pernikahan Dini maupun Dua Garis Biru, yakni mempropagandakan pendidikan seks. Tujuannya agar remaja tidak kebablasan dalam pergaulan dan mampu membekali diri dengan pengetahuan seksual agar mereka terhindar dari kekerasan seksual, penyakit menular seksual, dan kemungkinan hamil usia dini tanpa pernikahan. Pendidikan seks ini diambil sebagai solusi tanpa mencari tahu lebih dahulu apa sebenarnya penyebab inti dari semua permasalahan tersebut. Hal ini memang menjadi solusi instan yang mudah, sekaligus menghibur dan diminati masyarakat. Namun, seks education ini kelihatannya saja mendidik, padahal sebenarnya malah sedang melahirkan permasalahan baru yang lebih rumit.

Jika atap rumah berlubang, lalu tiba-tiba hujan deras turun, tentunya kebocoran akan menjadi masalah. Solusi terbaik apakah yang sebaiknya dilakukan untuk mengatasi masalah ini? Bisa saja pemilik rumah terus menerus ngotot untuk menadahi lantai rumah yang bocor dan membersihkan bagian yang menggenang, tetapi masalah ini sesungguhnya takkan pernah selesai jika penyebab intinya tidak diselesaikan, yakni memperbaiki lubang di atap rumah. Namun karena si pemilik lebih berfokus pada kondisi lantai yang banjir, maka ia menganggap solusi memperbaiki atap rumah itu sesuatu yang sia-sia dan tidak masuk akal.

Begitu pulalah kondisi permasalahan pada pergaulan bebas remaja saat ini. Pendidikan seks bukan saja tidak menyelesaikan penyebab inti masalah, namun malah menambah masalah. Para remaja maupun anak-anak menjadi mudah mengenal aktivitas seputar seksualitas dan berani coba-coba pada hal yang seharusnya bukanlah permainan. Mereka tidak takut untuk melakukan kegiatan seksual karena ada pendidikan seks yang mengajarkan mereka untuk menggunakan alat kontrasepsi, pengaman, pencegah kehamilan, dan lain sebagainya.

Dengan demikian, pendidikan seks yang digambarkan dalam film-film layar kaca seperti “Pernikahan Dini”, “Dua Garis Biru”, maupun Little Mom yang sedang trending saat ini adalah sebuah bentuk delusi edukasi. Delusi yang sama sekali tidak akan mampu mendidik, namun malah merusak moral dan pemikiran para remaja. Mempertontonkan kisah perzinaan, berharap para remaja mengambil pelajaran dari sana. Padahal justru menodai kepolosan mereka dengan rasa penasaran yang kuat, membuat naluri melestarikan jenis (gharizah nau’) mereka berkobar dan menuntut dipuaskan dengan cara apapun, termasuk cara-cara yang tidak halal.

Pemerintah sebagai peri’ayah umat pun tidak bertindak apa-apa dan malah mendukung serial delusi edukasi ini untuk tampil di mancanegara. Alih-alih mengontrol media untuk menampilkan konten-konten yang bermanfaat dan mendidik umat, pemerintah malah mendukung masyarakat umum untuk menonton tayangan sinetron sejenis ini. Video porno dan film-film bertema zina sejenis pun beredar bebas di internet, bisa ditonton siapa saja yang mampu mengakses YouTube atau aplikasi semacam Bigo dan TikTok. Sungguh suatu kerusakan umat yang nyata.

Secara alamiah, manusia memiliki naluri melestarikan jenis (naluri seksual) alias Gharizah Nau’. Gharizah nau’ ini adalah potensi naluriah yang diciptakan langsung oleh Allah Taala, tak dapat ditolak, namun juga wajib dibatasi. Gharizah Nau’ yang dibiarkan bebas merajalela akan merusak manusia dan menjadikan manusia berperilaku seperti binatang, hidup tanpa aturan. Karena itulah Allah Taala telah menurunkan seperangkat aturan yang lengkap dan sempurna untuk mengatur kehidupan manusia, agar manusia mampu hidup di dunia dengan sebaik-baiknya, termasuk melaksanakan pemenuhan naluri seksual (gharizah nau’) ini dengan cara yang halal dan penuh keberkahan.

Inilah solusi utama yang seharusnya dilakukan oleh setiap individu, masyarakat, maupun negara. Yakni penerapan syariat Islam secara kaffah, yang akan memberikan sederet aturan untuk mengatur kehidupan manusia, termasuk cara-cara pergaulan antara laki-laki dan perempuan. Penerapan infishal akan menjadi suatu kewajiban bagi laki-laki dan perempuan yang tidak terikat tali mahram sehingga takkan ada interaksi yang tidak perlu antara keduanya. Takkan ada pergaulan bebas yang merusak, apalagi kekerasan seksual. Tentunya kehamilan di luar nikah pun akan menjadi hal yang ditekan seminim mungkin, bahkan dicegah dengan meningkatnya akidah iman dan takwa masyarakat. Jangankan berbuat zina, mendekatinya saja pun dilarang. Gharizah nau akan dipenuhi dengan cara yang halal dan suci, yakni pernikahan.

Penguasa dalam sistem Islam pun akan berperan nyata untuk mengurus seluruh rakyat, mengontrol media yang layak ditonton dan yang tidak. Menampilkan hanya konten yang bermanfaat serta mendidik umat untuk menjadi generasi emas seperti di zaman kekhilafahan. Generasi yang di usia muda sudah mampu berperang serta menyelesaikan berbagai permasalahan yang terjadi di masyarakat, baik persoalan fiqih maupun kedokteran. Seperti Imam Syafi’i rahimakumullah, Imam Al Ghazali, Abu Ali Al Hussain Ibnu Sina, Abu Rayhan Al Biruni, Salahuddin Al Ayyubi, Muhammad Al Fatih, dan masih banyak lagi anak muda generasi emas lainnya yang terlahir di bawah kekhilafahan Islam.

Tatkala atap yang bocor diperbaiki maka hanya perlu sekali saja membersihkan banjir di lantai yang menggenang. Setelah itu tidak perlu lagi. Begitu pula dengan menerapkan sistem Islam maka sama sekali tidak perlu mempropagandakan film-film delusi edukasi seperti Little Mom,  sebab umat sudah dituntun oleh aturan dari Sang Maha Sempurna Allah Taala.

Wallahu’alam bisshawwab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 129

Comment here